Setelah menyelesaikan kesalahpahaman dengan Rere, Dimas akhirnya menyelesaikan kegiatannya membuat coklat hangat yang sempat tertunda. Laki-laki itu berjalan pelan untuk segera menemui Kanaya. Namun apa yang dilihatnya sekarang adalah sebuah Boomerang yang menghantamnya seketika.
Matanya membulat ketika mendapati sosok gadisnya yang berdiri angkuh beberapa langkah didepannya. Lengkap dengan Bagas yang tadi sempat berbincang dengannya. Mustahil jika Kanaya tidak mendengarkan obrolannya. Asrama ini bukan tempat mewah kedap suara.
Dimas berdehem pelan untuk sekedar membasahi kerongkongannya yang terasa kering tiba-tiba. Dan setelah ini semuanya pasti akan sangat panjang ceritanya. Enggan mengulur waktu dan memperparah keadaan, dengan sigap Dimas meletakkan teko berisi coklat hangat tadi di meja dekat dirinya. Kemudian ia mencoba meraih Kanaya. Seperti drama kebanyakan, Kanaya dengan cepat menghindari sentuhan Dimas. Gadis itu masih kekuh dalam posisinya. Berdiri angkuh dengan satu alis terangkat satu menatap dirinya.
"I see ... Everything like my feeling" Kata Naya sakartis sebelum gadis itu berbalik melangkah untuk meninggalkan Dimas dan Bagas yang sama-sama tercengang.
Dimas tahu gadisnya itu tengah menahan amarah yang cukup besar dalam hatinya. Namun ia terlihat berusaha menahannya sebaik mungkin. Mungkin Naya bisa membohongi siapapun dengan senyuman manis di bibirnya meski hatinya sedang menahan amarah. Tapi tidak untuk dirinya, Naya tidak bisa menutupi apapun didepan dirinya. Ia terlalu dalam mengenal Kanaya.
"Mas?" Panggilan pelan dari Bagas membuat Dimas menghentikan langkahnya yang hendak mengejar Kanaya. Dinas menatap Bagas.
"Katakan gas! Saat ini calon istriku nggak bisa diajak kompromi. Kamu tahu kan cemburunya perempuan bagaimana?"
"Aku cuma mau bilang maaf ya mas. Atas nama Rere. Dia masih kecil dan belum mengerti --"
"Dia sudah dewasa. Saya kagum padanya yang pemberani. Jangan marahi dia karena rasa suka itu manusiawi"
"Terimakasih ya mas. Saya benar-benar berhutang Budi sama mas Dimas"
Lalu Dimas kembali melanjutkan langkahnya. Sedikit berlari mengejar Kanaya yang terlihat menerobos hujan. Gadis itu ternyata berhenti di pos satpam depan gerbang. Dan disinilah mereka berdua sekarang. Di bawah atap pos satpam yang sepi penghuninya. Mungkin Eko, satpam masih terjebak didalam rumah produksi setelah keliling tadi. Ia tidak bisa kembali ke tempatnya bekerja karena hujan belum reda.
"Hei kenapa lari-lari? Hujan" Dimas bersuara. Laki-laki itu mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
"Tidak ada yang menyuruh mas mengikuti Kanaya"
"Saya tidak keberatan mengikuti kamu. Karena saya ingin bersama kamu. Saya hanya tanya kenapa kamu lari menerobos hujan"
"Di dalam asrama panas! Bawaannya Nay pengen bakar asrama aja"
Diam-diam Dimas tersenyum dalam hati. Sepertinya kali ini akan sedikit muda untuk menjelaskan dan meluruskan segala kesalahpahaman ini dengan gadisnya. Tidak ada rengekan dan ngambek-ngambek ala drama. Itu artinya Kanaya akan sedikit mudah untuk diajak negosiasi kali ini. Tidak ada Kanaya yang kekanakan. Aaah iya, Dimas lupa. Gadisnya sudah 23 tahun bukan remaja ingusan yang sering membuatnya kelimpungan hanya dengan ngambeknya.
Kanaya-nya sudah benar-benar dewasa rupanya.
"Saya mau jelasin yang tadi biar tidak ada salah paham dan kecurigaan apapun antara kita okay?"
Naya terdiam. Kini, gadis itu malah memalingkan wajahnya enggan melihat Dimas.
"Kok diam? Kamu nggak mau dengar penjelasan saya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU TETANGGA (END)
Roman d'amourWiting Tresno Jalaran Soko Kulino. Bagi Kanaya Adijaya, pepatah Jawa yang satu itu masih menjadi tanda tanya besar pada hatinya. Witing = Permulaan Tresno = Cinta Jalaran = Karena Soko = Dari Kulino = Terbiasa Pepatah yang artinya "Cinta tumbuh k...