24. BATAGOR DAN CILOK

2.3K 231 7
                                    

Mi ayam memang sudah ditanganku. Lengkap dengan Boba dan kawan-kawannya. Namun mataku tidak bisa dialihkan dari gerobak mini yang kini dikerubungi oleh para remaja di samping mi Ayam.

Sepertinya, adonan tepung tapioka yang digoreng, dengan bumbu tabur pedas manis akan begitu memanjakan lidahku nantinya. Apalagi temannya yang akan ditaburi bumbu kacang pedas benar-benar ... Mungkin aku mampu menghabiskan dua porsi sekaligus nantinya.

"Mau?"

Mas Dimas yang selesai membayar mi Ayam kini sudah berdiri di sampingku. Ia terlihat menaik turunkan alisnya menatapku dan obyek yang ku tuju bergantian. Aaah .. tawarannya lagi-lagi terdengar begitu menggiurkan. Apalagi kalau .. aah tapi aku kesannya nggak tahu diri banget.

"Tapi antri" dasar Kanaya munafik!

"Tunggu disini sambil duduk. Biar saya belikan"

"Tapi antri. Kakiku udah mulai nut-nut an"

"Cuma lima menit. Saya jamin. Minum aja bobanya"

Dan benar saja, lima menit kemudian sosok mas Dimas dengan dua bungkus plastik yang aku yakini berisi cilok dan batagor tengah berjalan kearahku. Ia tersenyum tipis sebelum menyerahkan plastik itu padaku.

"Ayo pulang pesenannya udah lengkap semua kan?"

Kepalaku mengangguk cepat. Lalu tanpa sadar aku menggandengnya menuju mobil.

"Jadi, kamu mantap di kampus mana?"

"Singapore"

Mobil berhenti. Bertepatan itu, aku dan mas Dimas saling pandang. Laki-laki itu menatapku dengan pandangan yang sulit ku artikan. Namun, dari gestur tubuhnya aku tahu ia tiba-tiba menegang.

"You said Singapore?"

"Kenapa? Ada yang salah?"

"Bercanda mu nggak lucu!"

"Aku nggak bercanda. Itu kenyataannya"

"Mama mu nggak akan ngizinin kamu ke sana Nay"

"Mama udah izinin. Kemarin malem aku dan keluarga udah rundingin ini"

"Pembohong! Kita pulang aja! Aku lagi nggak mood bercanda sama kamu!"

Iya, aku emang bohong soal Keluarga ku yang tahu perihal Singapore. Tapi apa boleh buat. Mulutku sudah lancang meloloskan aksi bohongku barusan. Tidak ada pilihan lain selain mengatakan hal itu pada laki-laki di sampingku. Aku hanya sedang mengkodenya lewat bahasa abnormal ku. Aku hanya sedang ingin memberi tahunya jika aku sedang tidak baik-baik saja.

°°°°°

Aku menatap mama yang kini tengah duduk diatas ranjang kamarku. Beliau menatapku lamat-lamat sambil sesekali mengusap kakiku yang ada bekas lukanya karena kejadian tadi siang.

"Apa Ndak bisa kasih pilihan lain Nay?"

"Nggak bisa Ma. Itu udah keputusan Naya"

"Apa yang salah disini?"

"Nggak ada yang salah soal disini. Semuanya baik. Itu semua keputusan Naya"

"Tapi bukan keinginan mu. Apalagi hatimu. Mama tahu itu nduk"

"Naya sudah pikir matang-matang kok Ma"

"Apa ini ada hubungannya dengan pertunangan mbak Mu dan Dimas?"

Aku menghela nafas. Mengalihkan pandangan ku dari wajah mama, "Nggak ada. Sama sekali nggak ada"

"Kanaya, kamu itu anak mama. Mama tahu apa yang kamu rasakan. Ini memang nggak adil dan begitu mendadak buat kamu terima. Tapi Mama dan Ayahmu punya alasan sendiri melakukan ini semua. Begitu pula ... Laras dan Dimas"

I LOVE YOU TETANGGA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang