"Jadi besok berangkat jam berapa?"
Mama yang terlihat mondar-mandir dengan piring-piring makanannya yang dibantu oleh mbak Laras tak luput memberiku pertanyaan. Sedangkan aku? Jangan tanya aku baru saja bangun dari tidur dan langsung duduk diatas meja makan. Menghiraukan teguran Ayah yang didepanku agar menyuruhku untuk mandi terlebih dahulu.
"Naya ambil penerbangan malem ma. Jam 9 nan, jadi berangkat dari rumah agak siangan aja gapapa"
"Sudah booking hotel buat istirahat waktu di Jakarta?"
"Sudah. Naya cari yang dekat Bandara aja jadi besoknya biar enak langsung berangkat"
"Yaudah kalau gitu. Berarti semua beres kan?"
"Iya ma"
"Mbak boleh ikut nganter kamu kan Nay sampai di Jakarta besok?"
"Nggak usah mbak. Kan sudah ada mas Andra. Mbak di rumah aja sama Ayah Mama"
"Yaaaah"
"Naya pasti pulang kok sering-sering. Nggak usah khawatir"
"Aku pengen anter kamu"
"Mbak juga udah mulai ngajar lagi kan besok?"
"Iyasih"
"Doain Naya aja"
"Kamu baik-baik ya disana. Pokoknya kabarin mbak terus dan keluarga disini"
"Iya tenang aja mbak"
"Oh ya Ndra, terus itu temenmu gimana? Yang katanya ada Chanel buat asrama di kampus Kanaya?"
Kini Ayah ikut menimpali. Ayahku itu terlihat melipat koran paginya. Beliau berganti menatap mas Andra sambil sesekali menyeruput kopinya, "Kata Max, lebih baik Naya nggak usah tinggal di asrama"
"Kenapa?"
"Asrama disana itu bebas ma. Keluar masuk cewek cowok. Mendingan, Naya dicarikan kontrakan aja"
"Kok kamu baru bilang sekarang sih Ndra!"
"Lah, Andra aja baru dikasih tahunya tadi pagi sama si Maxime. Gimana sih ma"
"Terus kalau dadakan gini, gimana? Emangnya cari kontrakan disana nggak sulit apa?! Kamu tuh ngawur aja!"
"Ya mana Andra tahu sih ma kalau gini. Udah itu gampang. Biar urusan Andra aja mama nggak usah khawatir"
"Nggak khawatir gimana sih kamu ini. Ya Gusti ... Adekmu disana itu nggak satu dua hari Lo Ndra"
"Eummm ... Kayak nya Laras tau deh cara tercepat supaya Naya bisa cepet dapat tempat tinggal"
"Apaan mbak?"
"Euumm ... Itu, kalau ... Kamu mau sih tapi. Minta tolong sama mas eumm ..."
"Sama siapa sih mbak?"
"Itu nay, sama Mas Dimas aja"
"NGGAK!!" Refleks ku seketika tepat setelah mbak Laras menyelesaikan satu kalimatnya. Demi Tuhan ... Aku sedang nggak ingin berurusan dengan laki-laki itu untuk saat ini. Aku serius! Aku masih belum sanggup untuk menatap matanya kembali. Apalagi kejadian yang masih belum tuntas kemarin dengan aku yang memilih keluar dari mobilnya secara langsung, "Aku tetap di Asrama aja"
"Mbak mu bener. Dimas pasti bisa bantu"
"Ma, kenapa sih keluarga kita masih harus berbaik hati dengan mas Dimas setelah kejadian yang menimpa kita?"
Dan alhasil, semuanya terdiam dengan kalimatku barusan. Mama dan Mbak Laras memilih menghiraukan aku. Sedangkan mas Andra dan Ayah menatapku lekat-lekat serta kemudian suara Ayah terdengar, "Nduk, yang terjadi sama mbak mu itu murni bukan kesalahan Dimas saja. Dalam kondisi ini, mbak Laras juga salah. Perihal Mbak mu yang dirugikan itu memang benar. Tapi ini sepenuhnya bukan salah Dimas nduk"
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU TETANGGA (END)
RomansaWiting Tresno Jalaran Soko Kulino. Bagi Kanaya Adijaya, pepatah Jawa yang satu itu masih menjadi tanda tanya besar pada hatinya. Witing = Permulaan Tresno = Cinta Jalaran = Karena Soko = Dari Kulino = Terbiasa Pepatah yang artinya "Cinta tumbuh k...