23. BUKAN LUKA LEBAM TAPI GORES

2.4K 219 2
                                    

Keningku mengernyit ketika menatap suasana rumah yang terlihat sepi. Dengan spontan kepalaku bergerak pelan untuk melihat mesin waktu yang tertempel pada dinding. Jarum pendeknya sudah merujuk pada angka sembilan.

Aku menggaruk kepalaku yang terasa gatal tiba-tiba kemudian melanjutkan langkahku yang sempat tertunda menuju lemari es di dapur. Segelas air dingin pasti akan meredakan haus ku saat ini.

"Sarapan Nay?"

Kepalaku tidak menoleh. Melainkan mataku melirik sumber suara yang barusan menyapaku. Sosok mbak Laras tengah menatapku dengan sebuah piring kosong ditangannya. Sebenarnya aku tidak tahu bagaimana menanggapi situasi saat ini. Lebih jelasnya aku tidak tahu harus menghadapi orang-orang rumah ini bagaimana. Termasuk mbak Laras dan kedua orang tuaku yang sudah dua hari dari kemarin aku diami. Tepatnya sejak acara pertunangan mbak Laras selesai.

"Ntar aja. Masih kenyang" Dan akhirnya aku hanya bisa membalas kalimat mbak Laras dengan se santai mungkin.

"....."

"....."

"Kenapa?"

Aku menatap mbak Laras dengan pandangan bertanya. Karena mbak ku itu tiba-tiba berdiri dengan menatap ku lekat-lekat. Mulutnya terbuka dan tertutup tanpa ia sadari. Dan aku tahu ia akan mengatakan sesuatu padaku.

"Mbak ingin bicara serius sama kamu dek"

"Tentang?"

"Tentang aku kamu dan mas Dimas"

Tangan ku refleks mengibas cepat didepannya sambil menggelengkan kepalaku, " Nope mbak! Aku nggak mau dengar apapun soal itu. Sedikitpun!"

"Tapi kamu harus tahu Nay. Ini penting, agar kamu nggak --"

"Stop it mbak! Aku udah bilang, aku udah nggak mau tau lagi soal apapun perihal kalian! Apapun! Jangan ganggu aku lagi. Cukup jalani aja Mbak Laras dan mas Dimas"

"Naya oke, kalau kamu emang nggak mau dengarkan penjelasan mbak. Tapi Mbak minta satu hal sama kamu. Jangan abaikan mbak dan orang-orang rumah lainnya. Terutama Mama, ayah dan mas Andra. Mereka nggak ada sangkut pautnya sama sekali sama semua ini"

"....."

"Ini semua salah mbak Nay. Jadi mbak mohon jangan salahkan siapapun apalagi Sampek benci mas Dimas. Please Nay"

"Naya nggak tahu. Capek!"

"Maka dari itu kita harus bicara. Mas Dimas akan jelasin semuanya"

"Naya nggak perduli Mbak! Tujuan Naya sekarang cuma satu! Fokus kuliah itu aja. Jadi stop it ganggu aku!"

°°°°°

Minggu pagi aku sudah bangun. Tepatnya Minggu pagi pada pukul 6 lewat beberapa menit. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku bisa bangun sepagi ini apalagi ini Minggu.

Benar-benar rekor dunia versiku.

Aku duduk berleha-leha di teras rumah. Memperhatikan para penduduk perumahan di lingkungan ku yang tengah terlihat sibuk kerja bakti. Yeah .. memang sudah rutinitas di komplek ku, jika setiap satu bulan sekali akan diadakan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan sekitar. Dengan alasan supaya kalau musim hujan tidak banjir berlebihan. Karena memang komplek wilayahku rawan yang namanya banjir jika musim penghujan.

Mataku menatap secara acak para warga komplek khususnya para lelaki yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sedangkan yang perempuan atau ibu-ibu sibuk dengan urusan dapurnya seperti kerja bakti pada umumnya. Dan tak ayal mama juga tengah sibuk di dapur tengah membuat kue-kue untuk suguhan di bantu dengan mbak Laras. Tadi sebenarnya aku sudah menawarkan untuk membantu beliau. Tapi Mama bilang nggak usah. Ia menyuruhku duduk saja karena nggak banyak juga yang ia masak sebenarnya.

I LOVE YOU TETANGGA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang