45. DIA DAN KENANGAN

1.9K 192 8
                                    

Lorong itu sedikit lenggang. Hanya ada beberapa gelintir orang yang turut berlalu lalang. Bukan, bukan karena jam besuk yang sudah usai ataupun rumah sakit itu sedang minim kunjungan.

Hanya saja, lantai lima rumah sakit ini memang jarang terjamah oleh orang-orang awam ataupun orang-orang yang benar-benar tidak berkepentingan.

Itupun orang-orang yang datang, pergi, ataupun menunggu di lantai ini hanya orang-orang yang benar-benar mempunyai kekuatan penuh untuk menghadapi sesuatu yang mereka tunggu.

Seperti halnya Kanaya. Gadis dengan baju yang sudah bersimbah darah itu hanya dapat berjalan lurus. Langkah kakinya memang Tegap dan pasti. Namun tidak dengan pandangannya. Mata coklatnya menunjukkan bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Pandangan kosong yang menjadi pemeran utama dalam tubuhnya.

Sesekali kepalanya bergerak. Matanya melirik orang-orang yang berlalu lalang melewati dirinya. Rasanya ia dapat merasakan apa yang tengah dirasakan orang-orang yang melewatinya. Tangisan, racauan, serta kepedihan yang hanya bisa Kanaya rasakan saat ini juga.

Operation Room

Kanaya menghentikan langkah kakinya saat ia sudah berada pada sebuah ruangan di depannya. Seperti hatinya, air mata juga ikut membasahi pipinya. Menunjukkan bahwa ia benar-benar sedang terluka.

"What are you doing here? Bukannya mas sudah bilang pulang dan ganti bajumu?!"

Kanaya tersentak. Gadis itu mendongak untuk menatap sosok berisik yang baru saja membuka pintu ruangan didepannya. Tanpa memperdulikan ocehan laki-laki didepannya itu, Kanaya sigap memberinya pertanyaan yang sudah bersarang di otaknya sejak tadi.

"Ma-mas Ibra? Gi-gimana keadaan mas Dimas?" Suaranya terdengar tersendat-sendat. Wajar saja, kanaya masih belum reda dari tangisan diamnya.

"Mas bilang pulang Nay! Jangan pikirkan orang lain. Pikirkan diri kamu. Mas sudah telfon Mas Andra buat jemput kamu!"

"Ma-mas ... Kanaya nggak lagi dalam hal bernegosiasi dengan mas"

"Kamu kira mas sedang melakukan penawaran dalam keadaan seperti ini? Pulang! Dengarkan apa kata mas!"

"Naya mohon mas, katakan sama Naya apa yang terjadi sama mas Dimas? Semuanya baik-baik saja kan?"

Ibra menghela nafasnya. Laki-laki itu melepaskan masker kemudian memijit keningnya yang tidak berdenyut, "Mas harus bilang apa sama kamu?"

Kanaya kembali terisak. Bahkan semakin keras. Pertanyaan Ibra, bukan jawaban Ibra. Itu yang ia dapatkan. Dan itu cukup membuatnya dapat sedikit membaca situasi saat ini yang tengah terjadi. Kanaya bahkan sudah mulai sulit bernafas kali ini.

"Mas ... Mas Dimas baik-baik aja kan? Jawab Naya mas!!"

"Apa yang harus mas jawab Kanaya?"

"Katakan mas!! KATAKAN KALAU MAS DIMAS BAIK-BAIK SAJA!!"

"KANAYA! Mas nggak bisa katakan apapun saat ini sama kamu. Mas nggak .. mas nggak mau kalau kamu sampai--"

"Kanaya tunggu!!"

Ibra berhasil menarik Tubuh Kanaya yang hendak masuk kedalam ruang operasinya. Dan alhasil, gadis itu kembali berdiri didepannya, "Mas akan jelaskan semuanya dengan kamu tapi setelah Tante Airin datang"

"Kenapa Naya nggak boleh tahu sekarang?! Sama saja bukan?!"

"Kamu bukan walinya!"

"Naya yang tanda tangan berkas-berkas kepengurusan mas Dimas"

"Kamu bukan wali sahnya. Dan pihak keluarganya masih ada!"

Merosot. Tubuh kanaya yang berdiri tegap merosot seketika. Tubuh gadis itu sudah berjongkok diatas lantai. Lengkap dengan isakan tangis pilunya yang menggetarkan hati.

I LOVE YOU TETANGGA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang