"Permisi, dengan kamar rawat pasien Nyonya Laras Adijaya?"
Aku mendongak. Menatap suster cantik yang tengah tersenyum sopan padaku. Aku membalas senyumannya. Lalu beralih mengambil makanan pasien yang berada ditangannya, "Iya sus. Saya keluarganya. Biar saya yang berikan"
"Kalau begitu terimakasih. Saya permisi"
"Iya sus sama-sama"
Setelah kepergian suster tadi, aku membuka ruang kamar inap mbak Laras. Hal pertama kali yang aku dapatkan adalah pemandangan Mama yang tengah tertidur telungkup disamping bangsal mbak Laras. Dan Ayah yang tertidur di sofa tunggu. Kutatap keduanya bergantian. Gurat-gurat lelah tercetak jelas di wajah senjanya.
Hatiku teriris. Ada rasa yang sulit aku jabarkan melihat kondisi orang tuaku. Begitu pula mbak Laras yang masih terbaring lemah. Selang infus yang tertancap ditangannya membuat nafasku berhembus sedikit kasar. Aku jadi teringat kejadian yang sebenarnya. Cerita yang sebenarnya yang baru aku dengar dari mas Ibra.
"Mas juga nggak tahu siapa yang salah. Intinya, saat ini Laras baru aja keguguran"
Mataku melotot sempurna dan jantungku seketika berpacu cepat. Kalimat mas Ibra seolah-olah menjatuhkan ku dalam dasar jurang yang begitu dalam, "A-apa? Mb-mbak Laras keguguran? Gi-gimana mungkin?"
"Mungkin Kanaya. Dan bisa terjadi karena Laras sebelumnya memang hamil"
"Ya Allah ... I-ini gimana ceritanya mas? Aku ... Aku benar-benar nggak ngerti"
"Laras hamil"
"Siapa bapaknya mas? Apa mas Ibra?"
"Aku dan Laras memang balikan satu bulan yang lalu. Tapi aku nggak sebejat itu. Dan aku ga mungkin tega nyakitin Laras"
"Lalu siapa bapaknya mas? Nggak mungkin kalau Mbak Laras tiba-tiba hamil"
Entah kenapa, ketika mas Ibra terdiam sambil menatapku lamat-lamat jantungku berdebar semakin kencang. Aku merasakan sesuatu yang buruk entah apa itu. Yang jelas tatapan mas Ibra padaku saat ini benar-benar membuatku gentar tidak jelas.
"Mas ... You know it. Katakan sama Naya siapa bapaknya. Mbak Laras itu kakakku aku berhak tau apa yang tengah dialaminya"
"....."
"Dimas"
Deg
Deg
DegTelingaku berdenging. Nafasku tercekat dan detak jantungku semakin kuat. Hingga rasanya dadaku terasa sesak dan sakit. Aku membekap mulutku seketika, kembali menatap mas Ibra untuk mencari jawaban yang benar. Namun lagi-lagi aku harus ditampar kenyataan. Tidak ada pendar kebohongan dalam matanya. Bahkan kini mata tajamnya sudah meloloskan lelehan air mata. Mas Ibra terisak.
"Di-dimas? Maksud mas Ibra mas Dimas tetangga Kanaya?" Aku lagi-lagi hanya memastikan. Berharap jawaban mas Ibra kali ini adalah jawaban yang ku inginkan. Namun, aku harus menerima ketika mas Ibra mengangguk kan kepalanya lemah. Dan saat itulah aku benar-benar tidak tahu harus apa. Bingung, takut, dan rasa sakit menjadi satu.
Tapi aku tidak bisa menangis. Entah kenapa. Yang jelas saat ini perasaan sakit yang teramat sangat begitu mendominasi. Entah dibagian mana. Tubuhku seketika terkulai lemah.
"Mbak Laras hamil anak mas Dimas?"
"Iya Nay. Satu bulan yang lalu, tepat setelah aku dan Laras balikan, malamnya Laras minta izin sama aku. Katanya ia harus pulang terlambat karena ada pertemuan reuni teman kuliahnya. Kebetulan saat itu senior dan junior wajib ikut. Jadilah ia izin sama aku pergi dengan Dimas"
"....." Aku melamun. Menatap kosong dinding rumah sakit di depan ku. Namun tak ayal aku tetap mendengarkan cerita mas Ibra.
"Kamu tahu kan kalau Laras dan Dimas satu jurusan namun beda angkatan?" Yeah, aku tahu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU TETANGGA (END)
RomanceWiting Tresno Jalaran Soko Kulino. Bagi Kanaya Adijaya, pepatah Jawa yang satu itu masih menjadi tanda tanya besar pada hatinya. Witing = Permulaan Tresno = Cinta Jalaran = Karena Soko = Dari Kulino = Terbiasa Pepatah yang artinya "Cinta tumbuh k...