Hari ini mbak Laras sudah boleh pulang. Dua mobil terparkir rapi didepan ku. Satu milik mas Andra dan satunya milik mas Dimas. Laki-laki itu benar-benar seperti lelaki yang bertanggung jawab pada umumnya. Ia menemani mbak Laras selalu dari mulai pertama kali mbak Laras masuk rumah sakit hingga kepulangannya.
Bahkan dari yang aku dengar, ia rela cuti dari mengajarnya demi menemani mbak Laras empat hari selama mbak Laras dirawat. Sepertinya ...
"Naya ikut mobil mama aja ya. Biar Laras sama Dimas. Nggak papa kan?"
"....."
"Biarin mereka ngobrol dulu ya Nay" kini suara mas Andra ikut menimpali.
Aku cukup tahu diri atas perkataan mama barusan. Aku lebih dari sekedar tahu kalau mama tengah mencoba membuat jarak antara aku dan Mas Dimas. Aku juga nggak ingin tahu perkara mereka berdua, mbak Laras dan Mas Dimas yang akan seperti apa akhirnya. Aku hanya merasa tersinggung tiba-tiba ketika mama dengan gamblang mencoba membuat jarak terhadapku pada mas Dimas. Mungkin benar, jika aku hanya penghalang bagi mereka berdua.
"Iya ma" kataku akhirnya. Tidak ada pilihan dan aku tidak diberikan pilihan untuk memilih. Aku hanya mampu patuh dengan apa yang mama titahkan.
"Gimana kuliah Nay?" Mama memecahkan keheningan setelah beberapa menit kita menaiki mobil. Aku yang duduk didepan, tepatnya disamping mas Andra melirik mama lewat kaca spion.
"Baik kok ma. Minggu depan tolong ke sekolah ya buat urus berkas-berkas Naya yang dibutuhkan"
"Iya. Jadi kapan kamu berangkatnya nduk?"
"Kalau nggak ada kendala harusnya dua Minggu lagi Yah"
"Sudah lengkapi keperluan mu yang mau dibawa?"
"Belum Yah. Nggak sempet"
"Yowis, Besok kita belanja semua keperluan mu ya"
Aku hanya mengangguk menanggapi pernyataan Ayah. Lalu fokusku kembali melanglang buana. Mataku memang menatap pemandangan dari luar jendela mobil. Tapi, pikiranku tidak pada tempatnya. Jauh dalam lubuk hatiku berperang hebat. Memikirkan dua insan yang kini entah dimana dalam mobil berdua.
Apa yang tengah mereka bicarakan? Keputusan apa yang tengah mereka rundingkan untuk ini semua? Apa memang seharusnya mereka menikah persis seperti mimpiku tadi? Atau ... Terlalu banyak atau dan bagaimana yang berkeliaran didalam kepalaku hingga aku menghela nafas berkali-kali.
"Nay?"
"....."
"Kanaya?!"
Aku tersentak ketika guncangan pada bahuku aku rasakan. Mas Andra dengan tampang bertanya-tanya menatapku seketika, "Kamu kenapa sih? Dari tadi di panggil nggak nyaut-nyaut! Udah sampai"
Kepalaku celingukan ke kanan dan kiri seketika. Dan benar saja, mobil mas Andra sudah berhenti di pelataran rumah. Ayah dan Mama bahkan sudah turun dari dari mobil tanpa aku sadari. Astaga .... Sebenarnya aku ini kenapa.
"Nggak mau turun kamu?"
"Iya aku turun"
Akupun dengan pelan turun dari mobil. Dan mas Andra juga yang memasukkan mobilnya dalam bagasi setelah memastikan aku keluar dari mobilnya. Hal pertama kali yang aku dapati ketika sampai dalam rumah adalah, sosok Mas Dimas yang baru saja keluar dari dalam kamar Mbak Laras. Ia terlihat menutup pintu dengan pelan. Dan setelahnya tubuh pria itu bergerak. Detik selanjutnya ketika tubuhnya berhadapan denganku adalah, sebuah tatapan terkejut ia berikan padaku.
Aku hanya menatapnya sekilas lalu melanjutkan kembali langkahku. Mengabaikannya adalah pilihan terbaikku saat ini. Selain aku yang tidak tahu harus bersikap bagaimana, aku juga masih dalam keadaan yang tidak cukup mampu untuk menghadapinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU TETANGGA (END)
RomanceWiting Tresno Jalaran Soko Kulino. Bagi Kanaya Adijaya, pepatah Jawa yang satu itu masih menjadi tanda tanya besar pada hatinya. Witing = Permulaan Tresno = Cinta Jalaran = Karena Soko = Dari Kulino = Terbiasa Pepatah yang artinya "Cinta tumbuh k...