Langkah kakiku berhenti seketika saat suara mama terdengar keras memanggilku. Kepalaku menoleh cepat menatap beliau dan orang-orang yang masih belum menyelesaikan makan malamnya di meja makan.
"Mau kemana? Makan malam belum selesai Nay"
"Ini lebih penting dari makan malam Ma!" Kataku dengan nada yang tidak biasa. Aku tidak marah, tidak. Sungguh. Aku hanya terbawa suasana gara-gara telfon yang ku terima beberapa menit lalu. Telfon dari Manda yang benar-benar membuatku langsung kalang kabut dan khawatir seperti ini.
Gadis itu tiba-tiba menelfonku dengan suara seraknya. Ia bilang ia butuh bantuanku. Serak tangisnya benar-benar membuatku khawatir berlebihan. Dia sahabat ku. Ya Tuhan ...
"Makan dulu baru keluar!"
"Nggak ada waktu Mas! Ini Manda benar-benar butuh Naya"
"Manda kenapa emangnya"
"Nanti aja ngomongnya. Naya buru-buru! Assalamualaikum~~" Dan akhirnya aku keluar dengan membawa motor matic milikku. Menerobos dinginnya malam yang dilengkapi dengan rintik hujan mulai turun berjatuhan.
Hingga beberapa saat kemudian, aku menghentikan motorku. Memarkirnya pada sembarang tempat di wilayah taman kota. Kakiku bergerak menelusuri taman yang tidak terlalu luas ini agar segera menemukan sosok Manda. Dan sesaat kemudian, nafasku tersengal. Pandangan ku jatuh pada sosok gadis dengan kaos oblong dan hotpants yang membalut tubuhnya. Tubuhku bergerak mendekatinya. Memperhatikan gadis itu, memastikannya jika itu memang benar-benar Manda.
Jantungku mencelos seketika saat mengetahui sosok Manda yang memprihatinkan. Wajah cerianya terlihat sendu lengkap dengan beberapa luka lebam pada sekujur tubuhnya. Ketika ia menyadari kehadiran ku, kepalanya mendongak. Menatapku dengan kerjapan lucu kedua kelopak matanya. Dan detik berikutnya ia terisak keras sambil menarik tubuhku untuk dipeluknya.
Ia menangis kencang. Ya Tuhan ...
"Man, Lo kenapa? Kok bisa--"
"Jangan tanya dulu! Pokoknya Manda mau nangis dulu Nay!"
Aku menghembuskan nafas panjang lalu mendudukkan diriku tepat disampingnya. Memberinya pelukan dan usapan lembut pada punggungnya.
"Lagi??" Tanyaku yang mendapat anggukan pelan dari Manda. Gadis ini menarik ingusnya pelan, kemudian melepaskan pelukanku. Ia menatapku.
"Manda harus gimana Nay? Manda takut .."
"Kali ini alasannya apa?" Sungguh, jika aku menjadi Manda saat ini mungkin aku lebih memilih jalan bunuh diri untuk mengakhiri semua kesakitan dan kekerasan yang selalu ia terima dengan ataupun tanpa alasan yang jelas. Ini sudah menjadi lagu lama cerita dari gadis seperti Amanda. Teman sekaligus sahabatku ini sudah lama mengalami hal paling menyakitkan selama hidupnya.
Kekerasan yang selalu ia terima dari Ayah kandungnya.
"Malam ini kamu tidur di rumah gue aja ya"
"Bunda nanti nyariin. Manda juga nggak mau ninggalin bunda sendirian dirumah. Gimana kalau Ayah nyakitin Bunda lagi. Manda--"
"Ssssst. Lo tenang dulu ya. Yang terpenting Lo aman dulu Man"
"Aku nggak bisa ninggalin Bunda sendirian di rumah dengan Ayah Nay. Aku takut"
"Ya tapi gimana?! Lo nggak mungkin kan kembali kerumah lagi. Lo--"
"Naya!!"
Aku menoleh. Menghentikan usapanku pada punggung Amanda. Kini kepalaku tertuju pada sosok laki-laki tinggi dengan kaos hitam dan celana kerjanya yang tengah berjalan mendekati ku. Laki-laki itu lengkap dengan raut khawatir dan nafasnya yang ngos-ngosan setelah berdiri tepat di depanku. Kedua tangannya bersidekap dada dengan mata memicing.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU TETANGGA (END)
Любовные романыWiting Tresno Jalaran Soko Kulino. Bagi Kanaya Adijaya, pepatah Jawa yang satu itu masih menjadi tanda tanya besar pada hatinya. Witing = Permulaan Tresno = Cinta Jalaran = Karena Soko = Dari Kulino = Terbiasa Pepatah yang artinya "Cinta tumbuh k...