"Gimana keadaan Adik saya dok?" Mas Andra bertanya kepada dokter yang tengah berkunjung pada bangsal mbak Laras pagi itu. Hanya ada aku, mas Andra dan tentunya laki-laki itu yang kini berada di ruang rawat mbak Laras.
"Nyonya Laras sudah baik-baik saja. Hanya tinggal pemulihan untuk jahitannya saja. Memang kemarin sempat mengalami pendarahan hebat, tapi Puji Tuhan semuanya dilewati dengan baik"
Aku dan mas Andra seketika bernafas lega. Kini pandangan ku menyapu mbak Laras yang sudah siuman. Mbak ku itu terlihat tersenyum kecil walaupun gurat-gurat kepahitan tergambar jelas di wajahnya. Tanpa menyurutkan semangatnya, akupun membalas senyumannya lebar.
"Jadi, kapan boleh pulang?" Tanya mas Andra lagi.
"Kalau itu kita lihat kondisi ibu Laras ya pak. Kalau besok sudah lebih baik lagi, lusa sudah boleh pulang"
"Terimakasih ya dokter"
"Sama-sama. Untuk ibu Laras, kalau ada keluhan apapun jangan sungkan konsultasi ya. Semangat dan cepat sembuh"
Setelahnya, dokter muda itu mengacir pergi. Kini hanya tinggal aku mbak Laras mas Andra dan Mas Dimas di ruangan ini. Aku bergerak untuk mendekati sisi kanan ranjang mbak Laras. Tanganku lagi-lagi memegang tangannya.
"Mbak, kalau udah pulang nantik, aku deh yang bakal bantuin Mama dan kue-kuenya. Jadi mbak tinggal ongkang-ongkang aja di rumah okey??" Candaku sedikit memecah keheningan. Dan mbak Laras lagi-lagi tersenyum kecil menanggapi ku.
"Bener ya. Kamu yang bilang"
"Iya mbak. Mbak tapi harus sehat dulu itu syaratnya"
"Doain ya dek"
"Pasti dong"
"Ngomong-ngomong Mama sama ayah dimana?"
"Mama sama ayah lagi dijalan mbak. Mungkin sebentar lagi sampai. Mbak ada yang dibutuhin?"
"Nggak ada. Mbak cuma laper aja. Tapi nggak doyan makanan rumah sakit nggak ada rasanya"
"Naya beliin ya. Mbak tunggu disini dulu"
"Kamu nggak papa?"
"Nggak papa. Mbak tunggu disini ya?"
"Iya"
Aku pun pamit keluar dari ruangan mbak Laras. Namun aku tidak sendirian. Melainkan diikuti mas Andra yang kini berjalan disisi kiri ku. Aku berjalan pelan, melewati lorong rumah sakit yang kebetulan terlihat lenggang. Aku terdiam tidak banyak bicara seperti biasanya. Entahlah, aku dan orang-orang masih tidak tahu harus bicara apa. Hingga suara pelan mas Andra memecah keheningan diantara kami.
"Jangan sepenuhnya nyalahin Dimas ya Nay?"
Langkahku berhenti seketika. Aku menoleh, menatap mas Andra sebentar sebelum aku kembali melangkahkan kaki, "Maksud mas?"
"Kamu tahu maksud mas. Kamu pasti sudah dengar ceritanya dari Ibra kan? Ibra yang bilang"
"Nay nggak tahu harus gimana mas. Naya ... Naya juga bingung harus bersikap bagaimana"
"....."
"Mau marah, tapi apa hak Naya buat marah? Marah pun, harus dilampiaskan pada siapa? Naya nggak ada hak sama sekali dalam masalah kali ini"
"....."
"Naya cuma ingin semuanya kembali baik-baik aja. Naya cuma mau yang terbaik buat keluarga kita"
"Mas juga nggak tahu Nay harus bagaimana. Mas terlalu bingung untuk mengahadapi masalah ini"
Mas Andra berhenti. Dan otomatis aku juga ikut berhenti. Kakak sulungku itu terlihat menatapku lamat-lamat lalu kedua tangannya ia jatuhkan pada kedua pundakku. Meremasnya pelan, "Kamu bakal baik-baik aja kalau Laras dan Dimas dilanjutkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU TETANGGA (END)
RomanceWiting Tresno Jalaran Soko Kulino. Bagi Kanaya Adijaya, pepatah Jawa yang satu itu masih menjadi tanda tanya besar pada hatinya. Witing = Permulaan Tresno = Cinta Jalaran = Karena Soko = Dari Kulino = Terbiasa Pepatah yang artinya "Cinta tumbuh k...