-𝑃𝑜𝑙𝑎𝑟𝑜𝑖𝑑 𝑙𝑎𝑚𝑎-

2.8K 517 46
                                    

-Happy reading 🍁
-sorry for typo(s)

🍑

Adrian terbangun jam setengah dua pagi, tentunya pandangan pertama yang Adrian lihat adalah empat anak kembarnya yang tidur berjejer di kasur di bawah ranjang, iya, si kembar tidur di bawah, karena kalo tidur di ranjang berempat ditambah Papa, Adrian ngeri pada gantian jatoh, di kamarnya di rumah Bandung nggak ada karpet playmat jadi masih agak was-was Adriannya

Fyi dari kecil si kembar kalo tidur suka muter-muter nggak mau diem.

Adrian tersenyum tipis, mengusap surai si bungsu yang paling dekat dengannya, "badan udah kaya ban bocor gini dek dek, plester di mana-mana" Gumamnya

Fyi lagi, yang nyusruk ke selokan kemarin itu semuanya, di mulai dengan Aidan yang berhenti mendadak, dan Agam yang paling akhir, yang nggak bisa ngerem karena lari kenceng, berakhir tiga kembar yang udah berhenti, kedorong semua masuk selokan, lecet semua dah tuh, apa lagi si embul, untung aja palanya nggak ngajedot tembok samping selokan, bisa makin aneh si adek satu itu.

Adrian berakhir menghela nafas, mengusap wajahnya sebelum kemudian berdiri hanya untuk duduk di tepian ranjang. Adrian itu jarang kebangun dini hari semenjak si kembar besar, karena sekarang kan yang biasa ngrengek tengah malam minta susu udah pada gede, tapi malam ini entah kenapa Adrian kebangun, rasanya tidurnya nggak nyenyak banget.

Sebenarnya, kalo boleh jujur, sekarang Bandung udah nggak semenyenangkan dulu, atau mungkin sejak beberapa tahun lalu, Bandung udah nggak seistimewa itu bagi Adrian.

Sejauh ini, menjalankan dua peran di dalam rumah yang isinya hanya satu pria dewasa dan empat anak kecil, cukup berat bagi Adrian, malahan berat banget, Adrian harus pergi pagi pulang malem buat cari uang, buat menuhin segala kebutuhan anak-anak, belum lagi pas pulang harus ngurus empat anak sendiri. Kalo bukan karena malu sama Mama, Adrian udah ngeluh banyak banget, mungkin juga udah banyak kata nyerah yang keluar dari bibirnya, benar, capeknya kadang bikin nggak kuat, ngurus empat anak, empat kepala, Adrian harus belajar ngertiin isi kepala empat-empatnya, pr berat banget.

Belum lagi di luar capek itu, awal-awal si kembar lahir, banyak banget omongan-omongan yang nggak ngenakin hati, yang kadang bikin emosi batin. Waktu itu Adrian nahan banget buat nggak nanggepin omongan-omongan orang, yang Adrian berani sumpah, itu semua salah besar. Omongan jika anak-anaknya itu anak haram, bukan sekali dua kali Adrian dengar, udah berkali-kali Adrian dengar, tapi si Papa cuman bisa diem, toh nyatanya bukan, sama sekali bukan, anak-anaknya itu anak kandungnya, anak yang ada dari hubungan sah, bukan seperti yang orang-orang tau selama ini.

Mungkin malam ini Adrian akan kembali membuka luka lama, oh atau bisa di bilang kenangan terindah?

Adrian menarik sebuah kotak penyimpanan dari bawah ranjang, kemudian ia taruh di pangkuannya sebelum ia buka penutup kotaknya. Kotak itu berisi foto-foto lama, foto-foto Adrian bersama teman-teman semasa SMA dulu.

Adrian meraih satu polaroid, dimana di isi gambarnya, ada Adrian remaja yang tersenyum sok keren sedang berdiri di tengah antara dua perempuan. Seingatnya, polaroid ditangannya di ambil saat acara class meeting kelas 11, di mana Adrian waktu itu baru saja memenangkan pertandingan basket antar kelas, kemudian anak-anak perempuan kelasnya banyak yang meminta foto, tak lain dua perempuan di foto, dua sahabat semasa sekolah

Anna Ali Anin.

Begitu tulisan di balik polaroid yang sedang ia genggam. Dan satu nama di sana, hampir dua belas tahun ini tak pernah Adrian sebut lagi, bahkan Adrian sampai lupa, pada dirinya di masa lalu yang sehari pun tak pernah melewatkan menyebut nama itu dengan cerianya.

[9] Rafan's Daily || 𝙽𝚌𝚝⁰⁰Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang