-𝐽𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑗𝑎ℎ𝑎𝑡, 𝐾𝑎𝑘𝑎𝑘-

1.9K 428 84
                                    

-happy reading 🌼
-sorry for typo(s)

🍑

Adrian kembali lagi kesini, ke tempat yang belum lama ini ia singgahi karena jagoannya tak sengaja terjatuh. Sekarang, Adrian kembali juga karena jagoannya. Karena anak kecilnya, anak kecilnya yang entah sedang kenapa, sakitnya kali ini membuat Adrian dihinggapi rasa takut yang begitu.

Dengan napas yang memburu karena panik, Adrian menatap adik-adiknya, yang kini raut wajahnya tak kalah khawatirnya dengan Adrian.

"Kenapa Dek? Anak Abang kenapa?" Tanyanya.

"Nggak tau Bang, tadi katanya haus, Dery tawarin ambilin minum nggak mau, dia mau ambil sendiri, tapi belum sampai minum tiba-tiba udah jatuh, tiba-tiba kejang. Dery nggak apa-apain anak Abang, demi Tuhan, bukan Dery."

Adrian mengusap wajahnya, menepuk bahu si adik bungsu pun mengusapnya beberapa kali. Deryan pun sama seperti Asaa, sangat takut di salahkan. Padahal Mama Papa tidak merawat anak-anaknya seperti Adrian merawat anak kembarnya.

"Abang nggak nuduh Dery. Abang tanya kondisi anak Abang," katanya menenangkan, "tadi kesini sama siapa?" Tanyanya, mendudukkan dirinya agar si adik kembar ikut duduk.

"Kita berempat aja, Bang Luke yang bawa mobil Abang," cicit Dejun.

Tangan Adrian langsung terulur memberi tepukan sayang di kepala sulung Arianka, "Itu berani, hebat da adik-adiknya bang Ali mah. Udah sigap banget nolongin keponakannya. Makasih ya."

Arianka mengangguk. Tarikan napasnya sudah mulai terdengar lega, tidak seperti sebelumnya.

"Abang, tadi Adeknya Ileen baik-baik aja kan?"

Tubuh kecil si keponakan ia tarik lembut, ia bawa ke pelukannya, ia usap-usap punggung Rafanu yang gemetar ketakutan. Lucas pernah ada di posisi si sulung itu, seberapa sering pun rasa iri hinggap karena adik, ia akan tetap khawatir akan kehilangan sosoknya. Mendengar sakitnya sedikit saja, ia pun turut ikut sakit.

"Adek oke, tadi badannya panas banget, adeknya Abang mungkin kepanasan jadi bobo. Adek oke, Abang," ujarnya dengan lembut, seperti bagaimana dulu Kakak-kakaknya menenangkan khawatirnya.

Aileen menangis, meluapkan semua rasa khawatirnya untuk adik bungsunya. Adik bungsunya yang ia sayang sama besar dengan dua adiknya yang lain.

"Abang takut... hiks... Abang nggak mau Adek sakit lagi," tangisnya.

Aidan pun ikut menangis, tapi tidak bersuara, hanya bibirnya saja yang mencebik dengan air mata yang terus jatuh di pipinya. Adrian yang melihatnya terkekeh kecil, kemudian menarik si kecil untuk ia peluk.

"Adeknya oke Abang, jangan crying oke? Doain adeknya cepet sembuh aja yuk."

"Eum, yuk," sahutnya.

Ketika Adrian sedang sibuk menenangkan tangis si kecil Ai, ia tidak sadar jika anak kecilnya yang lain pun butuh ditenangkan. Anak kecil yang sekarang berdiri menatap lurus ke arah ruang di mana adiknya sedang ditangani oleh dokter. Tangan kecilnya terus meremat tali tas sekolahnya, menandakan sebesar apa rasa khawatir yang sedang ia coba tenangkan sendiri.

"Ya Allah ayo cepet sembuhin Adeknya Agam. Agam nggak mau main bertiga lagi, Agam mau berempat," gumamnya.

"Dek? Sini, tunggu sini sambil duduk."

Agam menoleh memerhatikan Papa, Abang kembar dan dua kembarannya yang juga menatapnya, kemudian anak itu menggeleng. Papa sudah memeluk Aidan, maka jika ia berbalik dan ikut bergabung pun khawatirnya tetap tidak bisa ditenangkan. Karena tenang Agam selain Asaa adalah Papa, bahkan Aidan dan Aileen yang memiliki posisi sama dengan Asaa pun terkadang tidak bisa menjadi tenangnya Rafano Agam.

[9] Rafan's Daily || 𝙽𝚌𝚝⁰⁰Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang