1 | 10 menit

11.7K 419 56
                                    

Ya, namanya juga hidup. Harus terus berlanjut meski rasanya seperti dihantam kenyataan pahit bertubi-tubi.

Kehidupan yang dijalani Naresh setelah lulus SMA, ternyata WOW juga. Setelah kecelakaan maut yang nyaris menewaskan dirinya kala itu, semua orang jadi super duper over protektif padanya.

Terutama Bunda.

Larangan Bunda yang paling nggak boleh Naresh bantah kala itu adalah; naik mobil.

Padahal Naresh sudah biasa saja. Memang sih di hari-hari itu cukup berat dia jalani. Dia masih kadang terbayang-bayang meski sudah terlewat cukup lama. Belum lagi mimpi buruk yang nggak absen merecokinya setiap malam.

Tapi kayaknya nggak sebanding dengan apa yang dia rasakan semasa lulus SMA dan masuk perguruan tinggi.

Naresh akui, dirinya bego. Semasa di Mandala pun dirinya cuma main-main saja dan bikin banyak orang pusing tujuh keliling karena banyak tingkah.

Tapi, hal itu akhirnya bikin dia menyesal dan melakukan sistem kejar-tayang secara ugal-ugalan. Dia harus melalui serangkaian bimbel dan tutor sana-sini biar scorenya nggak ngejeblok pas test.

Turut didukung dengan siraman motivasi yang sebetulnya, Naresh rasa, lebih tepat dikatakan aksi roasting terselubung dari Jessica dan Raga yang nggak absen ngoceh lewat telepon guna memantau dirinya.

Lainnya juga sama, meski Naresh tahu dirinya harus berusaha sedikit lebih lebih lebih keras daripada yang lain karena sadar.. kapasitas otaknya.. jongkok.

Eh? Tau-tau keterima dong!

Memang, berkat doa Ibu dan usahanya yang segigih ikan badut yang rela mengarungi samudera demi mencari anaknya ini nggak sia-sia.

Meski akhirnya, Naresh harus menghabiskan 5 kantong infus di rumah sakit setelah ditemukan pingsan di dapur karena asmanya kambuh sampai dia mengira dirinya sudah dijemput ajal.

Nggak lucu juga dong kalau Naresh tiba-tiba mati setelah jungkir balik kayak gitu. Dia masih pengen nikah dan pengen.. hmm.

Endingnya? Bunda ngomel lagi.

Winter juga dimintai bantuan buat ikut mengendalikan Naresh agar lebih penurutan dan nggak bertindak seenak jidatnya lagi. Karena Bunda tahu, Naresh itu lebih mempan dibilangi Winter daripada yang lainnya.

Yah, Winter nggak bisa menyangkal itu sih. Entahlah, ada kelaian apa di otak anak itu. Tapi ada baiknya juga, Naresh jadi lebih penurut padanya.

Jadwal ospek kampusnya masih sebulan lagi. Jadi Winter masih bisa menghabiskan waktu sama Naresh sebelum pindahan ke kost-an. Ya. Naresh dan dirinya beda kampus.

Maka hari ini, Winter berkeinginan mengajaknya jalan-jalan. Suntuk juga dirumah terus. Naresh tuh orangnya mageran parrrah. Winter sebetulnya juga sama sih, tapi masih dalam taraf yang wajar.

Agenda ngedate mereka mentok mentok paling ya main ke tempat dekat-dekat sini saja. Lalu makan ke resto langganan. Jajan jajan unyu gitu. Sisanya lebih banyak dihabiskan dirumah. Entah nonton film--yang kadang berakhir filmnya yang nontonin mereka--atau melakukan aktivitas menyenangkan lainnya.

Winter menanjaki tangga rumah Naresh yang terlalu sepi dari biasanya. Dia sempat mengira nggak ada orang dirumah. Tapi setelah mengecek ke kamarnya, ternyata anak itu masih tidur.

Jangan kaget Winter bisa blusukan kerumah ini selayaknya rumah sendiri.
Karena hampir separuh hidupnya, Winter habiskan disini.

"Udah jam sepuluh masih tidur." Winter duduk ditepi kasur. Meraba kepala Naresh yang masih asik memejamkan mata. Selimut membalut sampai leher. Asik berkelana di alam mimpi. "Bangun, bangun!"

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang