"Babe, jadi nggak?"
Naresh tersentak. "Hah?" Lamunannya buyar seketika saat mendapati sosok Winter telah berdiri dihadapannya, dandan cantik dan siap berangkat. "O-oh! Jadi sayang jadi!"
"Buruan. Aku tunggu di mobil."
Winter melipir duluan usai mengucapkannya dengan nada datar. Naresh menatap punggung perempuan itu yang kini lenyap tertelan pintu. Tanpa menoleh kebelakang sedikitpun.
Akhir pekan, Naresh berencana buat jalan-jalan sama Winter. Sebab selama beberapa bulan terakhir, mereka memang jarang banget main keluar karena dirinya sibuk.
Usai memastikan pagar rumah terkunci, Naresh masuk ke bagian kemudi. Dia pasangkan sabuk pengaman Winter yang selalu kelupaan. Dahinya mengernyit saat melihat wajah istrinya yang kelihatan lesu. Kepalanya bahkan disenderkan ke kaca mobil.
Naresh menyentuh bahunya. "You okay?"
Tanpa menoleh ia menggeleng.
Naresh batal menyalakan mesin. "Mending batalin aja jalannya kalau kamu sakit terus gak mau bilang."
"Aku nggak sakit, Naresh." Winter menjawab, terselip nada jengkel dari suaranya. "Cuma lagi pengen diem aja. Kenapa sih cerewet banget."
Nah, kan? Sensi lagi. Gue cuma nanya aja di nyolotin. Ntar gue diemin makin ngambek. Trus gue mesti gimana anjrit?! Naresh membatin gusar.
Naresh melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota. Sepanjang jalan hanya Naresh yang ngoceh sementara Winter diam, dengan wajah dibuang ke luar kaca.
"Kamu pengen jajan apa?" tawar Naresh saat mereka berhenti di parkiran alun-alun kota. Terdapat banyak street food yang berjejer disana. Naresh kira Winter bakal ceria dan antusias ketika diajak kesini seperti hari-hari sebelumnya, tapi dia hanya diam persis orang kehilangan gairah hidup.
"Sayang," Naresh memanggil lembut. Tangannya terulur mengusap kepala Winter. "Kamu lagi dapet, ya?"
"Gak."
Jawaban ketus dan singkat yang lagi-lagi Winter lontarkan. Naresh harus lebih sabar lagi. "Yaudah, kita keluar yuk jalan-jalan. Liat burung merpati disana tuh, nanti kita kasih makan, mau?"
Winter menimbang sejenak lalu mengangguk. Naresh tersenyum dan keduanya keluar dari mobil.
Sore itu mereka habiskan disana dengan memberi makan merpati, jalan-jalan, membeli makanan yang biasa mereka nikmati saat SMA dulu.
Sewaktu menjelang petang, Naresh mengajaknya pulang. Winter nggak seketus tadi, dia sudah bisa ketawa dan ngoceh juga. Mungkin karena mood yang buruk suasana hatinya jadi berubah-ubah.
"Yuk, pulang."
Winter justru berhenti. Membuat Naresh yang hendak membukakan pintu mobil kembali berjalan ke arahnya. Wajah Winter berkeringat, dia beberapa kali kedapatan menelan ludah seperti menahan sesuatu.
"Kenapa diem disitu?"
"Pusing, Na." Winter berbisik dengan wajah pucat dan gelisah. Suaranya memelan tanpa diniatkan. "Rasanya lemes banget."
"Hah? Gimana?"
Naresh sigap mendekat. Winter menggeleng pelan dengan wajah pucat. Kelihatan semakin lemas.
Naresh memeluk bahunya dengan wajah cemas. "Perutmu sakit lagi?"
Winter bersandar di dadanya sambil tetap berpegangan pada lengan Naresh karena takut ambruk. Kepalanya berat dan pusing sejak tadi.
"Kayaknya kamu kecapean beneran deh." Sebelah tangannya berada di perut, mengusapnya perlahan. "Kita pulang, ya?"
Winter hanya diam sambil memejamkan mata. Mencoba mereda sensasi tak nyaman diperutnya. Bikin Naresh makin resah sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wuf You ✓
Romance[ Book II ] Kelanjutan cerita Nareshwara dan Winter Cassandra dari book sebelumnya yang berjudul Winter.