Kalau ditanya, apakah Winter bahagia dengan kehidupannya sekarang?
Jawabannya; iya.
Bahkan lebih bahagia dari yang pernah ia bayangkan.
Dulu, jangankan menginginkan pernikahan, membina rumah tangga atau memiliki seorang anak yang lucu. Memikirkan tentang itu saja Winter rasanya ngeri.
Bahkan pernah terbersit dalam benaknya untuk nggak akan menikah seumur hidup. Realita pahit yang dipertontonkan didepan matanya, bikin Winter kehilangan keinginan buat mengidamkan sebuah pernikahan.
Winter sering merasa.. dirinya nggak pantas untuk siapapun. Dan terlalu takut pada kemungkinan kemungkinan buruk yang bahkan belum terjadi.
Ketika kenyataannya hal itu nggak semenakutkan bayangannya.
Meskipun jarang bisa serius, slengean dan hobi bercanda terus, tapi Naresh itu bertanggung jawab dan satu-satunya orang yang bisa mengerti dirinya tanpa mesti bertanya. Winter kayaknya nggak bakal kepikiran buat nikah kalau nggak sama Naresh.
Sekarang, Winter nggak minta banyak. Cukup melihat Aran tumbuh dengan baik dan sehat, Naresh ada disisinya, itu sudah lebih dari cukup buatnya.
"Mama!"
Winter menoleh, refleks merekahkan senyum saat melihat Aran berlari ke arahnya dengan ransel biru yang berayun kencang karena dia berlari.
Para murid-murid TK lainnya berhamburan keluar berlomba menyerbu para penjemput masing-masing yang berada di luar pagar.
Winter mengusap surai legamnya saat Aran telah berdiri didepannya sambil mendongak dengan cengiran manis. "Jangan lari-lari, nanti jatuh."
"Nggak kok."
"Dibilangin juga."
Winter membuka pintu jok belakang. "Pelan-pelan naiknya, Aran." dan membiarkan Aran duduk pada car seat nya. Setelah memastikan anak itu memasang seat belt dengan benar, barulah Winter beralih duduk di belakang kemudi lagi.
"Udah sayang?"
"Udah, Ma!"
Winter mulai menyalakan mesin mobil sebelum melajukan mobilnya meninggalkan area TK Aran.
"Kamu lapar nggak, Ran?"
"Nggak, sih. Tadi sama ibu guru dibelikan nasi ayam terus dimakan bareng-bareng gitu sama teman-temanku. Tapi kalau Mama ajak aku makan perutku masih muat kok!"
Winter tertawa mendengar Aran yang aktif mengoceh panjang lebar. Mobilnya tertahan saat lampu lalu lintas berwarna merah.
Winter meliriknya lewat rear-view mirror. "Asik nggak sekolahnya tadi? Di ajarin apa aja sama Ibu guru?"
"ASIK BANGET!" Aran berseru antusias, kedua matanya sampai melebar dengan binar bahagia. "Mama! Mama tau gak, aku tadi dapet bintang 5 loh! Katanya bu guru gambaranku bagus!"
Mobil itu kembali melaju dengan Winter yang masih senantiasa mendengarkannya bercerita dengan nada penuh semangat. "Oh, yah? Emangnya kamu gambar apa?"
"Tadi sama Bu guru disuruh gambar kayak keluarga gitu. Terus aku gambar Papa, Mama, aku sama pemandangan gunung terus awan-awan gitu."
"Waduh, keren banget."
Winter mengemudikan mobilnya dengan kecepatan normal sembari membagi fokus pada Aran yang masih terus bercerita panjang lebar terkait apa saja yang ia lakukan disekolah. Hingga mereka terhenti didepan sebuah gedung pencakar langit yang kontan bikin Aran melongo takjub.
"Turun, yuk."
"Kita kenapa ke kantor Papa, Ma?"
Winter bantu melepas seat belt Aran. "Kita makan siang bareng Papa hari ini." Aran manggut-manggut dengan bibir membulat. "Ooooh." Dia menolak saat Winter hendak melepas ransel dari punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wuf You ✓
Romansa[ Book II ] Kelanjutan cerita Nareshwara dan Winter Cassandra dari book sebelumnya yang berjudul Winter.