30 | turned out

1.9K 160 38
                                    

warning : dikit🔞

*

Beberapa bulan kemudian.

"Papa.."

"Ya?"

"Papa!"

"Iyaaaa."

"Papa!"

"Iyaa, sayang." Winter menyahut sambil berjalan mendekati mereka yang lagi berada di ruang tengah. Naresh berbaring di atas karpet, menemani Aran yang lagi mengacak dan menyusun mainannya. Sesekali menaruhnya diatas wajah Naresh dan tertawa ceria.

"Eleh, gayamu teriak-teriak biar Mama datang kesini kan." Naresh mencibir. "Caper banget, sih."

Aran nampak tak menggubris ucapan Naresh barusan, antara tak mengerti atau tak peduli. Dia telah asik kembali menyusun mainannya dengan bibir yang sesekali dikerucutkan saat susunannya jatuh.

"Tadi manggil papa papa, sekarang dicuekin." Naresh menatap si bocah botak mungil itu.

"Dia manggil karena awalnya kamu cuekin duluan. Sekarang dia balas dendam."

"Dih, durhaka loh." Naresh geleng-geleng menatap tak percaya. "Kamu sini dong."

"Kenapa?" Meski bertanya datar, Winter tetap berjalan menghampiri Naresh. Lalu duduk bersimpuh didekatnya. Naresh nyengir lalu mengangkat kepala untuk direbahkan diatas pangkuan Winter. "Aku jadi nggak bisa manja-manjaan sama kamu sejak ada orang ketiga."

"Orang ketiga?" Winter mengreyit tak paham.

"Si botak tuh."

Winter memutar bola mata tapi habis itu tergelak. Ia mengurai rambut Naresh dengan jari-jari. "Masa anaknya di katain orang ketiga sihhh."

"Mau jalan-jalan nggak?"

"Nggak."

Naresh mengangkat dagu untuk menatapnya. "Kamu nggak jenuh dirumah terus?"

"Nggak dong." Winter berpaling pada Aran, lalu tersenyum. "Kan ada Aran sekarang."

"Aran doang?" Naresh agak murung.

"Yaiyalah, emang siapa lagi?"

Jika tadi agak, sekarang jadi sangat murung. "Sungguh teganya dirimu~ menduakanku~"

Winter ketawa. "Kumat."

"Posisiku dirumah ini udah bener-bener lengser gara-gara nih bocil." Naresh menyundulkan jari tengah dan telunjuknya ke punggung mungil Aran yang sontak menuai delikan tajam Winter. Tak lupa toyoran dikepalanya.

"Aduh!"

"Sembarangan banget deh kalau nyentuh anaknya." Winter berganti memukul punggung tangan Naresh. "Dia itu masih kecil. Kamu kira kucing? Main dorong-dorong aja!"

Naresh tergelak. "Itu pelan, Yang. Lagian dia diam aja tuh." Justru semakin gencar menjahilinya. Naresh menyelipkan tangan ke pinggang Aran, lalu menusukkan jari telunjuknya disana sampai anak itu menggeliat. Winter menarik tangan Naresh lantas- "ARGHHH!"

Aran tertawa melihat Naresh kesakitan. Dan itu menguapkan kekesalan Winter dalam sekejap. Winter menggendongnya di pangkuan yang otomatis membuat kepala Naresh tersingkir seketika.

Naresh manyun sambil menyangga kepala dengan telapak tangan. Siku sebagai tumpuan. Aran cukup anteng di pangkuan Winter, sesekali mengulurkan tangannya kedepan yang disambut Naresh dengan baik.

"Mau gendong Papa?" Telunjuk Naresh digenggam dengan jari-jari mungilnya, digoyang-goyangkan lucu oleh Aran. Seakan mengerti, anak itu menggeleng, memicu raut cemberut Naresh.

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang