39 | pilu membiru

1.3K 180 45
                                    

Jeriko mengendarai mobilnya meninggalkan kawasan kantor. Range Rover hitam itu melaju membelah jalanan ibu kota.

Jeriko berdecak saat jalur utama ditutup yang bikin dia mesti mengambil jalur lain untuk sampai dirumah.

Namun Jeriko lagi-lagi dibuat emosi saat jalanan yang seharusnya bisa ia lewati terhalang kerumunan. Entahlah, Jeriko nggak tahu ada perayaan apa hari ini sampai serame ini. Yang pasti dia betulan dongkol karena mesti kena macet.

Sewaktu Jeriko keluar rupanya ada kecelakaan lalu lintas. Sebuah truk dan mobil.

Jeriko tadinya hendak pergi, tapi kakinya tertahan dengan tubuh mematung saat melihat stiker familiar yang tertempel dibagian kaca belakang mobil yang telah ringsek dan remuk tak berbentuk.

Jeriko mengerjap. "Itu.. bukannya mobil Sakha?"

"Stiker Cars itu gue yang kasih ke Aran."

"Nggak mungkin Sakha, dia di kantor." Jeriko tercekat. Jantungnya seketika mencelos saat melihat plat mobilnya. "Kalau bukan dia terus-"

Kata-kata Jeriko tak dapat terselesaikan, sekujur tubuhnya membeku dan kaku saat melihat sosok berbaju putih yang kini bajunya tak lagi putih melainkan berlumuran darah di bopong oleh tenaga medis.

"ANJING?!" Jeriko spontan berteriak yang selama sejenak mampu menyedot atensi semua orang. "M-mata gue pasti salah."

Jeriko mengerjap berkali-kali bahkan menggosok matanya. Lalu melihat perempuan itu lagi. Kakinya langsung lemas bukan main.

Jeriko mundur selangkah dengan tatapan tak percaya. "Enggak, ini gak mungkin.."

"Mas keluarganya?"  Seorang bapak tua bersama cucunya, bertanya.

Jeriko menoleh, wajahnya diliputi ketegangan. Bapak-bapak itu tersenyum menguatkan. "Perempuan itu merelakan mobilnya terhantam truk untuk menyelamatkan anak-anak."

Ibu-ibu ikut menyahut dengan wajah mengiba. "Dia masih sangat muda. Kasihan sekali, semoga keluarganya diberi ketabahan ya, Mas."

"Dia nggak mungkin tewas!" Jeriko menukas sinis, seraya itu dia menarik langkah cepat turut membantu 2 orang medis untuk memasukkan Winter ke ambulans.

Jeriko tak tahu harus bilang apa. Dia bahkan sudah melupakan tujuan awalnya kesini.

Setelah memastikan Winter di angkut dalam kondisi terluka parah, Jeriko melipir ke mobilnya buat telepon Naresh.

Bahkan tangannya masih gemetar dan berlumuran darah.

Jeriko nggak bisa membayangkan bakal segila apa Naresh jika tahu hal ini.

"Sialan! Kenapa nggak di angkat angkat sih anjing!" Jeriko memaki Naresh yang nggak bisa dihubungi.

Sementara mobil ambulans sudah melaju pergi meninggalkan TKP yang masih disesaki orang, polisi dan tersangka sopir truk yang memarkirkan truknya ditempat yang nggak seharusnya.

Jeriko mengerang frustrasi lalu memasuki mobilnya, dia batal menuju rumah melainkan putar balik ke kantor buat menjemput Naresh.




*





"Baik, jadi untuk proyek bulan ini langsung saj-"

Naresh baru saja mulai bicara saat terdengar ketukan bertubi di pintu. Ke-8 orang yang ada dalam ruangan meeting itu menoleh lalu saling pandang dengan wajah tak nyaman saat ketukan itu makin keras dan kedengaran nggak sabaran.

Naresh tersenyum sungkan, lalu beranjak. "Maaf, sebentar."

Naresh membuka pintu ruang meeting dengan perasaan kesal. Dia berjanji bakal memaki siapapun yang ada dibalik pintu ini setelah meeting berakhir, ketika yang muncul justru-

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang