41 | after

1.2K 189 43
                                    

Hidup akan terus berjalan, tanpa menanti siapapun. Sekalipun dirimu hancur luluh lantak tak karuan.

Naresh mencoba meyakini bahwa akan selalu ada setitik terang didalam dunianya yang gelap gulita. Dia tak bisa terus-terusan hidup dalam kubangan duka. Semuanya harus tetap berjalan.

Walau tertatih-tatih dan penuh kepayahan, Naresh harus memaksa dirinya bangkit dan berjalan. Meski rasanya seperti melangkah diatas pecahan kaca yang berserakan.

Raganya hidup, tapi jiwanya sekarat.

"Nana, sarapan!"

Naresh seperti kembali kemasa kecil. Dimana lengkingan suara Bunda dan Jessica yang mendominasi pagi-siang dan malamnya.

Dia baru akan turun kebawah, meraih kunci mobil dan tas kerjanya saat pintu kamar di dorong tak sabaran. Jessica muncul disana. Berkacak pinggang dengan wajah garang. "Jangan coba-coba kabur sebelum kamu habisin sarapan dibawah."

"Nggih, Mbak~" Naresh memaksakan seulas senyum dengan nada mendayu kalem.

"Cepetan."

Naresh mengekor turun dengan malas.

Rumahnya tak pernah sepi. Orang-orang itu akan selalu datang. Bunda, Jessica, Ayah, kadang Karina bahkan Jeriko juga. Bergantian. Naresh diperlakukan seperti anak kecil yang butuh perlindungan.

Ya. Begitulah.

Kesendirian, kesepian dan duka bakal jadi kombinasi sempurna yang akan menuntut manusia pada jalan yang tak bijak. Naresh paham betul. Mereka hanya tak ingin dirinya terluka. Ketika kenyataannya, Naresh telah babak-belur dari dalam.

Naresh tak pernah benar-benar dibiarkan sendirian. Harus ada yang bersamanya. Mereka terlalu takut Naresh bakal bertindak nekat lagi.

"Aran mau nambah?" Ayura mengulas senyum hangat. Memandangi sosok cucu kecilnya yang lagi menyantap sarapan dengan anteng.

"Enggak, nenek." Aran balik nyengir. Lalu menyuapi dirinya lagi. "Nenek yang masak ya hari ini?"

Ayura mengangguk dengan senyuman. Di usapnya rambut ikal anak itu perlahan. "Aran suka?"

"Suka sekali!" serunya antusias. Lalu menoleh saat kursi disebelahnya ditarik. Naresh duduk disana bersama setelan rapi kantornya.

"Pagi, Papa."

Nareshwara hanya tersenyum. Meski tak dijawab serupa, Aran tetap senang. Papanya terlihat baik pagi ini.

"Aran bekalnya jangan lupa ya." Jessica bertutur diseberang meja. "Udah di buatin nenek, loh. Nanti gak dibawa lagi kayak kemarin."

Aran mengacungkan jempolnya pada Jessica. "Siap, tante Jess!" yang disambut kekehan yang lain.

"Sini, nenek masukin tasnya ya. Biar nggak ketinggalan."

Aran mengangguk-angguk saja. Naresh duduk tenang disebelah. Aran pandangi wajah itu dari samping. Papa kelihatan sedih. Dia ingin sekali mengobrol dengan Papa. Tapi.. rasanya susah.

"Papa."

Naresh memalingkan wajah pada anaknya. "Hm?"

"Hng--enggak jadi." Aran meringis kecil. Habis itu menghabiskan sarapannya dengan cekatan. Melihat itu, Ayura dan Jessica saling lirik dalam diam.

Acara makan pagi itu terintrupsi oleh suara gerungan keras mesin motor. Lalu tak lama kemudian Kenzo melenggang masuk. Menyapa semua orang tanpa terlewat.

"Ma, bensi habis." Kenzo menaik-turunkan alis.

"Isiin pake air sana."

"Yah, mana bisa sih!" Kenzo mengerang. "Ma!"

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang