19 | aduh

1.8K 167 21
                                    

Winter telah membulatkan tekadnya untuk resign yang mana sempat mendapat respon cukup sedih dari beberapa teman kantornya. Meski begitu, Winter berharap keputusannya ini benar.

Usai menyelesaikan perihal itu, Winter kini memilih fokus pada apa yang mesti dia tuju berikutnya.

Kemarin malam, Naresh sudah flight ke Bali. Winter dilarang ikut mengantarnya ke bandara. Usai packing, Naresh meminta dirinya dirumah saja. Winter awalnya menolak tapi Naresh ngotot sambil bilang;

"Kalau kamu disana, nanti aku makin berat mau perginya. Yang ada aku nggak jadi pergi karena inget bakal jauhan sama kamu."

Kedengaran lebay, dramatis dan menggelikan.

Tapi Winter juga nggak bisa menyalahkan sih. Naresh memang gampang kangen berat dan nggak tahan kalau jauhan sama dia. Ibarat, kalau saja Winter bisa diperkecil dan muat di kantong. Mungkin Naresh bakal membawanya kemanapun dia pergi.

4 hari? Nggak masalah.

"Kamu nginep dirumah Bunda aja gimana? Daripada sendirian disini. Aku nggak tenang." Kata Naresh kala itu, 2 hari sebelum dirinya berangkat.

Yang mana usulan itu Winter tolak secara halus. Meskipun Bunda nggak akan keberatan, malah mungkin dia bakal senang Winter disana. Tapi tetap saja, dirinya tak mau merepotkan.

Alhasil Winter memilih tinggal dirumah saja. Naresh juga mengizinkan semisal Winter mau mengajak temannya nginap disana. Asalkan orang itu juga seseorang yang Naresh kenali.

Dan tentunya harus PEREMPUAN.

"Enaknya bikin apa, ya?" Dengan celemek melekat di badan, Winter duduk diatas kursi stool menghadap sebuah iPad yang menampilkan beberapa resep dari internet.

Pengennya sih hari ini Winter bikin makanan manis gitu. Seperti roti kering atau semacamnya.

Lalu pilihan Winter jatuh pada resep sebuah kukis cokelat. Dari cara pembuatan, bahan-bahan yang dibutuhkan dan waktu pengerjaan sepertinya nggak begitu sulit.

Winter mulai eksekusi. Menyiapkan beberapa bahan pada wadah sesuai takaran pada resep. Kompor menyala, digunakan merebus air.

Sampai salah satu bahan disana nggak dia miliki.

"Duh, margarinnya habis." Winter berdecak. Dia meletakkan wadah ke atas meja. Melepas celemek lalu mencuci tangan. "Terpaksa beli dulu, deh."

Winter keluar usai mengunci pintu. Dia menuju minimarket terdekat pakai motor. Setelah sampai dia langsung mencari margarin sekalian membeli apa lagi yang dia butuhkan biar nggak bolak-balik.

Setelah membayar, Winter bergegas pulang. Motor terparkir digarasi, Winter masuk melalui pintu samping.

Winter berjalan santai sambil meneguk Mogu-Mogu rasa stroberi. Awalnya dia masih bersenandung riang, tapi seketika membeku saat hidungnya mencium bau gosong.

Berasal dari arah dapur.

Winter membola, sigap melesat menuju dapur. "ASTAGA?!" Dia memekik saat melihat kobaran api melalap panci dan kompor. "YA TUHAN INI GIMANA!!"

Terdorong rasa panik melihat kobaran api, Winter melakukan sebuah tindakan bodoh. Tangannya terulur hendak mematikan tombol kompor dan-

"Akhhh!" Jilatan api yang menyambar tangannya. "Aw, sakit!" Sensasi perih, panas dan terbakar langsung terasa. Winter meringis, sigap mengambil air lalu mengguyurkan ke kobaran api tadi sampai padam.

Napasnya terengah, peluh membanjiri dahi. Sekarang punggung tangannya terluka karena terbakar. Terasa perih, untung nggak terlalu parah.

"Bego!" Winter menggerutu saat menemukan sebuah serbet terbakar diatas kompor. Itulah pemicunya. Ujung serbet tersulut api dan terbakar. "Ck, gimana gue bisa lupa matiin kompor sih!"

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang