35 | aran?!

1.1K 178 32
                                    

Waktu Aran kebangun di sore hari selepas tidur siang, kamarnya kosong.

Aran duduk dengan dahi yang masih cenat cenut meski benjolannya sudah agak kempes. Ya, dia nggak sekolah juga akhirnya. Karena walau nggak sakit-sakit amat, tapi Aran ogah diledekin teman-temannya disekolah.

Alhasil Winter mengizinkannya buat izin absen sehari.

Aran sebenarnya agak bete pas bangun tapi nggak ada orang. Lalu memutuskan turun dari ranjang buat ke lantai bawah. Sepi banget. Orang-orang pada kemana?

"Mama," panggilan parau Aran hanya disahut keheningan.

Mbak Ana yang biasanya mondar-mandir dirumah dan sigap nongol setiap mendengar suaranya, hari ini juga nggak kelihatan. Dan Aran baru ingat kalau ini weekend. Mbak Ana lagi nggak bekerja.

"Mama!"

Masih nggak ada sahutan.

"Mamaaaaa!"

"Ya sayang! Mama dibelakang sini!"

Aran menoleh ke arah kebun mini yang jadi arah suara Winter. Cekatan Aran menuruni tangga dan berlari kecil kesana.

Pas tiba disana, ternyata bukan hanya Mama tapi Papanya juga ada dirumah. Keduanya lagi.. entahlah, sibuk menanam sesuatu disana.

"Duduk di ayunan situ ya, Ran. Baru aja mau Mama samperin ke kamar tadi. Eh, kamunya udah bangun."

"Mama ngapain?" Aran penasaran saat Naresh dan Winter nampak melakukan sesuatu yang seru, pas Aran datang tadi saja keduanya lagi cekikikan bareng.

"Nanam duit, Ran. Biar cepet kaya kita."

"Hah? Duit bisa di tanam, Pa?"

"Ngaco, deh!" Winter berdecak yang bikin Naresh nyengir. Winter berpaling ke Aran yang sekarang lagi duduk di ayunan dengan kaki bergoyang-goyang kecil. "Sini aja kalau penasaran, tapi pakai sandal ya. Kotor."

Aran akhirnya meloncat turun dari ayunan, pakai sandal dulu terus mendekat menatap apa yang lagi Papa-Mama nya buat.

"Mama lagi nanam bunga-bunga. Sama sayur." Winter menatap Aran lagi yang kini berjongkok diantara dirinya dan Naresh. Tubuhnya mungil banget dan ekspresi nya yang kelihatan antusias memperhatikan Naresh yang lagi mencangkuli tanah pakai sekop kecil, benar-benar gemesin.

Bikin Winter seketika merasa dejavu. Waktu melihat Aran, Winter selalu teringat sama wujud bocah jaman Naresh masih kecil dulu. 

Miriiiiiippp banget.

Tapi Naresh dulu usil dan hiperaktif. Terlebih suka kepo yang membahayakan. Untungnya Aran nggak mewarisi sifatnya yang itu. Pasti bakal sangat melelahkan jiwa dan raga Winter kalau begitu. Untung Aran anaknya anteng, cuek dan nggak banyak tingkah.

"Aran lapar nggak?"

"Belum."

"Mama belum masak soalnya. Nanti enaknya masak atau beli aja ya? Kamu lagi pengen mam apa, Ran?"

"Apa aja, Mama."

Tiba-tiba saja Naresh memekik kegirangan.

"Eiiiiiii! Aran lihat nih Papa nemu lucuuuu!"

"IH! NARESH BUANG NGGAK?!"

"Gemoy tau, Yang--coba deh toel toel."

"GELI BANGET! BUANG!!!!" Winter menjerit dengan wajah menahan jijik saat Naresh menciduk seekor cacing yang gemuk dan lembek dari dalam tanah. Sekarang malah di acung-acungkan pakai sekopnya dengan tawa riang. Aran tepuk tangan disebelahnya.

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang