Naresh terpaksa bolos kerja beberapa hari karena mesti merawat Aran yang sakit.
Anak itu betulan gak bisa ditinggal. Meskipun sudah ada Bunda dan Jessica, Aran tetap ogah. Mau Papa. Itu terus yang dia katakan dan Naresh pun jadi tak tega meninggalkannya.
Ternyata dia kalau sakit memang begitu. Gak begitu rewel sebetulnya, atau merengek segala macam. Tapi cuma gak mau ditinggal dan harus ada yang menemani.
Biasanya Winter bakal stay disebelahnya terus. Memeluknya. Menyediakan apapun yang dia butuhkan. Dan mungkin Aran belum terlalu terbiasa dengan ketidakhadiran wanita itu. Jadi dia hanya bisa bergantung pada Naresh.
"Makan sedikit, habis itu minum obat. Biar demamnya cepet turun." Hari ketiga dan Aran masih suka ogah-ogah kalau disuruh menelan makanan. Maunya cuma minum susu saja dan tiduran.
"Dikit aja. Ayo dong." Naresh menggerakkan sendoknya. Mengukir senyum paling hangat yang dia punya. "Katanya mau ketemu Mama. Kita nggak bisa nyamperin Mama kalau Aran masih sakit. Aran harus makan kalau mau cepat sembuh. Ya?"
"Mama," Aran bergumam.
Nampaknya cara Naresh yang satu ini berhasil. Anak itu akhirnya mau makan walau cuma sedikit sekali. Tak apa. Habis minum obat Naresh menyuruhnya istirahat lagi.
"Papa mau kemana?"
Naresh mengusap dahinya yang dilekati plester penurun demam. "Sama mbak Ana dulu, ya? Papa mau kerumah sakit, lihat keadaan Mama. Cuma bentar kok, nanti Papa pulang lagi nemenin kamu."
"Ikut boleh?"
"Aran istirahat." Naresh menggeleng pelan. "Nanti aja kalau udah sembuh. Papa janji ajak Aran ketemu Mama. Oke?"
"Enggak lama, kan?"
Naresh menggeleng dengan senyum tipis.
Aran pun akhirnya mengangguk. Tapi sebelum Naresh pergi, Aran memberikan boneka beruang kesayangannya. "Kasih Mama."
"Kok dikasih Mama? Katanya kamu nggak bisa tidur tanpa Bruno?"
Aran memandangi boneka itu cukup lama. Lalu beralih menatap wajah Naresh. "Tapi aku punya Papa disini. Mama sendirian."
Naresh tertegun. Anak ini hobi sekali mengatakan hal-hal yang bikin hati Naresh dihantam sesak. "Nanti aku jemput Bruno kalau Mama sudah sembuh."
"Bruno, kamu harus jagain mamaku, ya? Jangan nakal disana." Aran berpesan begitu pada bonekanya. Menuai tawa kecil dari Naresh.
*
Serupa rutinitas, Naresh akan selalu datang kerumah sakit buat menengok Winter. Entah hanya satu jam, setengah jam atau beberapa saat saja sudah cukup baginya.
Cukup memberinya suntikan energi dan setitik harap untuk bertahan. Memeluk jiwanya yang sekarat. Meski wanita itu hanya diam, terbujur kaku di atas brankar, setidaknya, Naresh bisa meyakini satu hal. Winter tidak meninggalkannya.
"Anakmu sakit." Naresh merebahkan kepalanya miring diatas kasur. Tangannya menggenggam tangan Winter. "Susah makan, susah minum obat juga, maunya ditemenin terus."
"Aku udah enggak kerja 3 hari, sayang. Aran beneran gak mau ditinggal."
Naresh menempatkan boneka milik Aran di ujung ranjang. Memandanginya dan wajah Winter bergantian. Lalu tersenyum pelan. "Itu namanya Bruno."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wuf You ✓
Romance[ Book II ] Kelanjutan cerita Nareshwara dan Winter Cassandra dari book sebelumnya yang berjudul Winter.