27 | with je

1.5K 136 12
                                    

"Karina mau kemana?"

Tanya itu terdengar saat Karina sedang menarik rapat resleting jaketnya ke atas. Sosok Azam mendekat lalu memindai penampilan adiknya dari atas sampai kebawah. Lalu naik ke atas lagi.

Celana kain warna gelap, jaket ungu yang nampak hangat membalut tubuhnya. Rambut hitam Karina yang tak lagi sepanjang dulu melainkan sudah dipangkas sebatas punggung.

"Mau jemput orang di Bandara."

"Bandara?" Azam mengreyit, lalu mengangguk setelah memahaminya. "Oh, dia pulang."

Karina mengecek jam di Hp. Lantas kembali menatap abang nomor 2 nya disertai anggukan. "Yah, 10 menit lagi. Aku buru-buru abang."

Azam yang memang baru selesai mengecek stok persediaan barang mentah di restoran mereka menatap serius. "Mau abang antar? Kebetulan dibelakang udah selesai."

Mereka memang mendirikan restoran makanan sejak 3 tahun yang lalu. Yang mana hal itu adalah keinginan mendiang Ibu mereka. Azam yang mengelola sepenuhnya, sementara Karina juga ikut membantu disana.

"Enggak usah, katanya abang mau jemput Kak Nia. Kasian istri abang nungguin, mana lagi hamil."

"Nggak apa-apa, Nia bisa nunggu sebentar." Azam menjawab. "Diantar ya?"

Karina mendengus pelan. "Abang.. plis deh aku udah 26 bulan depan! Bukan bocil lagi.." katanya sedikit merengek. "Aku bisa sendiri! Oke? Bye!"

Karina masuk ke taksi dengan segera lalu menuju ke bandara. Tak butuh waktu lama untuk sampai disana sebab lokasinya memang terbilang dekat. Karina duduk menunggu di lobi bandara sambil mainan ponsel.

Diantara orang yang lalu lalang, Jeriko menarik kopernya menembus keramaian. Kedua netranya yang terlapisi kacamata hitam menyapu jeli penjuru bandara di sore yang merambat gelap kala itu.

Kakinya terus berjalan sembari mencari keberadaan sosok itu. Sampai langkahnya perlahan memelan saat seseorang yang dia cari berada tak jauh dari sana. Duduk sendirian. Menunggu.

Jeriko menarik seulas senyum. "Darling."

Sesuatu di dalam dadanya membuncah tanpa kendali saat mengenali sosok itu. Jeriko mengatur napasnya yang mendadak menggebu bersamaan dengan gelenyar asing yang merambat perlahan menyesaki dada.

Jeriko berjalan mendekat, sementara cewek itu belum menyadari keberadaannya. Saat kedua sepatu boots cokelat Jeriko berhenti tepat didepannya. Orang itu baru mendongak dan terkejut.

"Je?!"

Jeriko mencopot kacamatanya agar bisa lebih jelas mengamati wajahnya.

Karina tersenyum dengan binar bahagia yang tak dapat disembunyikan. Terselip pancaran rindu juga dikedua matanya. Jeriko mengikis jarak, satu langkah lebih dekat dengannya.

Karina tak mundur juga tak bergerak maju. Hanya berdiam ditempat, mengambil sebanyak mungkin waktu yang dia butuhkan untuk menatapnya dan menghirup aroma parfum lelaki itu dalam-dalam.

"Hai?" Jeriko menyapa, agak kikuk.

"Haiii!" Karina membalas kelewatan ceria.

"Masa cuma diliatin doang gue nya?" Jeriko mengerutkan hidung, kelihatan merajuk.

Karina tertawa kecil, lantas begitu saja. Dia menarik tungkainya maju lalu sedikit berjinjit untuk bisa melingkarkan kedua lengannya dileher Jeriko. Jeriko tersenyum, kedua lengannya memerangkap tubuh Karina dalam dekapan hangat. Tubuhnya dibungkukkan. Menekan punggung cewek itu supaya lebih rapat ke dadanya.

Jeriko menarik napas dalam-dalam. Mengisi setiap relung kosong didalam dadanya hingga dilingkupi perasaan hangat yang melegakan.

"Miss you, Je." bisik Karina yang dibalas Jeriko dengan kecupan samar di pelipis. Karina tertawa kecil. Dia sedikit mengangkat wajahnya untuk bisa mengamati wajah Jeriko. Meski harus sedikit mendongak karena perbedaan tinggi yang kontras. Telapak tangannya menangkup pipi Jeriko. "Rambutnya biru. Suka."

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang