Naresh tak tahu apa yang salah, tapi beberapa hari terakhir, kelakuan Winter jadi makin nyeleneh.
Meski bukan jenis nyeleneh yang menjengkelkan. Dia jadi super manja. Suasana hatinya juga berubah-ubah tak menentu.
Seperti, dia bisa tiba-tiba kesal dan sinis pada Naresh tanpa alasan. Menolak didekati apalagi disentuh. Ketika Naresh mencoba membujuknya, dia justru nyolot dan memasang wajah galak.
Kalah sudah begitu, Naresh bakal diam. Menunggu sampai suasana hatinya membaik. Biasanya Naresh bakal diam diam menaruh jajan kesukaannya ditepi kasur. Sebagai bentuk kalau Naresh nggak betulan mengabaikannya.
Lalu seperti nggak pernah terjadi apapun Winter bakal balik mencarinya, memeluknya dari belakang atau menciumnya dengan agresif.
Bahkan tidurpun minta dipeluk. Nggak jarang dia bakal merengek kayak bocil bahkan menangis kala sesuatu yang dia hendaki tak dituruti.
Yang mana Naresh tahu betul, Winter jarang banget mau bertingkah kayak gitu padanya. Bukan berarti Naresh risih atau nggak suka. Hanya saja otaknya dihinggapi keheranan.
Naresh baru menutup pintu mobilnya dan berjalan masuk kedalam rumah. Di tangan kirinya dia menenteng kantung plastik hitam berisi bebek goreng.
Ah ya, itu tadi Winter yang minta dibelikan. Dia mendadak pengen bebek goreng gara-gara habis lihat postingan orang di Instagram dan katanya kelihatan enak.
Tadinya Naresh mau mengantarnya beli sekalian jalan-jalan malam gitu. Tapi Winter justru menolak, sambil rebahan di kasur dia berkata. "Kamu aja deh, kasurnya lagi posesif nih sama aku nggak dibolehin kemana-mana."
Waktu dia mencapai kamar, Naresh spontan menghela napas.
Tahu apa yang dia lihat?
Di pojok sana. Didekat jendela besar yang terselubungi tirai. Tepat di atas sofa yang didesain memanjang sebagai tempat baca santai, Winter tertidur.
Satu tangannya berada di atas perut. Sementara yang satu jatuh menjuntai menyentuh karpet bulu yang melapisi lantai. Salah satu kakinya turut jatuh kebawah, membuat kedua pahanya terbuka dan seperti mengangkang.
Naresh mendekat. "Ya ampun." Gumamnya seraya mengangkat kaki Winter kembali ke atas sofa. Turut membenahi dasternya yang tersingkap sampai pangkal paha.
Sebuah majalah tergeletak dibawah dalam keadaan terbuka. Terlihat seperti baru dibaca sebelum Winter jatuh terlelap.
Naresh menutup buku itu dan di simpan di atas rak. Dia berjongkok sejenak, mengamati wajahnya yang lagi tertidur pulas. Matanya sedikit terbuka meski dia dalam keadaan benar-benar tidur.
"Imut banget, sih." Naresh tertawa kecil. Sebelum perlahan menyelipkan lengannya dibelakang pundak dan lutut Winter sebelum di angkat untuk dipindahkan ke atas kasur.
Naresh baringkan hati-hati, memastikan kepalanya sudah dalam posisi yang pas diatas bantal sebelum benar-benar menurunkan tubuhnya. Winter mengerang halus saat Naresh hendak menarik lengannya. Naresh kira dia bangun, tapi ternyata kedua matanya masih terpejam. Diikuti tarikan napas teratur yang menandakan dia masih tertidur.
Satu kecupan ringan ia daratkan di pelipisnya. "Sayangku." bisiknya, sebelum Naresh bangkit berdiri.
Naresh baru menyusul naik usai mencuci muka, gosok gigi dan mematikan lampu utama. Ini masih belum terlalu malam. Tapi Winter sudah terlelap seolah betulan lelah karena baru saja mengerjakan pekerjaan berat.
*
Terhitung sudah lebih dari dua jam Naresh duduk memangku laptop di kasurnya. Sembari menemani Winter yang masih terlelap.
Tapi sekarang nggak lagi, sebab kurang dari 5 menit yang Winter terbangun. Memeluknya manja dari samping.
"Nana,"
"Em?"
"Gimana, Sayang?" Naresh mengalihkan fokusnya sejenak dari laptop guna menatap wajah Winter. "Haus?
Winter menggeleng kecil. "Kerjaan kamu belum selesai, ya?"
"Belum. Kamu bobo lagi aja, tak temenin disini." Naresh balik fokus lagi. "Tadi bebek gorengnya udah aku beliin. Tapi pas nyampe kamunya malah tidur."
"Mm-em."
"Enggak lapar?"
"Lapar."
"Mau aku ambilin?"
"Aku lapar yang lain."
"Hmm?"
Winter tersenyum lalu merubah posisi jadi duduk. Dia menyingkirkan laptop dari pangkuan Naresh. Lalu tanpa aba-aba, Winter menciumnya.
Naresh yang tak siap apa-apa tentu kaget sama tindakan Winter, meski setelahnya sigap menguasai diri. Diraihnya pipi Winter dengan penuh kelembutan. Seraya membalas ciuman itu dengan tempo yang selalu Winter sukai.
Naresh menarik tubuhnya serapat mungkin. Kepalanya diturunkan sedikit sampai sejajar leher.
Naresh memejam, menghirup jejak harum lembut yang tertinggal ditengkuknya dalam-dalam. Bibirnya beralih menjejak kecupan basah disana yang mengundang lenguhan seksi Winter.
"Aku gerah." Naresh menjeda sejenak aktivitasnya untuk berbisik lembut. "Bisa bantu lepasin bajuku?"
Winter menyeringai kecil lalu segera meloloskan kaos yang melekat ditubuh Naresh. "Boleh banget."
*
TBC
_________________bagian 'rawan' chapter ini aku pindah ke karyakarsa ya. khusus 21+ aja, minor jauh-jauh yah kids.
sebenernya pernah aku up full disini, tapi rada malu gimana gitu aku bacanya wkwk soalnya emang 'spicy' banget dan gak aman kalau dibaca bocil jadi aku pindah ke kk.
kalau suka ceritanya, jangan lupa di vote ya. jangan sider dong.
terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wuf You ✓
Romance[ Book II ] Kelanjutan cerita Nareshwara dan Winter Cassandra dari book sebelumnya yang berjudul Winter.