23 | 3 kurcaci

2K 202 77
                                    

Waktu berjalan begitu saja, kini usia kandungan Winter sudah memasuki 8 bulan.

Selama Winter hamil, Naresh jadi super duper protektif akan segala hal. Winter tak diperbolehkan kemana-mana. Yang tadinya mereka hanya tinggal berdua, Naresh bahkan menyewa ART guna mengurus rumah sekalian menemani Winter selagi dia nggak ada.

Hal itu beralasan, sebab waktu Winter hamil 5 bulan. Dia pernah jatuh terpeleset di kamar mandi. Untungnya janinnya baik-baik saja dan tak ada yang perlu di khawatirkan. Tapi Naresh terlanjur trauma karena hal itu.

Dia mengurus segalanya supaya Winter nggak perlu ngapa-ngapain lagi atau melakukan pekerjaan berat.

Winter juga nggak boleh banyak pikiran, pokoknya dia harus selalu happy terus. Biar dirinya saja yang mikir.

Kalau Winter ketahuan melanggarnya, Naresh pasti bakal ngomel panjang lebar dan nggak habis-habis. Daripada mendengarnya merepet macam knalpot rombeng, Winter memilih mengalah.

Winter nggak masalah sih, semua tindakan Naresh itu karena dia peduli dan sayang sama dia. Juga untuk kebaikan si bayi. Sampai seolah, Winter tuh nggak boleh menyentuh debu seujung kukupun.

Terdengar lebay, tapi bukankah kata itu sudah jadi nama tengahnya sedari dulu?

Rumah tiga lantai yang dia huni punya taman air mancur mini dibagian halaman samping. Kalau bosan, Winter bakal datang kesana. Menghirup udara segar, melihat ikan, bunga-bunga dan seekor landak dalam kandang besi.

Kenalkan, namanya Jarot.

Siapa yang kasih nama? Tentu saja Naresh lah. Memangnya siapa lagi yang bisa kasih nama se-nggak-estetik itu selain dia?

Winter hanya berharap, semoga Naresh nggak terinspirasi dari Jarot dan memberikan nama calon anak mereka dengan nama nyeleneh.

Kucing bernama Simba sudah mati tertabrak pick-up beberapa tahun lalu. Winter masih sedih jika teringat. Apalagi kucing itu ada saat mereka masih sama-sama SMA.

Dan.. kecelakaan kala itu.

Jujur, sampai sekarangpun Winter kerap terbayang memori kelam itu. Tapi Winter mencoba berdamai dengan semuanya.

Segalanya, sudah baik-baik saja.

Naresh sudah bersamanya.

Winter mengusap perutnya yang tak lagi rata seperti saat dia masih gadis. Lalu tersenyum saat menyadari tak lama lagi dia akan jadi seorang Ibu.

Dia nggak mau anaknya sampai merasakan apa yang dia rasakan selama ini. Ditinggalkan dan dilupakan. Winter bertahun-tahun menahan itu semua. Seolah, hanya Naresh yang dia miliki.

Tiba-tiba lelehan hangat jatuh membasahi pipinya. Ah, ini alasan Naresh nggak mau dirinya berpikir berat, karena suasana hatinya kerap berubah drastis. Winter jadi gampang nangis saat teringat sesuatu yang sedih.

Winter berjalan pelan dengan sepasang sandal anti slip di kakinya. Melewati batu-batu koral putih yang mengisi jalan menuju taman. Sebelah tangannya melekat di pinggul. Pinggangnya pegal banget. Kakinya juga bengkak sekarang.

"Bu? Ya ampun, disini toh. Tadi saya cari dimana-mana kok ndak ada." Art muda bernama Ana itu langsung membantu Winter berjalan masuk. Tak lupa menutup pintu kaca karena sengatan terik matahari jam 2 siang.

"Cuma jalan-jalan, mbak. Bosen dikamar terus."

Ana mengulurkan tisu saat menyadari wajah majikannya berkeringat. "Panas, Bu. Mending didalam rumah saja. Nanti kalau kenapa-napa saya bisa dimarahin Pak Naresh."

"Emang dia hobinya begitu."

"Ibu ndak ingin sesuatu? Minuman? Air dingin? Biar tak buatkan."

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang