38 | it's perfect day

1.3K 164 46
                                    

"Pa, katanya Mama kita bakal jalan-jalan?"

"Hm-mh. Tapi nggak sekarang. Hari Sabtu, ya?"

"Yey!" Aran bersorak riang. Bocah berpiyama cokelat itu memeluk erat boneka beruang pemberian sang paman. Lantas kembali bersuara dengan nada antusias. "Aku udah lama nggak jalan-jalan sama kalian."

"Iya, nanti kita pergi bertiga." Naresh menjawab kalem sembari menepuk kasur yang ia tidur. Mengkode Aran untuk ikut berbaring disana selagi menunggu Winter kembali. "Sini, tiduran."

Aran pun menurut, lalu merebahkan diri didekat tubuh sang papa. Aran menempatkan bonekanya disebelah kiri. Kini posisi Aran berada ditengah, di apit oleh Naresh dan bonekanya.

"Kalau dingin peluk Papa nggak apa-apa loh, Ran."

"Nunggu Mama."

"Kenapa harus nunggu Mama?"

"Biar bareng bertiga!" Aran nyengir manis, yang untuk sejenak bikin Naresh terdiam. Sebelum akhirnya tertawa kecil.

"Mama kok lama, ya."

"Ditunggu aja." Naresh menatap dinding kaca besar yang melengkung dihadapan mereka. Menampilkan pemandangan langit malam. Jendelanya sengaja nggak dibuka, karena diluar lagi gerimis. Udaranya jadi dingin.

"Ada cerita nggak hari ini disekolah, Ran? Kamu nggak berantem lagi kan sama Kevin?"

"Em.. aku nggak berantem sama Kevin. Soalnya hari ini dia nggak masuk."

"Jangan berantem. Harus rukun sama temennya, boy."

"Nggak janji kalau besok."

"Hee? Jadi kamu bakal berantem lagi kalau Kevin masuk?"

"Kevin ngeselin tau Pa."

"Ngeselinnya gimana?"

"Suka nakalin aku, yang lain juga sih. Pokoknya dia nakal banget. Masa penghapus baruku di potongin kecil-kecil terus dilemparin ke rambut anak cewek. Meisya juga pernah dibuat nangis. Terus botol minumku ditumpahin juga pernah." Aran ngoceh panjang lebar, Naresh fokus diem ngedengerin.

"Aku awalnya cuma diem. Karena kata Mama gaboleh nakal, gaboleh jahatin temen. Tapi kata Om Je kalau ada yang gitu gaboleh diem aja. Mereka bakal ngelunjak. Yaudah, aku berantem sama Kevin. Kevin nangis, terus kita dimarahin Ibu Guru."

Naresh meringis dalam hati.

Buset.. kurang ajar si Jeriko. Anak gue mau di didik jadi gangster apa gimana dah?

Mentang-mentang anak dia cewek dan anak gue cowok!

"Iya, om Jeriko nggak salah. Kalau digituin kita emang nggak boleh diam aja. Tapi gaboleh apa-apa diberantemin. Enggak baik, nak."

"Emang Papa nggak pernah berantem?"

"Pernah."

"Sama siapa?" Aran merubah posisi jadi menyamping. Menatap penasaran pada Naresh. "Cerita dong, Pa! Aku terus yang disuruh cerita abis itu di omelin!"

Naresh tergelak singkat. Lalu melirik Aran yang kini tengah menatapnya dengan kedua manik cokelat terangnya yang nampak jernih dan indah.

Matanya.. Winter banget.

Nih bocah cepet banget dah gedenya. Perasaan baru kemarin sore gue gendongin dan masih se uprit.

Sekarang udah jago ngoceh dan nge roasting gue lagi.

Sampai detik ini saja, Naresh masih suka nggak percaya kalau melihat Aran.

Ini? Si kurcil tengil yang hobi ngoceh ini? Anak dia dan Winter?

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang