32 | onion ring

1.8K 203 19
                                    

warning; 🔞

~•~

Waktu mampu merubah segalanya. Semenjak punya Aran, Winter jadi punya tuntutan untuk dirinya sendiri. Dia mulai membiasakan diri pada perubahan-perubahan yang ada.

Dia jadi jago masak sekarang dan menghandle segala pekerjaan rumah tanpa keteteran.

Memang perlu waktu yang nggak sebentar buat melakukan adaptasi itu. Terlebih dengan kehadiran sosok baru di hidup mereka.

Di awal-awal punya bayi, jelas keduanya masih sama-sama clueless dan sering berantem juga karena kondisi emosional yang nggak stabil. Tapi hal itu nggak parah-parah banget kok. Naresh berusaha menekan egonya dan lebih mendewasakan diri.

Dia tahu fase itu nggak mudah bagi dirinya maupun Winter. Jadi Naresh mencoba nggak bikin segalanya makin runyam.

Mentok-mentok paling kalau Naresh sudah emosi banget sampai ubun-ubun nya kayak mau meledak, dia bakal tidur seharian. Menenangkan diri sampai marahnya hilang.

Meskipun dalam kondisi capek ampun-ampunan, Naresh nggak pernah membebankan tanggungjawab buat mengurus Aran pada Winter sendirian. Naresh juga masih sering bantuin kok. 

"Aran nyariin apa?"

Aran melihat banyak banget menu yang dimasak Mamanya malam ini. Tapi piringnya masih berisi nasi putih saja. Dia masih bingung.

"Onion ring?"

Sesuatu yang ditanyakan Aran berada di dekat siku Naresh. Terhalang mangkuk besar isi sop jagung jadi nggak tersapu oleh pandangan Aran. Naresh mengangkat piring itu bikin Aran berbinar senang.

"Ini?"

Aran mengangguk dengan senyum antusias. "Ya Papa!" Sudah siap menerima piring berisi onion ring kesukaannya yang di ulurkan Naresh, tapi batal saat piring itu ditarik lagi dengan tampang tengil.

"Pa.." Senyum Aran memudar.

"Mau aja apa mau banget cil?" Naresh menggoda jahil.

"Mau."

"Mau apa?"

"Mau itu."

Naresh tergelak, tanpa mendekatkan piringnya. Aran menekuk wajah sebal. Sorot matanya menusuk tajam, tapi bukannya seram dia justru kelihatan lucu. Naresh ketawa makin kencang karena Aran jadi kelihatan kayak Winter kalau lagi pundung begitu.

Sebetulnya Aran hanya mewarisi beberapa saja yang mirip Ibunya. Selebihnya, Aran itu plek-ketiplek sama Naresh. Matanya. Bibirnya. Hidungnya. Alisnya. Semuanya. Winter nggak dapat bagian kecuali warna mata doang.

Curang banget, kan?

Yang tersiksa Winter, yang mual-mual Winter, ehhhhh pas keluar malah jiplakan bapaknya.

Bahkan mungkin, jika orang nggak tahu. Mereka bakal lebih percaya kalau Aran tuh bukan anak Winter daripada bukan anak Naresh. Karena kemiripan fisik mereka yang nyaris 75%.

"Papa, siniin." Aran meminta.

"Rayu Papa dong." Naresh memasang senyum jenakan. "Senam zumba dulu, cil."

Kedua alis Aran menukik. "Pa!" Tapi Naresh kelihatan semakin gencar menjahilinya.

Winter yang sudah lelah dengan segala tingkah ribut mereka setiap hari, yang seringnya memang Naresh sendiri yang mancing--angkat bicara. "Naresh, jangan digangguin dong anaknya. Taruh."

"Aran, kamu beneran nggak mau, nih?"

"Naresh," Winter mencoba lebih sabar.

"Iya, sayangkuuu." Naresh membalas tak kalah manis.

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang