"Mau minum sesuatu?"
Naresh bertanya usai mereka tiba dirumah sekitar 10 menit lalu. Winter kelelahan, tarikan napasnya terlihat berat dan kesulitan. Jalan sebentar saja dia lelah, tapi tetap ngeyel dari tadi.
"Nggak."
"Bobo, yuk?"
Winter menggeleng lesu. Lalu memeluk lengan Naresh dan menyenderkan kepala ke bahu. "Terus maunya apa?"
Winter mendusel manja padanya. "Kok.. nggak wangi?"
"Sengaja. Nanti kamu huek huek deket aku kalau pake parfum banyakan."
"Udah enggak kok."
"Halah, kemarin juga masih gitu."
"Nggak, ih. Biasa aja."
"Kamu tuh jangan gerak yang aneh-aneh. Jalan juga yang pelan-pelan. Rutin minum air putih. Makan sayur yang banyak, bakal aku temenin makan kalau nggak mau." Naresh menuturkan dengan suara lembut nan dalam. Tangan Winter berada dibalik kaos Naresh, meraba-raba perut. Entah apa tujuannya. "Yang nurut kalau dibilangin, Sayang."
"Nana."
"Hmm."
"Aku jelek, ya?"
"Jelek."
Niat Naresh cuma bercanda, tapi dia lupa Winter nggak sedang dalam kondisi yang mendukung untuk bisa membedakan mana candaan dan mana yang serius. Alhasil perempuan itu diam, bahkan nampak murung.
Naresh memiringkan kepala. "Jelek kalau nggak nurut." Tangannya menepuk-nepuk kepala Winter yang lagi menyender padanya. "Kok serius banget sih nanggepinya."
"Badanku jadi gemuk." Winter lesu. "Pasti kelihatan jelek. Iya, kan? Jujur aja kali. Di dalam hati kamu pasti lagi ngeledek aku kayak babi atau nggak kudanil."
"Nggak lah, ya ampun!" Naresh tergelak. Dia mencondongkan wajah lalu mengecup pipinya. "Kamu malah tambah seksi kalau lagi hamil." Tangan Naresh berada di pinggang Winter, menariknya merapat. Mengeliminasi jarak diantara keduanya. "Kamu hamil terus aja kali ya."
Winter mengerutkan bibir. "Tapi kamu yang muntah-muntah ya."
Kepala Naresh diletakkan di bahu Winter, hidung mancung lelaki itu sesekali menyentuh permukaan kulit dilehernya, menderukan napas halus. Tawa kecilnya terdengar merdu di telinga Winter. "Aku yang ngidam aja."
"Ngidam apa?"
"Ngidam kamu."
Winter bergumam lembut saat Naresh menciumi sisi lehernya.
"Besok kita olahraga, ya?"
Winter mengusap lengannya. "Kenapa nggak sekarang aja?"
"Sekarang? Kan udah malam, masa olahraga malam-malam. Kalau sekarang waktunya istirahat. Adeknya juga harus istirahat."
Naresh masih belum konek, saat Winter tiba-tiba merangkul lehernya dan mencium bibirnya. Hanya sebuah kecupan singkat, namun penuh arti. "Mm?"
"Kangen." bisik Winter, sedikit malu-malu. "Pengen manja-manja."
Telunjuk Naresh terangkat menyelipkan rambut Winter kebelakang telinga. Lalu bertahan ditengkuk, memberi usapan lembut. "Siapa yang kangen?" Naresh melirik perutnya. "Adeknya atau," kembali menatap Winter dengan senyum tertahan. "Kamunya?"
"Siapa aja boleh."
"Sshhh--tapi ya jangan digigit dong akunya, Sayang." Winter tak mengindahkan. Justru naik ke atas pangkuan Naresh. Rambutnya digulung ke atas lalu ditahan menggunakan satu tangan. Menyisakan rambut halus disekitar lehernya yang jenjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wuf You ✓
Romance[ Book II ] Kelanjutan cerita Nareshwara dan Winter Cassandra dari book sebelumnya yang berjudul Winter.