18 | i'm yours

3.7K 192 58
                                    

"Menurut kamu gimana kalau aku resign?"

Disuatu sore yang teduh, dinaungi atap rumah yang telah mereka tinggal kurang dari 2 tahunan ini, suara Winter terdengar.

Sore, di akhir pekan.

Ditemani semilir angin yang berembus lembut, mencipta suasana tenang dan damai.

"Kenapa tiba-tiba?" Naresh justru bertanya balik, intonasi begitu tenang. Setenang air kolam yang ada dihadapan mereka.

Winter tak langsung menjawabnya. Masih asik mengulum dan menjilat eskrim yang dibelikan Naresh.

"Seenak itu kah?" Naresh memandanginya dengan senyuman. Istrinya selalu terlihat lucu ketika memakan sesuatu.

"Hmm. Tapi lebih enakan punya kamu, sih."

Naresh tersedak seketika. Lelaki itu terbatuk-batuk karena lontaran kalimat ambigu dari bibir Winter. Sementara Winter justru melepas tawa renyah.

"Punya kamu tuh-"

"Setop. Berhenti mesum." Naresh mencegah sebelum Winter mulai mengatakan hal lain yang menggelitik di telinganya.

Perempuan itu nyengir lebar, sebelum melahap eskrimnya sampai habis.

"Kenapa tiba-tiba mau resign?" Naresh membawa kembali topik yang sempat nyaris terlupakan. "Bukannya kamu suka pekerjaan itu? Kamu juga kelihatan enjoy. Tiap hari kamu cerita juga kalau disana enak, seneng. Apa yang bikin kamu kepikiran buat resign?"

"Iya, aku emang suka." Winter menjawab dengan pandangan lurus kedepan. Dia duduk disebelah kanan Naresh. Diatas kursi santai, terhalang meja rotan bundar ditengah-tengah mereka. "Tapi ada beberapa hal yang mesti aku pikirin buat kedepannya yang mana hal itu nggak bisa dihubungin sama kerjaan. Aku mau membiasakan diri aja dirumah. Lagian, mau aku kerja apa nggak, nggak ada bedanya 'kan buat kamu?"

"Kita kadang terlalu sibuk sama urusan masing-masing. Sampai nggak ada waktu buat sekedar ngobrol. Atau kamu yang lagi capek, tapi akunya nggak ada waktu buat nemenin kamu. Begitupun sebaliknya."

Naresh mendengarkan.

"Terus.. kalau suatu hari kita punya anak." Winter menjeda sejenak. Seperti tengah mengais suatu memori di otaknya. "Aku nggak mau dia ngerasain apa yang dari kecil aku rasain. Jauh dari Ibu itu nggak enak.. apalagi-"

Winter menarik seulas senyum. "-sampai ditinggal pergi dan nggak dipeduliin."

"Aku mau dia dapatin semua kasih sayang itu. Aku.. pengen jadi orangtua yang baik." Naresh terenyuh mendengarnya. Dia tahu jelas soal itu, meski tak pernah benar-benar merasakan. Sebab dirinya dibesarkan dikeluarga yang utuh dan hangat berbeda dengan Winter.

"Bisa dimengerti." Naresh menyahut setelah sekian menit mendengarkan. "Kamu beneran pengen resign? Janji nggak nyesel nantinya?"

"Nggak."

"Ini keputusan kamu sendiri loh ya. Aku nggak pernah maksa. Aku tetap dukung apapun yang kamu mau selagi itu baik dan kamu seneng." Naresh tersenyum. "Aku nggak pernah nuntut yang macam-macam. Karena bagiku, bareng kamu aja itu udah cukup. Aku nggak butuh apapun lagi. Yang penting kamu seneng, aku ikut seneng."

"Idih, sok abis." Winter tertawa.

"Ye, emang gitu kali. Malah ngeledek."

Winter beranjak dari kursi lalu berjalan masuk kedalam rumah. Naresh mengekori, dia melangkah cepat lalu menubruk punggung mungil Winter dengan pelukan erat.

I Wuf You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang