(41) Takdir?

105 3 0
                                    

Bajunya sudah sampai di kediaman Devon, dan semua teman-temannya sudah heboh meneror ponselnya untuk datang tidak telat ke pesta Bella. Dan Mona juga sudah mewanti-wanti dirinya untuk datang dan membantu sahabatnya itu seperti yang sudah mereka rencanakan.

Jadi bagaimana?

Apa ia harus menyeret Devon untuk pergi, dengan keadaan Devon yang seperti ini. Bahkan ia juga mendengar dari Ryan orang kepercayaan Devon, Devon di undang ke pesta itu mewakili keluarga Divincy.

Ah, apa yang harus ia lakukan.
Feby mengacak rambutnya kasar.

Devon yang berada diatas ranjang, duduk dengan tatapan fokus mengawasi Feby yang sejak kembali kekamarnya terus berputar-putar membuatnya semakin berpikir jauh.

Mungkinkah Feby benar-benar tidak betah berada disini dengannya?.

Tapi_

Devon menunduk dalam, ekspresinya kembali terlihat rumit.

Ia tidak bisa membiarkan Feby pergi.

Devon menggerakkan kakinya sedikit demi sedikit sampai akhirnya bisa menapak lantai.  Kalau dipikir-pikir kakinya tidak terlalu terasa sakit lagi, tapi kalau sampai lukanya kembali terbuka, maka Feby akan kembali marah dan sedih karenanya. Dan ia tidak ingin melihat gadisnya sedih.

Walaupun ia sadar, semakin dirinya terluka, semakin mudah ia bisa menahan Feby disini bersamanya.

"Dev_" Feby yang melihat itu, berlari cepat mendekati Devon. dan melotot tajam pada devon.

Devon kembali menunduk menyembunyikan ekpresi rumit yang sedari tadi melingkupi wajahnya, padahal ia hanya bergerak sedikit dan Feby sudah seheboh ini.

"Kaki kamu masih belum sembuh, gak bisa di gerakkan dulu Dev" Devon mengangkat pandangannya dan menatap Feby tak paham, padahal menurutnya kakinya baik-baik saja. benar-benar tidak sakit lagi, dan menurutnya semuanya sudah baik-baik saja.

Hanya saja, hatinya_

Yang masih terasa sakit, masih terasa sesak. Dengan semua suara-suara itu masih berputar-putar di kepalanya.

Dan hanya dengan melihat Feby saja semua suara-suara itu menghilang entah kemana.

Ia membutuhkan Feby.

"Gak sakit" ucapnya pelan, feby mendengus jengkel, bagaimana mungkin Devon bisa mengatakannya dengan sangat mudah. Padahal tusukan dalam itu belum sepenuhnya sembuh. Devon masih tidak bisa memaksa untuk bergerak dulu.

Devon menatap feby, kedua netra itu jelas sedang gelisah sekarang.

Tangannya terulur menyentuh tangan feby yang sedang berdiri didepannya.

"Jangan tinggalkan aku!"  lagi, hanya satu kata itu yang kembali keluar dari bibir Devon tanpa bisa ia cegah.  Feby  yang mendengar itu menghela nafas berat, Devon benar-benar membuatnya semakin bingung.  Lagi pula kenapa Devon harus berpikir begitu. Padahal ia hanya sedang berpikir saja, bukan bearti berpikir meninggalkan Devon. tapi sekalinya melihatnya gelisah, Devon sudah setakut ini akan ia tinggal lagi.

Feby menggeleng pelan, mencoba membuat Devon paham.

"Aku enggak dev" devon masih menatapnya gelisah, Devon tidak percaya. Feby menghela nafas berat sebelum kembali menatap Devon serius.

Sekarang atau tidak sama sekali, ia harus mengatakan ini pada Devon. lagi pula Devon juga di undang, jadi tidak masalah kalau ia pergi mengajak Devon kesana. hanya saja, mungkin para sahabatnya akan heboh nantinya. Lagi pula, cepat atau lambat. Hubungan anehnya dengan Devon pasti akan terbongkar juga.

Crazy Relationship (Love On Tragedi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang