Pemuda yang tengah berkutat di meja belajar dengan laptop yang menyala itu mengalihkan atensi ketika menyadari pintu kamarnya dibuka tanpa izin, si pelaku langsung masuk sambil tersenyam-senyum, menghampiri saudaranya.
Tidak perlu ditebak siapa, sudah jelas itu adalah Elvano. Siapa lagi yang berani masuk ke dalam ke kamar Elkano tanpa mengetuk? Jangankan masuk, Hugo sama Reon kalau disuruh samperin Elkano di kamar aja nggak berani.
Padahal Elkano biasa saja, tidak akan memarahi juga, cuma ekspresi mukanya itu suka bikin orang lain segan dan sungkan.
"Ekhem, cie-cie, kata Mama, tadi siang Ivy ke sini, boncengan berdua sama lo, cie-cie," goda Elvano, merangkul saudara kembarnya, dan menggoyang-goyangkan tubuhnya.
"Disuruh anter kue tadi sama Mama," ujar Elkano.
Senyum Elvano melebar. "Ah yang beneeerrr??? Anterin kue sekalian apel ya? Baru juga tiga hari libur, udah kangen aja sih?" ujarnya semakin gencar menggoda.
"Jadi gimana? Udah ada kemajuan belum nih hubungannya?"
Elkano mengembuskan napas pelan. "Diem."
"Kalau suka mah pacarin aja kali, nggak usah tengsin gitu, gaya lo malu-malu meong." Elvano menaik-turunkan alisnya.
Sedang Elkano hanya diam, berusaha mengabaikan abangnya yang sibuk menggoda sambil menoel-noel pipinya.
"Kata gue mah, nggak mungkin ya kalau lo nggak ada rasa sedikitpun, secara Ivy tuh hampir tiap hari nggak pernah absen buat deketin lo, kalau gue jadi lo nih ya, Kan, gue pasti baper! Atau lo lagi suka sama yang lain, jadi nggak pernah lirik Ivy?" Elvano menelengkan kepalanya, menatap Elkano tepat di depan wajah, membuat Elkano memundurkan wajahnya dan mendorong mundur Elvano.
"Nggak suka dan nggak lagi suka sama siapa-siapa," balas Elkano.
"Boonggg. Sebenernya suka tuh, tapi denial. Biasanya nih, gue kalau suka sama orang, tiap liat orangnya pasti selalu cenat-cenut kayak lagu jadulnya Smash, terus tiap nggak sengaja kontak fisik, rasanya kayak gimana gitu, kayak kesetrum tapi bukan kesetrum, tiap lakuin sesuatu selalu kepikiran dia mulu, kalau lihat sesuatu yang dia suka juga langsung ingetnya ke dia, siapa tau aja nih lo pernah rasain salah satunya pas sama Ivy," tutur Elvano, menatap kembarannya tanpa melunturkan senyum.
"Buat orang lain yang nggak ngerasain, pasti bakal ngatain lebay, karena emang kedengerannya berlebihan, tapi percaya deh, kalau nggak lebay, Mama sama Papa nggak mungkin bakalan punya kita," ujarnya lagi, membuat Elkano yang memperhatikan hanya bisa berkedip dan mendengarkan tanpa memberi respons.
"Lo ya yang lagi suka sama cewek?" celetuk Elkano membalik posisi.
Elvano mengerjap, langsung menyuarakan sanggah. "Enggak tuh! Kata siapa? Gue ini lagi ngasih tau lo, asal lo tau ya, kembaran lo yang ganteng tiada tara ini juga pernah rasain cinta monyet, mana cuma gue yang suka, dianya enggak, apa nggak tambah miris itu? Untung gue udah move on," ujar Elvano setengah curhat.
"Gue emang nggak semaster Hugo, tapi kalau lo tanyain soal cinta gue pasti nyambung kok! Jadi nanya ke gue aja, kalau-kalau lo mau gebet Ivy, terus bingung, butuh bantuan, calling Elvano 911, siap membantu kapan pun dan dimana pun," ujar Elvano lagi, berlagak banget kayak ahli comblang, padahal kisah cintanya sendiri belum jelas.
Elkano geli sendiri mendengar perkataan abangnya. "Cinta-cinta, belajar sana."
Elvano menghela napas, lalu menggeleng-geleng, mungkin kalau Hugo yang lihat komuknya, sudah pasti bakal dilempar panci. "Adikku sayang, hidup itu harus seimbang. Kayak orang jalan, ibarat pundak kanan itu belajar, pundak kiri itu main, kalau belajar terus, nanti pundak kanannya jadi berat, terus jalannya jadi gini," urai Elvano memperagakan bagaimana orang jalan yang berat sebelah kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana
Teen FictionCOMPLETED. [ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] SEQUEL IT CALLED LOVE - SPIN OF ELVANO ──────────────── Kata orang, Elkano itu cuek, saking cueknya kalau ada orang tenggelam yang minta tolong, bukannya nolongin, dia cuma diam sambil nonton. Padahal nyatanya...