35 - Kantung Plastik Misterius

1K 183 7
                                    

Seperti biasa, acara class meeting seolah sudah menjadi sesuatu kewajiban yang dilaksanakan seusai ujian, sebagai bentuk hiburan setelah melewati soal-soal penyebab beban pikiran.

Pada acara class meeting semester ini, OSIS mengadakannya tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya yaitu selama dua hari untuk lomba indoor dan tiga hari sisanya untuk lomba outdoor.

Tidak banyak macam perlombaannya, mungkin hanya sekitar enam lomba, yaitu membaca puisi, menggambar, voli, basket, dan estafet. Enam macam lomba itu wajib untuk tiap-tiap kelas mengirimkan perwakilannya.

Memasuki hari ketiga dimana lomba outdoor antar kelas yang pertama berlangsung, lapangan sudah dipenuhi oleh para siswa-siswi yang ingin menonton pertandingan. Tak terkecuali Ivy sendiri.

Gadis itu menonton bersama teman-teman kelasnya, mencari tempat teduh di pinggir lapangan. Sebetulnya, Ivy gampang bosan jika menonton seperti ini, tapi ia malah tak ingin beranjak pergi lantaran melihat seseorang yang menjadi ketua panitia acara class meeting ini berdiri menonton tak jauh dari tempatnya.

Sorak sorai pertandingan yang ramai sampai tak menarik perhatian Ivy sama sekali. Gadis itu justru lebih tertarik untuk memperhatikan pemuda yang mengenakan kaus OSIS serta topi hitam, tengah bersidekap, menonton pertandingan antar kelas yang sedang berlangsung.

Ivy memperhatikannya lekat-lekat, sampai si empu yang ia perhatikan menoleh ke arahnya, entah kebetulan atau memang sadar jika sedang diperhatikan, sehingga pandangan mereka tak sengaja bertemu.

Segera Ivy membuang muka. Elkano pun hanya mengerjap, lalu mengalihkan kembali tatapannya. Beberapa detik setelah itu, keduanya sama-sama tidak sadar jika saling mencuri pandang, hingga mereka berakhir kontak mata lagi.

Ivy buru-buru merotasi bola matanya, tapi tak kembali membuang muka, ia hanya berlagak seolah ia sedang melihat sesuatu yang lain. Membuat Elkano menunduk sesaat, dengan sudut bibir yang tertarik tipis.

Hanya terjadi sesaat, tapi Ivy sempat melihat itu dengan jelas. Ia hanya bisa mengerjap, berharap tidak salah lihat. Menoleh ke belakang dan sekitarnya, Ivy tak mendapati orang yang kemungkinan besar ditatap oleh Elkano selain dirinya, salah-salah nanti Ivy terlalu percaya diri jika Elkano memang tersenyum karenanya, tapi orang-orang di sekitarnya sibuk melihat ke lapangan, bahkan Celine dan Clara sendiri, hanya Ivy yang daritadi sibuk curi-curi pandang.

Mengalihkan pandangan dengan mengulum bibirnya, Ivy berkata dalam hati; Nggak. Nggak usah baper, cuma senyum doang, gue udah pernah liat sebelumnya. Gantengan juga cowok yang gue stalking semalem.

Dan tiba-tiba, sebuah kalimat langsung terlintas di benak Ivy, setelah ia berkata demikian, yang segera gadis itu bantah sendiri.

Tapi Elkano juga ganteng— nggaaakkkk. Jelek. Dia jelek. Buat apa fisiknya ganteng tapi sifatnya jelek?

Kira-kira seperti itulah perdebatan yang terjadi antara Ivy dengan dirinya sendiri.

Sebetulnya, Ivy tidak berniat untuk memperhatikan Elkano tadi, tetapi melihat eksistensi pemuda itu, membuat Ivy penasaran, rasanya kayak ada yang nyuruh dia buat lihatin Elkano, sampai akhirnya dia kepergok sama orang yang lagi dia lihatin.

"Gue mau cari tempat lain," ujar Ivy, seraya beranjak dari tempatnya, menyita atensi Celine dan Clara.

"Mau ke mana?" tanya Celine.

"Ke mana aja, yang penting nggak liat tuh cowok," jawab Ivy, yang langsung dipahami oleh Celine dan Clara, siapa orang yang tengah disebut oleh Ivy.

"Ya udah, kelas aja yuk, atau kantin gitu, gerah banget di sini. Muka gue merah nggak?" Clara ikut berujar.

Renjana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang