19 - Kue Kering

985 180 13
                                    

Biasanya di hari-hari libur seperti ini, Elvano akan pergi ke kantor papanya untuk membantu apa yang ia bisa bantu dan sekalian belajar, sedang Elkano jika tak ada kegiatan atau sedang bosan untuk belajar, akan melakukan pekerjaan rumah, membantu mama dan asisten rumah tangganya, atau jika mamanya sedang membuat kue seperti ini, tidak perlu bertanya, Elkano pasti langsung membantu.

"Kalau nggak salah inget, Jingga itu pasangan kamu pas jadi model seragam waktu itu ya, Bang?" tanya Ghea pada Elkano, sembari menata kue kering buatannya ke dalam toples.

Mendongak pada sang mama, Elkano mengangguk sebagai jawaban.

Ghea mengangguk-angguk dan tersenyum. "Hmm, pantesan, sebelum ke sini, Mama kayak pernah lihat, tapi di mana ya, ternyata emang yang jadi pasangan model seragam sama kamu," ujar wanita itu. "Berarti dari kelas sepuluh udah deket dong?"

Elkano kembali mengangguk. "Udah."

"Terus kok main ke rumahnya baru-baru ini?" tanya Ghea lagi.

"Kano nggak suka ngajak temen ke rumah."

Wanita paruh baya itu mengangguk-anggukkan kepala. "Hmm, gitu ... terus sekarang, kok mau ngajak ke rumah?"

"Mama pernah bilang suka. Kalau Mama suka, Kano juga suka," jawab Elkano, membuat Ghea menaikkan kedua alis dan menyuarakan tawa halus.

"Mama boleh nanya sesuatu nggak?"

"Boleh. Mama mau nanya apa?"

"Kamu 'kan udah deket lama sama Jingga, sering bareng-bareng juga, kamu nggak suka gitu sama dia? Maksud Mama suka sebagai laki-laki ke perempuan," tanya Ghea, sesekali wanita itu berpindah pandangan dari kue yang sedang ia tata ke putranya.

Tanpa berpikir, Elkano langsung menggeleng. "Enggak."

"Kenapa? Jingga cantik loh, baik juga, murah senyum, anaknya juga sopan." Ghea tersenyum, setengah menggoda Elkano.

"Cuma temen," jawab Elkano seadanya.

Karena memang adanya seperti itu, ia dan Jingga sudah dekat sejak kelas sepuluh, dan itupun dekat sebagai teman, Elkano tak pernah mengganggap kedekatan, mereka lebih dari itu.

"Beneran? Nggak lagi suka sama yang lain?" tanya Ghea lagi, wanita itu mulai tersenyum jahil.

Dari pergosiban dengan Elvano dan Hugo tempo lalu, Ghea jadi tahu kalau ternyata Ivy, anak dari sahabatnya semasa sekolah dan kuliah itu menyukai Elkano, tapi sayang harus bertepuk sebelah tangan, karena Elkano tidak menyukainya balik.

Sebetulnya Ghea cukup khawatir, kok anaknya yang satu ini tidak pernah membahas sesuatu tentang perempuan, minimal cerita kalau lagi suka sama seseorang. Reon saja yang masih kecil pernah mengaku pada Ghea jika menyukai teman sekolahnya yang bocah itu bilang cantik dan baik.

Daripada jadi nakal, Ghea lebih takut kalau anaknya belok. Amit-amit sekali, bisa meletus balon hijau, kalau hal itu sampai terjadi.

"Enggak," jawab Elkano, menggeleng.

"Emang nggak pengen punya pacar juga? Kayak Hugo gitu."

Lagi-lagi Elkano menggeleng. "Belum mikir ke situ. Kano cuma pengen fokus belajar dulu, bentar lagi kelas akhir, persiapan UTBK."

Melepas sarung tangan plastiknya, Ghea tersenyum, menggeser toples-toples yang sudah penuh dengan kue kering itu.

"Mama seneng banget kalau kamu rajin belajar, selalu dapat posisi atas di rank, sering dapet juara tiap lomba, Mama bangga banget, tapi Mama nggak suka kalau anak Mama maksain diri tanpa tau batas dirinya itu seberapa."

Renjana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang