25 - Ikatan

1.2K 190 22
                                    

Suara bersin terdengar beberapa kali akibat debu-debu yang bertebangan dari dalam ruangan yang jarang dibuka itu, membuat si empu menutup hidung dan mulutnya dengan lekukan siku, sembari mengarahkan senter untuk menemukan apa yang tengah ia cari.

Begitu mendapat beberapa kardus kosong, Elkano langsung menariknya keluar dari dalam gudang, yang mana debu-debunya langsung berterbangan kemana-mana. Mengusap-usap hidungnya yang gatal, Elkano mematikan dan meletakkan senter yang ia bawa.

Kini ia berganti mengambil kain lap yang sengaja dimasukkannya ke dalam saku celana, lalu membersihkan debu-debu yang menempel pada kardus kosong itu. Usai dirasa bersih, Elkano langsung menumpuknya menjadi satu dan membawanya pergi ke kamar.

Menjatuhkan kardus-kardus itu ke atas lantai, Elkano membuang napas, menatap tembok di mana medali serta piagam-piagamnya tergantung. Menarik kursi yang ada di samping meja belajar, Elkano melepaskan satu-persatu benda yang tergantung itu dan memasukkannya ke dalam kardus.

Tanpa menyisakannya barang satupun, Elkano mengepaknya dalam kardus penuh emosi. Belum selesai sampai di situ, Elkano membawa turun medali dan piagam yang telah ia masukkan ke dalam kardus bersama kardus lain yang masih kosong, hingga pemuda itu tidak sadar saat melewati kamar kembarannya, Elvano barusaja membuka pintu hendak keluar, tetapi melihat Elkano tengah mengusung beberapa kardus membuat Elvano heran.

Memperhatikannya dari tangga atas, ia melihat Elkano menghilang di balik tembok menuju ruang tamu, karena penasaran, Elvano pun turun untuk melihatnya, begitu mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh adik kembarnya, Elvano langsung terkejut.

Semua piala-piala milik Elkano yang berada di dalam lemari dikeluarkan oleh pemuda itu, dimasuk-masukkan ke dalam kardus, bahkan ada yang patah karena Elkano memaksakannya untuk masuk.

Mengepalkan tinjunya, Elvano ingin menghampiri untuk menghentikkan apa yang tengah kembarannya itu lakukan, tetapi egonya berkata untuk tidak melakukan itu.

"Loh, Mas Kano? Itu pialanya kok pada dikeluarin kenapa?" Mbak Aida yang kebetulan barusaja lewat, terkejut dan bingung saat melihat Elkano yang mengeluarkan piala miliknya dari dalam lemari.

"Jelek. Mau masukin gudang," sahut Elkano menoleh sesaat.

"Nanti kalau dimarahin Pak Raka, gimana?" tanya Mbak Aida lagi, terlihat khawatir karena Elkano menurunkan pialanya dengan tidak santai, hingga tak sedikit yang rusak.

"Nggak pa-pa," jawab Elkano.

Karena geram, pada akhirnya Elvano mendekat, mencekal lengan Elkano, membuat pemuda itu menghentikkan kegiatannya dan menoleh.

Mendapati eksistensi Elvano, otot-otot wajah Elkano yang tadinya tegang kini perlahan mengendur.

"Buat apa?" tanya Elvano.

"Masukin gudang," jawab Elkano, kembali menurunkan piala-pialanya.

Namun lagi-lagi dicegah oleh Elvano. "Buat apa gue tanya? Papa sengaja taruh di sini buat apresiasi kerja keras lo, tapi malah mau lo taruh gudang. Lo nggak bersyukur, ya?" ujar Elvano, membuat Mbak Aida yang sempat mendengar karena masih di sana pun segera melipir pergi.

"Jadi lo lebih peduli sama benda-benda nggak guna kayak gini daripada gue? Buat apa gue punya semua ini kalau itu cuma bikin kita jauh-jauhan begini, Bang?" balas Elkano.

"Kenapa lo tega diemin gue kayak gini? Bilang kalau gue salah, maki gue kalau lo mau marah, pukul gue sepuas lo, tapi jangan begini, jangan bikin gue jadi orang jahat karena nggak bisa ngerti sama perasaan kembaran gue sendiri," ujar Elkano lagi, menatap Elvano dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.

Melihat itu pun, dada Elvano rasanya seperti dihantam dengan benda tumpul. Menggigit bibir dalamnya, Elvano membuka mulut.

"Lo nggak punya salah, No, tapi justru gue yang egois. Gue nggak pernah marah sama lo, tapi gue marah sama diri gue sendiri. Kenapa gue nggak pernah becus jadi Abang? Yang gue bisa cuma nyusahin dan ngerepotin aja. Kenapa gue nggak jadi pinter kayak lo? Sekeras apapun gue belajar, gue nggak pernah bisa buat sama kayak lo. Seandainya gue lebih pinter, apa orang-orang bakalan berhenti buat bandingin kita? Seandainya nilai gue bagus, apa orang-orang bakalan liat gue gimana kayak mereka liat lo?" ujar Elvano, pada akhirnya mengeluarkan isi kepalanya yang berhari-hari ini terus saja berisik dan mengusik.

Renjana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang