08 - Potret

1.2K 182 14
                                    

"Hugo kenapa, Ma?" tanya Elkano pada saat membantu mamanya untuk membereskan sisa-sisa makan malam.

Ghea yang tengah membawa piring-piring kotor ke tempat cucian untuk dicuci ART-nya pun menoleh pada putranya. "Kamu juga sadar?"

Elkano mengangguk. Ia memang menyadari adanya kejanggalan pada perilaku Hugo beberapa hari terakhir, suasana hatinya terlihat seringkali buruk, sering berdecak dan mendengkus ketika diajak berbicara, padahal biasanya sering berisik beradu mulut dengan Elvano atau papanya.

"Mama juga nggak tau kenapa, kemarin ditanyain sama Papa bilangnya nggak pa-pa. Mungkin lagi ada masalah di sekolah, kalau nggak lagi galau karena pacarnya, nanti coba Mama deketin," urai Ghea, mencuci tangannya di wastafel.

"Dah, ayo masuk dulu, piringnya biar dicuci Mbak Aida. Da, nanti kalau udah selesai, lampunya matiin ya, istirahat."

Mbak Aida selaku asisten rumah tangga di rumah Raka, menganggukkan kepalanya. "Iya, Nya."

"Akh— Go! Lo kenapa sih? Santai aja coba, orang baru mau geser juga." Seruan Elvano membuat atensi Ghea dan Elkano yang barusaja datang dari dapur pun tersita, melihat Elvano yang berjengit kaget karena tiba-tiba digampar sama Hugo.

"Bukan salah gue! Dibilang minggir dulu, conge lo!" semprot Hugo, lantas melengos pergi setelah mengambil benda yang ia cari, membuat Elvano menautkan alis menatap adiknya itu dengan pandangan heran.

"Kenapa, Bang?" tanya Ghea saat melihat Hugo melenggang pergi dengan ekspresi kesal.

"Tau tuh, Hugo, Ma, emosi mulu dari kemarin-kemarin," ujar Elvano, bergeleng kepala, ikutan kesal karena tiba-tiba dijutekin padahal dia nggak salah apa-apa.

"Reon juga dimarahin Bang Go, padahal Reon cuma mau pinjem mainan ikan-ikan," adu Reon pada mamanya.

Ghea membuang napas pelan. "Mama mau samperin Bang Go, Reon belajar sama Bang Kan dulu, ya?"

"Sama Bang Van aja, Re! Ayo sini, Abang ajarin!" sahut Elvano, tersenyum lebar sambil menepuk-nepuk sofa di sampingnya agar sang adik mendekat.

"Sama Bang Kan aja," sela Elkano, tidak bisa mempercayai abangnya yang sering ngawur kalau ngajarin.

Kemarin saja waktu adiknya bertanya, "Bahasa inggrisnya nakal apa, Bang?"

Elvano dengan tidak berdosanya menjawab, "Oh gampang. Bahasa inggrisnya nakal ya bundle."

Reon mengerjapkan kelopak matanya, menatap kedua kakak kembarnya itu dengan bingung, lantas menggeleng beberapa kali. "Reon bisa belajar sendiri, kok! Nanti kalau nggak bisa, Reon tanya sama Abang," ujar bocah itu, mulai membuka buku dan kotak pensilnya.

"Pinter banget Adek Abang," puji Elvano, mengulurkan tangannya, mengacak gemas rambut sang adik.

"Mama mana?" Suara yang datang menginterupsi itu membuat mereka bertiga yang ada di ruang tengah menolehkan kepalanya.

"Lagi ruqyah Hugo, biar setan juteknya ilang," jawab Elvano.

Raka mengangguk-angguk, mengambil duduk di bagian sofa panjang yang masih kosong. "Nggak merasa bikin salah, Bang?" tanya Raka, membuat Elvano yang baru mau buka ponselnya langsung dongak.

"Ya Allah, Pa, kesalahan yang mana lagi ini, perasaan Vano punya salah mulu deh. Kesalahan dari jaman majapahit diungkit-ungkitin lagi," eluh Elvano, membuat Raka tertawa.

"Bukan sama Papa, tapi sama Adek kamu, Hugo. Siapa tau kalian berdua ada yang buat salah, terus nggak sadar, makanya Hugo marah. Badmood mulu Papa liat dari kemarin-kemarin," ujar Raka.

Renjana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang