"Kayaknya, bentar lagi ada yang berhasil move on nih," celetukan Clara membuat Ivy yang sedang mengikat tali sepatunya mengangkat pandang.
"Apanya yang berhasil, baru juga berapa hari," sahut Ivy tak acuh.
"Tapi 'kan lumayan, kemajuan tau, lo biasanya tiada hari tanpa Elkano, terus sekarang udah hampir seminggu lebih dari kita masih ulangan, sampe ini hari ke empat class meeting, ya nggak, Cel?" beber Clara, mendapat persetujuan dari Celine.
Celine tersenyum dan mengangguk. "Bagus dong, beneran jadi nih kita ke Raja Ampat sama Labuan Bajo?" ujar gadis itu.
Ivy terdiam, kembali menoleh ke arah sahabatnya. "Yang bener aja seminggu lebih? Ngaco lo."
Clara mengangguk cepat. "Ih, benerr, seminggu lebih, kalau nggak dua minggu malah, bener nggak, Cel? Soalnya, habis lo ... ngamuk di ruang taekwondo waktu itu kalau nggak salah, lo udah jarang deketin Elkano lagi."
Ivy mengerjap. Apa benar? Ia tidak menyangka jika sudah lumayan lama juga tidak cari perhatiann ke Elkano, meskipun waktu itu mereka sempat berbicara empat mata saat di ruang OSIS.
"Masa sih?" tanyanya, masih tidak percaya.
"Lo gimana sih, lupa hari ya?" ujar Clara.
"Udah sibuk sama sebelah sekarang, makanya udah lupa sama yang lama," ejek Celine, tersenyum miring.
"Sebelah siapa maksud lo?" Ivy melirik sinis.
Mengendikkan pundaknya, Celine menaikkan alis dengan dagu berkerutt. "Kita mana tau ya, Ra, orang mainnya rahasia-rahasiaan begitu sekarang."
Clara mengangguk-angguk. "Takut kita ambil kali, Cel."
"Eh mulut lo jangan asal ngomong ya," ujar Ivy sewot.
"Ih milit li jingin isil ngiming yi," cibir Celine. "Mau lo sembunyiin juga kita tetep tau kali, Vy, ya nggak, Ra?"
Clara mengulum bibirnya dan mengangguk. Sedang Ivy hanya memasang tampang julid
"Sinting lo berdua," sewotnya, mengecangkan ikatan rambut dan pergi keluar kelas lebih dulu, sebab hari ini ia menjadi perwakilan kelasnya untuk bertanding basket.
Disaat Ivy tengah berjalan santai menuju lapangan, bergabung bersama teman-teman perempuannya yang tengah menunggu giliran main, Ivy tak sengaja melihat ke arah lantai dua gedung IPA, hanya sekilas, tetapi karena tidak mau salah lihat, Ivy kembali memastikannya lagi.
Ekspresi wajah Ivy langsung mendadak sewot saat ternyata yang ia lihat tidak salah, dua orang yang mengobrol di lantai dua gedung IPA itu adalah Elkano dan Jingga.
Dih, ngapain sih tuh orang berdua pake segala di situ?, batin Ivy, sensi, padahal mau di mana pun mereka berada juga hak mereka, mereka sekolah 'kan juga bayar.
Mendengkus kasar, Ivy melengos, memilih pura-pura tidak pernah melihat sebelumnya. Gadis itu lanjut berjalan, tanpa sadar jika Elkano dan Jingga yang berdiri menumpu tangan di pembatas lantai dua itu sempat melihat ke arahnya.
"Tau nggak El apa yang lebih nggak enak dari nunggu sesuatu yang belum pasti?" celetuk Jingga, menoleh pada Elkano.
Membuat Elkano juga menoleh ke arah gadis itu dengan tampang bertanya sekaligus bingung. "Apa?" sahut pemuda itu.
"Selalu berjuang, tapi nggak pernah dianggep," jawab Jingga, tersenyum.
"Maaf kalau gue terkesan ikut campur dan sok tau, tapi jujur aja nggak apa-apa kok, El, kalau sebenernya lo juga suka sama Haivy," ujar Jingga, mengundang lipatan halus muncul di dahi Elkano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana
Teen FictionCOMPLETED. [ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] SEQUEL IT CALLED LOVE - SPIN OF ELVANO ──────────────── Kata orang, Elkano itu cuek, saking cueknya kalau ada orang tenggelam yang minta tolong, bukannya nolongin, dia cuma diam sambil nonton. Padahal nyatanya...