37- Ambisi

37 3 0
                                    

Tap... Tap... Tap...

Takagi terus berjalan dengan pelan dibawah derasnya rintikan air hujan, pakaiannya basah, perasaannya campur aduk, rasa bersalah pula meninggalkan Ezra sendirian, namun jika dia mengindahkan lelaki itu, ambisinya yang sudah ditanamkan akan tumpul dan hilang begitu saja.

Tentu saja, Ezra itu berharga untuk Takagi.

BRUK!

Tiba-tiba saja seseorang terjatuh karena berlari menabraknya, menyadarkan Takagi dari lamunannya. Ah, sudah sejauh ini ternyata dia berjalan, setidaknya 15 menit lagi dia sampai di tujuan.

Kemudian dengan terdiam dan berdiri tegap, dia memperhatikan orang yang menabraknya, merintih bahkan protes.

"Kau ngapain?! Hampir aja kau merusak buku Sherlock Holmes yang aku beli!"

Perempuan yang menabraknya itu protes dan kesal, namun tidak terlihat kesal, melainkan seperti becandaan dan sikapnya kekanakan, usianya juga terlihat seperti kakaknya.

Terpampang bungkusan paket, atas nama Destiny Awahita.

Yah, Takagi tidak mengenalnya, namun seperti pernah melihatnya, sayangnya tujuannya mengalahkan rasa penasarannya, walau jauh didalam benak dirinya seperti memberi sinyal bahwa dia harus tahu siapa orang ini.

"Buku Holmes?" Takagi berguman.

Destiny berdiri, terasa energinya yang bersemangat dan menggebu-gebu, "Bukan sekedar buku!! Dia itu pintar sekali! punya deduksi yang luar biasanya Masya Allah!!"

"Terserah." Takagi memutuskan untuk pergi, padahal niatnya ingin meminta maaf, namun sepertinya perempuan itu juga tidak merasa keberatan selama buku kesayangannya baik-baik saja.

Tentu saja, Destiny langsung mencegahnya, tidak suka apabila orang pergi melewatkan sesuatu tentang dirinya, ini menyenangkan.

"Tunggu!!"

Langsung saja Destiny melepas lensa kontak dari matanya, setidaknya Takagi cukup sabar sekarang, sepertinya akan ada masalah lain jika tidak meladeni orang asing itu. Baiklah, asal tidak buang-buang waktu lebih lama lagi.

"Kalau kau tahu inspirasi yang kudapat dari buku Sherlock Holmes, kau pasti terpukau! Oke, coba kita lihat-"

Suasana hening sejenak. Takagi yang menunggu Destiny, dan Destiny yang terdiam, perempuan ini mencoba untuk memastikan kembali, namun sepertinya dia tidak salah...

Yang benar saja, anak laki-laki jepang ini adiknya-?

"Aku tak bermaksud untuk suudzon atau ikut campur, tapi aku sedikit menentang tujuanmu."

"Jika tetap pergi, kau bisa mati." Pandangannya lurus menandakan keseriusannya, turut menampilkan warna mata aslinya yang kuning kehijauan.

Takagi tak bereaksi apapun, dari wajahnya, benar dugaannya kalau perempuan ini bukan orang biasa.

"Ya, aku sudah tahu."

Di hutan pinggiran kota...

DOR! DOR!!!

Selang beberapa saat ketika tiba di ranah lokasi, Takagi telah melenyapkan 2 anggota Tudung Merah bersenjata yang sedang berjaga di hutan, berjalan meninggalkan dua tubuh bersimbah darah itu.

Takagi dengan gesit bergerak berusaha menutup diri dari pandangan musuh. Dia sampai di halaman sebuah mansion tua kumuh namun masih berdiri dengan megahnya, dia mengawasi dari balik pohon, melihat ada seorang berjubah merah sedang mengawasi dari balkon lantai 2, yang bersiap dengan shotgun.

Takagi memutuskan untuk memutar, "Psst!!" Begitu si pengawas itu mendengar sebuah siulan dan menunjukkan kepalanya, Takagi langsung membidiknya, sebuah peluru menembus kepala si pengawas itu.

Prince Charming [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang