Kehidupan, itu identik dengan kata 'hidup' dan 'mati'. Dalam sebuah riwayat, "Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan kematian."
Namun, begitu seorang individu mulai mendalami sifat kehidupan, mereka akan menyadari bahwa kehidupan juga memiliki sebuah interaksi. Interaksi yang membuat timbulnya pertemanan, aliansi, bahkan konflik.
Lalu, apakah kita bisa menganggap bahwa konflik adalah salah satu pemicu timbulnya kematian?
Lalu bagaimana dengan perasaan individu lainnya ketika melihat atau mendengar kenyataan bahwa seseorang telah tiada?
Sedih? Marah? Atau perasaan balas dendam?
Kenapa perasaan itu bisa muncul? Bukankah kematian itu lumrah? Sekaligus mencamkan, bahwa setiap yang telah mati tidak akan kembali?
Hal sesederhana itu, kenapa ada saja orang yang tidak mengerti bahkan tidak bisa menerima kenyataan akan kematian seseorang?
Aku tidak paham...
****
Fasilitas umum dengan latar belakang kesehatan ini cukup ramai, dan setiap hari pasti ada yang datang dengan tujuan masing-masing.
Di tempat yang bernama Rumah Sakit inilah, tempat orang-orang datang untuk mengembalikan kesehatan mereka sekaligus senyuman dan kegembiraan mereka agar dapat kembali beraktivitas.
Sekaligus tempat dimana ada orang-orang yang bersedih atas kematian seorang individu.
Timbul pertanyaan yang sama, mengapa? Mereka bersedih atas hal itu?
Aku tidak berani menanyakan hal itu pada siapapun, terakhir aku menanyakannya pada Ibuku, dan beliau marah besar sembari beranggapan bahwa aku mempermalukan diri dan keluarga dengan pertanyaan konyol seperti itu.
Kenapa? Aku hanya bertanya...
Aku tidak paham bagaimana sistim interaksi ini berjalan, aku tidak bermaksud untuk merendahkan kesedihan seseorang...
Aku hanya tidak mengerti...
Kusudahi lamunanku ketika seseorang masuk ke kamar rawatku karena memiliki kewajiban dan otoritas untuk merawatku hingga aku sembuh.
****
"Nana, gimana keadaanmu?"
Sang dokter menanyakan sebuah pertanyaan kepada gadis kecil yang duduk di ranjang sembari menatap sang dokter dengan tatapan polos.
"Baik kok, cuma badan terasa agak kaku." Balas gadis itu.
Nana, itu nama panggilannya. Pikiran mendalam tentang interaksi dan individu tadi adalah isi pikiran milik anak ini, cukup aneh rasanya ada anak-anak berpikiran seperti itu, benar?
Seusai membalas ucapan sang Dokter, nayanika anak berumur 6 tahun dengan gemerlap berwarna zamrud itu menatap dengan penuh berharap pada sang Dokter.
Sudah jelas Dokter bagian spesialis anak itu sudah berpengalaman hingga mengerti maksud tatapan anak itu.
"Oke, kamu boleh keluar agar tubuhmu tidak kaku, tapi jangan lama-lama, paham?"
"Sungguh?!" Kata Nana dengan bersemangat, hal inilah yang membuatnya sangat senang dengan sang dokter.
"Tentu saja, jangan lama-lama, saya pergi dulu."
Setelah lelaki tegap berjas putih itu berjalan keluar kamarnya, dengan bersemangat Nana segera memakai jaket dan memperbaiki jilbabnya.
Langkah kakinya berjalan dengan lincah keluar dari kamar setelah membuka pintu geser yang membatasi antara ruang rawat dengan koridor, namun secara bersamaan, terlihat seorang anak laki-laki seumuran dengannya keluar dari kamar rawat sebelah.
![](https://img.wattpad.com/cover/290981259-288-k972687.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Charming [END]
Teen Fiction"Kau mau melarikan diri ya?" Hanya dengan kalimat itu saja membuat jantung Nakamoto Nana berdebar gugup tak tahu kenapa, mungkin karena kalimat itu hanya diucapkan oleh cinta pertamanya. Jangan salah, yang berucap demikian ialah kakak kelasnya, Ezr...