D U A P U L U H L I M A

3.2K 92 1
                                    

CATT: SEBELUM BACA ADA BAIKNYA KALIAN VOTE DULU. DAN SAMBIL MEMBACA JANGAN LUPA KOMEN. KALAU ENGGA AUTHOR SUMPAHIN MATANYA BINTILAN SEUMUR HIDUP KARNA UDA NGINTIP KARYA ORANG :-)
.
.
.

Sejak kejadian kemarin, Evans sama sekali tidak membahas masalah Zwetta pada Enzo. Evans mengantar Enzo dan Reno ke apartemen dan dia lanjut ke perusahaan.

"Boy, kamu sudah bangun?" tanya Evans mengucek matanya dan berjalan mencari putranya. Kemarin malam dia bekerja lembur jadi dia bangun lebih siang dari biasanya.

Dia sama sekali tidak mendapat jawaban sampai saat dia tiba di ruang tamu dia melihat Selena dengan mata memicing tajam melihatnya tidak suka, dengan Enzo yang tampak lemas dengan plester kompres demam bertengger manis di keningnya.

"Enzo, kamu sakit?!" tanya Evans penuh keterkejutan. Evans dengan cepat mendekati putranya, mengecek suhu tubuhnya menggunakan telapak tangannya, dan benar saja suhu tubuhnya naik.

Selana menatap pria itu tajam,"Kamu gila kak, bisa-bisanya bangun siang di saat Enzo sedang sakit!" cerca Selena saat itu juga.

"Aku sama sekali nggak tau Selena, lagi pula kenapa nggak ada yang membangunkan ku," keluhnya menatap Cici dan Gina yang berada di dapur yang sedang menunduk merasa bersalah.

"Maaf tuan, tadi kami sangat khawatir dan takut membangunkan tuan jadi kami menelepon Nona Selena," jawab Gina merasa bersalah.

Evans menghela nafas, "Sini sama Papi," ajak Evans yang kini benar-benar merasa khawatir.

Enzo menggeleng kecil, matanya terlihat sayu dan setiap gerakan tubuhnya sudah menjadi pertanda kalau dia lemas dan tidak memiliki tenaga.

Selena menghela nafas,"Apa yang terjadi?"

Evans mengernyit bingung, tidak paham. Dia baru saja bangun dan baru tau kalau Enzo sakit,"Ini faktor psikologi bukan karena virus Kak," jelas Selena kembali membuat Evans seketika mengerti. Menghubungkan semua yang terjadi pada Enzo sampai putranya menolaknya sekarang.

Nafasnya sedikit tercekat, tapi berusaha menghela nafas. Pikiran nya semakin bimbang saat ini, tapi dia tidak mungkin juga membatalkan rencana pernikahan mereka. Rencana mereka sudah terlalu jauh di laksanakan.

Dia berjongkok, mengelus lembut puncak kepala Enzo,"Enzo, maafkan papi yah. Kemari katakan pada Papi apa yang membuat Enzo sakit? Enzo pria jujur kan,"

Awalnya pria kecil itu tidak bergerak sama sekali, tapi lama kelamaan dia mulai bergerak menuju pangkuan Evans tapi dengan wajah kusut menahan tangis yang sepertinya akan pecah.

Benar saja setelah sampai sempurna di tubuh Evans, tangan kecil itu memeluk erat tubuh Evans dan menangis dengan suara tertahan.

"Papi nggak sayang yah sama Mami?" tanya nya di sela tangis nya, siapapun yang melihat Enzo saat ini pasti merasa iba. Apalagi mendengar pertanyaannya yang mampu membuat nyeri di ulu hati Evans.

Evans menggeleng tidak setuju,"Sayang sekali Enzo," jelasnya singkat dan memalingkan wajahnya.

Selena menghela nafas, menatap Evans dan menunjuk Enzo berbicara isyarat seolah berkata, Dia sudah tau kakak akan menikah?  Dan tentunya mendapat anggukan kepala dari Evans.

* * *

Zwetta duduk bersandar di bahu Raffi, tubuhnya terasa lelah sekali. Dan saat ini jam istirahat makan siang, selain pasien yang semakin banyak, pikiran nya juga sedang kacau. Ingin sekali dia bercerita tapi tentunya Raffi bukan tong sampah yang tepat untuk ceritanya kali ini.

Tangan pria itu mengelus lembut rambutnya memberi ketenangan,"Ada apa honey? Apa pekerjaan ini menganggu mu lagi?"

Zwetta mendongak, mengangguk kecil,"Capek, but i was born to save lives"

Mate From Daddy (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang