E M P A T P U L U H D U A

4K 165 9
                                    

KOMEN KALAU NEMUIN TYPO!

Happy Reading!

.
.
.

“Buka mulutnya sayang,” pinta Zwetta yang sedang menyuapi Enzo makan siang. Demam Enzo masih sering naik turun dan tubuhnya juga masih sering tiba-tiba pucat. Sementara Zwetta, wanita itu sudah terlepas dari infus nya, dia bisa lebih leluasa merawat Enzo. Penglihatan Enzo yang sedang sibuk ke arah televisi teralihkan ke sendok Zwetta dan membuka mulutnya.

“Muami...lehatt,” ucap Enzo menunjuk layar televisi dengan mulut yang masih terisi makanan. Zwetta menatapnya kemudian menatap televisi bergantian, lalu tertawa bersama Enzo melihat ekspresi konyol spongebob di zaman purba.

Evans yang sedang duduk di sofa menatap mereka,“Enzo, makan dulu. Jangan terlalu fokus ke Tv. Bicaranya nanti aja sesudah menelan makanan.” perintah Evans mengingatkan.

Enzo menatapnya sekilas kemudian mengangguk kecil. “Mami bersamamu Enzo, jangan takut,” sahut Zwetta menatap Evans tajam.

Dia benar-benar kecewa, pria itu sama sekali tidak memberi penjelasan apapun padahal ini sudah hari kedua mereka berada di rumah sakit. Sudah tidak bertanggung jawab sekarang memberi perintah pada putranya seenaknya.

Kehadiran Enzo di sisi mereka adalah penyelamat, jika bukan karena Enzo pasti amarah Zwetta sudah meledak-ledak sejak kemarin.

“Aaa... Bagus, satu suapan lagi yah,” ujar Zwetta tersenyum senang. Akhirnya Enzo memiliki selera makan lagi, Enzo terdiagnosa penyakit demam berdarah. Selera makan yang turun tidak bisa dianggap sepele di penyakit ini, karena bisa mengarah pada kondisi penurunan berat badan hingga malnutrisi. Keadaan ini dapat memperlambat proses penyembuhan serta pemulihan penyakit demam berdarah.

Untungnya Zwetta cepat membawanya ke rumah sakit saat itu, karena trombosit Enzo turun drastis mencapai 40.000 per mikroliter darah. Padahal nilai trombosit yang normal pada anak adalah 150.000 hingga 450.000 trombosit per mikroliter darah.

“Kenyaupa diya...uhuk...uhuk...”  Evans  berdecak bangkit mengambilkan teko air dengan cepat dan mengisinya di gelas. Sementara Zwetta menepuk punggung Enzo perlahan-lahan. Air mata Enzo keluar, dia terus menerus terbatuk hingga akhirnya dua butir nasi keluar dari lubang hidungnya.

Zwetta menghela nafas, dia menatap Evans yang kini memegang segelas air dan menyodorkan nya. Bukannya mengambil, Zwetta malah mengambil gelas kosong lainnya dan menuangkan air dari teko dan memberikannya pada Enzo. Evans menarik kembali tangannya dan meletakkan gelas itu di nakas sebelah Enzo.

“Minum dulu sayang, makan nya pelan-pelan dong. Kalau mau bicara setelah makanan Enzo tertelan, Enzo ngga bisa maksa diri Enzo makan sambil berbicara sekaligus. Enzo paham?” jelas Zwetta tanpa ada nada tinggi, sembari memberi Enzo minum, dan tangan kirinya mengusap air mata Enzo yang sempat terjatuh.

Enzo mengangguk kecil. “Ayo satu suap terakhir. Setelah ini kamu istirahat yah,”

Evans terlihat seakan ingin berbicara pada Enzo tapi Zwetta menggelengkan kepalanya, matanya seolah memberi isyarat kamu boleh berbicara nanti. Evans menghela nafas dan akhirnya memilih keluar dari ruang rawat inap Enzo.

Enzo menelan suapan terakhir,“Bagus sekali. Ayo minum yang banyak, sebentar yah Mami bersihin makanan kamu dulu,”

Zwetta menyodorkan segelas air baru dan mengangkat piring Enzo membawanya ke meja sebelah pintu masuk. Mengambil tisu dan mengelap bekas makanan Enzo hingga tidak ada satu nasi pun yang tersisa di tempat tidur rumah sakitnya.

Mate From Daddy (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang