“Kamu yakin mau melahirkan secara normal?” tanya Evans, suaranya gemetar. Keringat dingin sudah membasahi dahinya. Matanya tak pernah lepas dari Zwetta, yang berjalan perlahan-lahan mengelilingi ruang observasi untuk membantu proses pembukaan jalan lahir.
Zwetta tersenyum lembut sambil mengusap perutnya yang membesar. “Aku yakin, sayang. Aku dan bayi ini pasti bisa. Jangan khawatir, percayalah padaku.” Suaranya terdengar menenangkan meski tubuhnya mulai terasa lelah.
Evans menarik napas panjang. “Tapi bagaimana kalau operasi saja? Lebih aman, kan? Aku nggak mau ambil risiko. Aku nggak mau kehilangan kamu.” Ada rasa takut yang jelas terpancar dari nada suaranya. Trauma masa lalu membuatnya sulit percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Zwetta berhenti berjalan dan menatap suaminya penuh kasih. “Evans, kita harus percaya pada tubuhku. Tidak ada komplikasi, dan ini proses alami. Jangan membuatku gugup,” ucapnya sambil menggenggam tangan suaminya.
“Tapi sayang... ”
Zwetta lagi-lagi menggelengkan kepalanya, berjalan sembari mengelus lembut perut besarnya,“Untuk apa keluar dari jendela kalau bisa keluar dari pintu utama. Jangan begini Evans kamu yang seharusnya menyemangati ku,”
“Huh.. maafkan aku sayang,” cicitnya mengikuti langkah demi langkah Zwetta. Takut-takut tiba-tiba wanita itu akan mengalami kontraksi lagi.
Evans semakin mendekat dan mengecup puncak kepala Zwetta dari belakang,“Tapi ini yang pertama dan terakhir yah. Aku nggak akan membiarkan mu melahirkan lagi,” sambungnya lagi.
Zwetta menggeleng kesal,“Aku masih ingin memberi Enzo adik perempuan Evans,” gerutu nya. Mengingat hasil USG bahwa janin nya saat ini berjenis kelamin laki-laki.
Evans masih tampak ragu, “Jangan dong sayang, in--”
Seketika, Evans berhenti berbicara ketika saat Zwetta mencengkram kemeja birunya karena kontraksi yang mulai intens, ia langsung panik. “Dokter!” panggilnya dengan nada tinggi.
Zwetta meletakkan satu jari di bibir Evans, menghentikan kata-katanya. “Aku baik-baik saja. Fokus saja menemani aku, oke?” Meski Zwetta mencoba menenangkan suaminya, tubuhnya mulai terasa lemah. Tekanan di panggul semakin besar, punggungnya terasa seperti tertarik, dan rasa nyeri melilit di perut bawah.
Evans menghela nafas, dia mengelus lembut perut Zwetta dari arah belakang,“Tenang yah sayang,” pintanya mengelus terus perut Zwetta dengan tangan kanannya. Dan tangan kirinya memijit perlahan punggung wanita itu.
Zwetta menarik napas nya kembali. Sesak menghantam dadanya, dan kontraksi nya semakin cepat datang pergi. Dia masih bersandar di tubuh Evans. Tangan kirinya pun ikut mengelus punggungnya yang terasa semakin sakit.
Zwetta menggeleng,“Bawa aku ke tempat tidur Evans,” pintanya tidak tahan lagi. Evans menurut, memapah wanitanya perlahan-lahan ke tempat tidur. Napas Wanita itu kian memburu, setelah sampai di tempat tidur dia menekan bell pemanggil tenaga medis.
Beberapa saat kemudian, perawat masuk setelah Zwetta menekan bel panggilan.
“Kontraksi lagi,” adu Evans setelah salah satu tenaga medis yang masuk. Tangannya sibuk membelai perut Zwetta sembari berdoa agar sakit istrinya di beri keringanan.
“Kita periksa sudah pembukaan berapa dulu ya Pak, Bu Zwetta,” ucapnya sopan sambil mengenakan sarung tangan steril.
Proses pemeriksaan dilakukan dengan hati-hati. “Sudah pembukaan sembilan, Ibu. Kita harus pindah ke ruang bersalin sekarang. Sebentar saya ambilkan kursi roda. ”
Evans buru-buru membantu memapah istrinya ke kursi roda yang disiapkan. Saat mereka keluar menuju ruang bersalin, keluarga yang menunggu di luar ruangan hanya bisa melihat dengan penuh doa.
![](https://img.wattpad.com/cover/243075623-288-k798066.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mate From Daddy (Completed)
Romance𝐖𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠! 𝐑𝐨𝐦𝐚𝐧𝐜𝐞𝐚𝐝𝐮𝐥𝐭 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 𝟐𝟏+ 𝐁𝐢𝐣𝐚𝐤𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐡 𝐛𝐚𝐜𝐚𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐝𝐚! PRIVATE DI BEBERAPA PART, FOLLOW DULU SEBELUM BACA! Peringkat teratas : ~Rank #2 IN LOVE - 16 AGUSTUS 2022 ~Rank #3 IN ROMAN -14 AGUSTU...