“Kamu yakin mau melahirkan secara normal?” tanya Evans, dia gugup hingga memperlihatkan peluh di dahinya. Keringat dingin.
Zwetta menganggukkan kepalanya,“Aku akan baik-baik saja sayang, jangan takut. Aku yakin kami pasti bisa,” ucap Zwetta membelai lembut wajah Evans. Dia berjalan kembali mengelilingi ruang observasi. Menggerakkan otot panggul dan juga rahim supaya jadi lebih rileks dan memperlancar pembukaan persalinan.
Evans menarik nafasnya,“Operasi Caesar aja yah sayang,” pintanya mencoba sekali lagi. Setidaknya dengan melakukan persalinan buatan Zwetta pasti akan aman. Walau tidak memiliki kondisi buruk dalam kehamilannya dan dinyatakan dokter mampu melakukan persalinan normal tapi Evans tetap sangat gugup. Dia takut sekali kejadian yang sama terulang.
Zwetta menggelengkan kepalanya, berjalan sembari mengelus lembut perut besarnya,“Untuk apa keluar dari jendela kalau bisa keluar dari pintu utama. Jangan begini Evans kamu yang seharusnya menyemangati ku,”
“Huh maafkan aku sayang,” cicitnya mengikuti langkah demi langkah Zwetta. Takut-takut tiba-tiba wanita itu akan mengalami kontraksi lagi.
Evans semakin mendekat dan mengecup puncak kepala Zwetta dari belakang,“Tapi ini yang pertama dan terakhir yah. Aku nggak akan membiarkan mu melahirkan lagi,” sambungnya lagi.
Zwetta menggeleng kesal,“Aku masih ingin memberi Enzo adik perempuan Evans,” gerutu nya. Mengingat hasil USG bahwa janin nya saat ini berjenis kelamin laki-laki.
Evans menggeleng,“No sayang, cukup sampai disi--”
Evans berhenti berbicara ketika Zwetta mencengkram kuat kemeja biru yang dia pakai, saat dia kembali merasakan kontraksi lagi. Merasakan nyeri di bagian perut bagian bawah. Panggul dan kemaluannya juga terasa semakin tertekan. Dan sakit pada punggungnya yang terasa semakin menyiksa.
Evans menggenggam lengan Zwetta dengan cepat, membawa wanita itu bersandar di dadanya, “Dok--”
Zwetta menutup kencang bibir suaminya, kemudian menarik napas panjang, dan membuangnya perlahan. Dia ingin tertawa tapi marah bersamaan. Pria itu seharusnya menyemangati nya, tapi lihat dia malah yang lebih merasa takut dan heboh.
Evans menghela nafas, dia mengelus lembut perut Zwetta dari arah belakang,“Tenang yah sayang,” pintanya mengelus terus perut Zwetta dengan tangan kanannya. Dan tangan kirinya memijit perlahan punggung wanita itu.
Zwetta menarik napas nya kembali. Sesak menghantam dadanya, dan kontraksi nya semakin cepat datang pergi. Dia masih bersandar di tubuh Evans. Tangan kirinya pun ikut mengelus punggungnya yang terasa semakin sakit.
Zwetta menggeleng,“Bawa aku ke tempat tidur Evans,” pintanya tidak tahan lagi. Evans menurut, memapah wanitanya perlahan-lahan ke tempat tidur. Napas Wanita itu kian memburu, setelah sampai di tempat tidur dia menekan bell pemanggil tenaga medis.
“Kontraksi lagi,” adu Evans setelah salah satu tenaga medis yang masuk. Tangannya sibuk membelai perut Zwetta sembari berdoa agar sakit istrinya di beri keringanan.
“Kita cek uda pembukaan berapa yah,”
Zwetta mengangguk, berusaha mengendalikan pernapasan nya,“Sudah pembukaan sembilan, kita pindah ke ruang bersalin. Sebentar saya ambilkan kursi roda,”
Ucap sang perawat itu lalu keluar, memanggil sang dokter dan perawat lainnya. Dia kembali dengan membawa satu kursi roda yang akan Zwetta pakai menuju ruang bersalin.
Evans mengangkat tubuh Zwetta, mendudukkan nya di kursi roda. Mereka berjalan ke luar ruangan, disana sudah ada keluarga mereka semua yang sedang berkumpul ikut menantikan buah hati mereka yang akan lahir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mate From Daddy (Completed)
Romance𝐖𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠! 𝐑𝐨𝐦𝐚𝐧𝐜𝐞𝐚𝐝𝐮𝐥𝐭 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 𝟐𝟏+ 𝐁𝐢𝐣𝐚𝐤𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐡 𝐛𝐚𝐜𝐚𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐝𝐚! PRIVATE DI BEBERAPA PART, FOLLOW DULU SEBELUM BACA! Peringkat teratas : ~Rank #2 IN LOVE - 16 AGUSTUS 2022 ~Rank #3 IN ROMAN -14 AGUSTU...