Bab 71

14.2K 53 0
                                    

"Jadi, jika kita tidak membelinya, tidak boleh mencobanya, betul?" Harvey tersenyum. Baru kali ini dia dilayani oleh karyawan toko yang meremehkannya. Aneh, pikirnya, bagaimana mau membelinya kalau tidak bisa mencobanya?.

Mandy terlihat tidak nyaman di antara mereka. Tampak jelas bahwa karyawan tersebut memandang rendah mereka. Memang faktanya, perusahaan Mandy beruntung telah bangkit dari kesulitan dengan delapan ratus ribu dolar yang diperoleh Harvey. Dia pasti tidak sanggup menghabiskan enam belas ribu dolar untuk sepasang sepatu.

"Harvey, ayo kita pergi. Kita lihat-lihat di beberapa tempat lain saja... "kata Mandy.

Melihat sikap Mandy, Harvey menurut saja. Toh, ada banyak sekali merek bagus di pusat perbelanjaan itu. Karena karyawan di toko itu tidak berperilaku baik, mereka bisa pergi ke toko lain. Selama mereka punya uang, mereka tidak perlu khawatir tidak bisa membeli sepasang sepatu.

Tapi sebelum mereka bertiga meninggalkan toko itu, mereka mendengar suara wanita dari belakang, "Hei! Aku mau mencoba sepatu itu!".

Wanita yang tampak berumur dua puluhan itu sangat cantik. Dia menunjuk ke sepasang sepatu yang sedang dilihat Mandy dan yang lainnya. Selain itu, ada seorang pria botak dan gemuk di sampingnya yang tampak seperti berusia lima puluhan mengenakan kalung emas besar dan berkilau.

Dalam sekejap, pria botak itu menatap wanita itu seolah siap untuk menghabiskan uang untuknya. Sepertinya dia pun tidak sadar dijebak oleh wanita muda itu.

Melihat itu, pegawai yang tadi, berkata dengan sopan terhadap mereka, "Baik Nona, mohon tunggu sebentar. Aku akan ambilkan. Silahkan duduk disini. Mau minum apa nona?".

Sikap karyawan itu sangat berbeda. Harvey menghela nafas dan tidak bisa berkata apa-apa. Dia sudah terbisasa dengan hal-hal semacam itu selama tiga tahun ini. Dipandang sebelah mata oleh orang-orang.

Harvey tidak memiliki kebiasaan untuk membuat masalah lebih besar. Tetapi mereka belum pergi dari toko itu, karyawan itu telah menurunkan sepasang sepatu itu dan menyerahkannya kepada wanita yang baru datang tadi.

Dia bahkan menyanjung, "Nona muda, sepatu ini sepertinya cocok sekali untukmu... bukan untuk siapa-siapa. Bukan untuk yang tidak punya uang, tetapi bertingkah seolah seperti orang kaya di sini. Hanya ingin mencobanya dan foto-foto. Setelah itu, mereka membeli produk versi Amazon yang serupa tapi tidak sama dan hanya untuk pamer saja dan terlihat seolah-olah mereka orang kaya. Bukankah begitu?

"Mereka miskin, tapi mereka ingin bersikap sok kaya. "kok bisa ya orang seperti mereka bisa masuk ke sini, mau mencoba sepatu semahal ini? Sungguh Lucu!"

Karyawan itu mencibir dengan suara keras sehingga beberapa pelanggan memandang mereka dan mulai saling berbisik.

Awalnya, Harvey tidak mau ambil pusing. Tetapi ketika dia menyadari bahwa ekspresi wajah Mandy semakin sedih, dia tidak bisa menahan diri lagi. Dia berbalik dan berkata dengan dingin, "Kau hanya seorang karyawan disini. Kenapa? Kau hanya membantu menjual beberapa pakaian dan sepatu di sini. Bagaimana kau bisa bertindak seperti kau jauh lebih unggul dari yang lain? Menurutmu, apakah kau yang memiliki toko ini? Kenapa kau bersikap pura-pura?

"Memangnya aku berpura-pura?" tidak pernah terpikir olehnya bahwa Harvey akan membalasnya. Wanita itu merasa terhina oleh kata-kata Harvey. "Memalukan! Kalau kau tidak mampu membeli produk di sini, jangan datang ke pusat perbelanjaan mewah! Bajumu saja murah, ponsel ketinggalan jaman, berani-beraninya mau mencoba sepatu di sini. Pergilah! Jangan buang-buang waktu kami! Aku paling benci orang miskin sepertimu!. Miskin tapi bergaya seperti orang kaya.

"Benar sekali!" Wanita cantik tadi melirik Mandy. Ketika dia melihat betapa menawan dan cantiknya Mandy, dia dipenuhi rasa iri dan mengejeknya, "Ini bukan pekerjaan mudah juga baginya. Dia pasti biasa melayani pelanggan elit. Sementara kau? Datang tapi tidak membeli apa-apa."

"Harvey, ayo pergi!" Tiba-tiba kerumunan orang semakin bertambah. Mandy merasa malu.

Dia tidak yakin Harvey Mampu membelikan sepatu itu untuknya, walaupun tahu bahwa Harvey sudah memiliki pekerjaan.

Harvey tersenyum tipis dan berkata, "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin membelikan sesuatu untuk istriku. Aku punya uang kok..."

Harvey kemudian mengeluarkan kartu debitnya dan melemparkannya ke mereka. Dia kemudian berkata, "Bukan Cuma sepatu ini, aku ingin semua pasang model sepatu yang ada di toko ini."

Karyawan itu tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Hahaha sombong sekali kau, ya? Model sepatu yang kami miliki di toko ini tidak banyak. Kami hanya punya sekitar empat puluh pasang, termasuk sepasang sepatu di etalase itu. Kalau kau mau sepasang sepatu untuk setiap model yang kami miliki di sini, harganya akan sampai di atas seratus lima puluh ribu dolar. Aku akan hitung jumlahnya. Tapi awas ya, kalau sampai tidak ada uang di kartu debit mu, aku akan melaporkanmu ke satpam!".

Karyawan itu sangat materialistis, tapi sayang tidak begitu cerdas dan sensitif. Bagaimana bisa dia saja tidak tahu kalau kartu yang dikeluarkan oleh Harvey adalah Kartu Hitam Amex yang eksklusif?

Saat itu, dia ke kasir dan menggesek kartunya lalu, mesin itu berbunyi. "Berhasil?".

Semua orang tercengang.

Biasanya, setelah kartu digesek di mesin, mesin dapat menunjukkan saldo di akun itu. Tetapi hanya sedikit karyawan yang bisa melihatnya.

Saat itu, para karyawan melihat deretan angka nol yang terpampang di saldo Kartu Harvey. Mereka sangat kaget.

'satu, sepuluh, ratus, ribu, sepuluh ribu, ratus ribu, juta, miliar...'

"Tidak... tidak mungkin. Terlalu banyak angka nol di belakangnya... aku pasti salah hitung!"

Kekuatan Harvey York Untuk Bangkit  (oleh : Kentang Pecinta Serigala)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang