Suara mobil yang di bawa oleh Tuan Kim terdengar khas di telinga Nyonya Kim, dan karena alasan itu pula lah Nyonya Kim segera membuka pintu dan sedikit berlari menuju halaman parkir rumah nya.
"Jja—"
Baru saja Nyonya Kim hendak berteriak, Tuan Kim segera memberikan gestur mengatakan pada Nyonya Kim untuk memelankan suaranya, terlebih Nyonya Kim sendiri dapat melihat bahwa putranya itu tengah berada di dalam gendongan Tuan Kim.
"Ah, putraku seperti nya kelelahan," cicit Nyonya Kim pelan.
Tuan Kim hanya menganggukan kepala nya pelan, mengiyakan hal tersebut sembari melangkah kan kakinya secara perlahan menuju kamar Jaehwan yang berada di lantai dua rumah tersebut.
"Apa tak sebaiknya kita menyiapkan kamar nya di lantai satu saja?"
"Nanti akan kita diskusi kan, untuk sekarang aku akan tetap menempatkan nya di kamarnya."
Nyonya Kim tentu saja menyetujui nya, lagi pula Tuan Kim jarang sekali bisa di bantah seseorang, kecuali putra kesayangannya itu.
.
.
Dengan hati hati Jaehwan di tempatkan oleh Tuan Kim pada ranjangnya yang empuk tersebut, dan setelah nya barulah Tuan Kim dan Nyonya Kim meninggalkan putra kesayangannya itu di dalam kamarnya sendiri.
"Appa dan Eomma keluar dulu ya," ujar Tuan Kim sembari mengecupi kening Jaehwan penuh kasih sayang.
.
.
"Aku perlu bicara dengan mu."
Kalimat itu yang langsung keluar dari mulut Nyonya Kim, sembari menyeret tangan Tuan Kim agar mempercepat langkah kaki nya itu.
Mau tak mau Tuan Kim menuruti kemauan Nyonya Kim yang mempercepat langkahnya menuju kamar pribadi keduanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Nyonya Kim yang secara to the point menanyakan pada Tuan Kim di saat keduanya telah berada di kamarnya.
Sebuah gelengan kepala Tuan Kim berikan pada Nyonya Kim.
"Aku tak tahu, Jjaeni meminta ku untuk tak bertanya pada nya jika ingin dirinya memberikan kesempatan padaku."
Nyonya Kim hanya tersenyum getir. Ia semakin khawatir dengan keadaan putranya itu, terlebih saat ini putra kesayangannya itu bukan lah seperti biasanya, melainkan dalam kondisi khusus.
"Haruskah kita menanyakan padanya?" tanya Nyonya Kim ragu ragu menanyakannya pada Tuan Kim.
Ia tahu betul bahwa suaminya itu belum menerima Daniel seutuhnya, terlebih saat mengetahui bahwa yang menghamili Jaehwan adalah kolega nya sendiri.
Tuan Kim tak menjawab pertanyaan Nyonya Kim sama sekali, hingga ponsel Tuan Kim berdering cukup keras, mendistract keduanya.
"Kurasa ia panjang umur," celetuk Tuan Kim di saat ia melihat nama Daniel tertera di layar handphone nya.
Dengan penuh pertimbangan Tuan Kim pada akhirnya mengangkat telefon dari Daniel tersebut.
"Ada apa Tuan Kang?"
Kalimat itu yang pertama kali keluar dari mulut Tuan Kim. Daniel yang sebelumnya hendak memanggil Tuan Kim dengan sapaan yang terakhir mereka setujui sebelumnya seketika ia menegukkan salivanya kasar.
Ia harus tahu diri!
Kurang lebih hal itu yang terbesit di pemikiran Daniel saat ini.
"Apakah Jjaeni baik baik saja? Demam nya tak kembali kambuh bukan? Maaf saya terpaksa menghubungi anda, karena saya tak memiliki pilihan lain."
Kalimat itu mampu membuat Tuan Kim mengerutkan keningnya bingung.
Mengapa Daniel mengatatakan hal seperti itu? Bukankah hubungan Daniel dan Jaehwan terakhir kali baik baik saja?
"Apa yang terjadi di antara kau dan Jaehwan?"
Telak Daniel terdiam tak dapat mengatakan apa - apa. Tenggorokan nya seketika tercekat dan tak dapat mengeluarkan suaranya.
"Tuan Kang, apakah kau mendengar pertanyaan saya?"
Lagi lagi Daniel terdiam. Rasanya ia sudah berada di ujung sebuah jurang, yang dimana jika ia melangkah kan selangkah ke depan ia dapat terjun bebas begitu saja.
"Katakan," ujar Tuan Kim yang tak dapat menahan emosi nya seperti sebelumnya.
"Ini salahku ... Jjaeni sudah mengetahui semuanya. Maafkan saya Tuan Kim."
Deg!
"Apa kau gila !! Bukankah kau sendiri yang mengatakan untuk tutup mulut?!"
Tuan Kim yang sudah tak dapat menahan emosinya sama sekali.
Daniel tak mengelak sama sekali ketika ia mendengar teriakan dari Tuan Kim, karena memang benar mungkin ia gila, tetapi ia juga tak tahan untuk tetap membohongi Jaehwan yang mencintai nya apa adanya itu.
"Apa kau masih mendengarkan ku?" tanya Tuan Kim pada Daniel saat tak mendengar respon dari Daniel tersebut.
Dengan cepat Daniel mengiyakan pertanyaan Tuan Kim, tak mungkin ia mengabaikan pertanyaan dari orang tua sang kekasih.
"Maaf, jika saya sedikit kasar, karena saya terlalu kaget dengan jawaban mu, saya harap anda mengerti Tuan Kang."
"Saya mengerti Tuan Kim, maaf jika saya telah menyakiti putra kesayangan anda. Jika saya di beri kesempatan oleh anda, tentu saja saya tak akan menyakiti putra anda, terlebih putra anda adalah orang yang saya cintai."
Kali ini Tuan Kim tak mengatakan apapun. Di satu sisi ia memahami posisi Daniel, tetapi di posisi lainnya ia tentu saja belum dapat membenarkan semuanya. Banyak hal yang harus ia pertimbangkan, dan yang terpenting adalah keputusan putranya sendiri yang jauh tak kalah penting nya.
"Sebelum saya mengakhiri telefon ini, bolehkah saya meminta tolong pada anda?" tanya Daniel dengan hati hati.
Sungguh ia ingin sekali kali ini Tuan Kim berada di pihak nya, terlebih ia tak memiliki pilihan lainnya selain ia menghubungi Tuan Kim jika menyangkut Jaehwan.
"Apa?"
"Bisakah anda mengabari keadaan Jjaeni pada ku setiap hari nya? Atau paling tidak seminggu 3 kali? Aku tak tenang jika tak mendapatkan kabar tentang nya."
"Akan saya pertimbangkan."
Jawaban Tuan Kim tentu saja tak dapat di tolak oleh Daniel, terlebih kalimat Tuan Kim yang cenderung ingin membantunya bukan?
"Terimakasih atas kebesaran hati anda."
Sebuah dengungan pelan yang di balas oleh Tuan Kim atas perkataan Daniel tersebut.
Jika sebelumnya Tuan Kim marah besar pada Daniel, maka tidak dengan saat ini. Ia sedikit demi sedikit telah yakin dengan pemuda yang merupakan koleganya tersebut.
'Semoga hubungan kalian membaik.'
---
See you next chapter
Leave a comment, and vote
.
.
Seya
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby ... Who is Your Daddy ?
Fanfiction'Baby .... bisakah kau katakan pada ku siapa daddy mu ?' -Kim Jaehwan. . . BXB MPREG