Beberapa kali Minhyun tampak menghela nafasnya kasar, dan berulang kali ia membuka maniknya yang sebelumnya ingin ia pejam agar dapat menghapus ingatannya siang tadi saat seseorang yang tak ia harapkan muncul di hadapannya.
"Apakah Daniel sudah mengetahuinya?" lirih Minhyun pelan sembari mendudukkan kembali dirinya.
Ada rasa gelisah yang ia rasakan kali ini. Bagaimana jika kebahagiaan sahabat nya itu terenggut kembali?
Ia tak dapat membayangkan hal tersebut!
Minhyun mengambil nafasnya dalam dalam dan menghelanya secara perlahan. Pemuda itu memilih beranjak dari ranjang nya menuju dapur yang ada di dalam rumah nya itu.
Berbagai pemikiran dan bayang bayang akan kejadian yang belum terjadi menghantui isi kepala nya.
Dengan sedikit keraguan pada akhirnya Minhyun memilih untuk menghubungi seseorang yang ia yakini mungkin dapat meringankan beban pikirannya itu.
Dering pertama tak kunjung di angkat oleh orang di seberang.
Butuh tiga kali panggilan telefon dari Minhyun baru di angkat oleh orang yang ia tuju.
"Ck, mengapa kau lama sekali mengangkat telefon ku?"
"Ada apa? Aku sedang sibuk, jika tak penting matikan saja telefonnya."
'Sial! Bisa bisa nya ia berfikir telefon dari ku tak penting,' keluh Minhyun dalam benak.
Tak ingin lama berdebat dengan sahabat nya itu, Minhyun pun meminta sang sahabat yang tak lain Seongwu untuk bertemu dengannya.
Semula Seongwu tak menyetujui nya, lantaran ia baru saja sampai tempat tinggal nya beberapa menit lalu, setelah menghabiskan waktunya dengan pasangan pengantin baru dan juga kekasihnya, dan kini ia di paksa untuk keluar berbincang dengan Minhyun.
Bukankah ia seperti tak memiliki waktu istirahat?
Hal seperti itu yang terbesit di kepala Seongwu.
"Aku akan menunggu mu di tempat ku," ujar Minhyun ketika tak mendapatkan jawaban dari Seongwu.
"Bisakah kau saja yang datang ke apartemen ku? Aku harus menyiapkan pakaian untuk besok," ujar Seongwu pada akhirnya memilih jalan tengah dari situasi nya saat ini.
Minhyun tak menolak, melainkan ia setuju dengan usulan dari Seongwu. Lagi pula yang terpenting untuk Minhyun adalah bagaimana ia menyampaikan informasi yang mengganjal pikiran dan juga hatinya.
.
.Tak sampai 30 menit Minhyun telah sampai di apartemen milik Seongwu. Pemuda itu sudah tak sabar hendak berbagi informasi pada Seongwu.
"Kau akan kemana? Mengapa kau seperti sibuk sekali?"
"Well, aku memang sibuk, dan salahkan sahabat kita yang selalu berbagi kesibukkan nya padaku. Jadi apa yang ingin kau bicarakan padaku?" ujar Seongwu panjang lebar diakhiri dengan melangkahkan kaki nya menuju sofa yang ada di ruang tengah nya.
Minhyun memutarkan maniknya malas. Ia tak habis fikir dengan Daniel yang selalu saja sibuk padahal sang istri sedang hamil besar.
"Kau ingat Jihyo?"
Seongwu terdiam. Bagaimana mungkin ia lupa akan Jihyo jika perempuan itu lah yang menjadikan sahabat nya yang sudah di anggap keluarganya sendiri itu terlihat menyedihkan kala itu.
"Mengapa kau bertanya tentang gadis itu? Bukankah sudah jelas kita ... ani ... maksudku aku dan Daniel membencinya."
"Yak! Mengapa kau hanya menyebutkan kalian berdua? Aku sahabat kalian, tentu saja aku juga membencinya sama seperti kalian," keluh Minhyun tak menyukai kalimat yang baru saja Seongwu lontarkan.
"Jika kau membencinya mengapa kau mengungkitnya?" telak Seongwu pada Minhyun.
Mau tak mau Minhyun tak dapat berbasa basi kembali, karena jika ia memperlambat memberitahu inti masalah yang hendak ia bicarakan sudah dapat di pastikan Seongwu semakin malas berbicara dengannya.
Oh ayolah tak bisakah Seongwu memahami posisinya?
"Dia kembali, dan tadi siang ia datang ke kantor ku."
Seongwu yang semula masih sibuk dengan kopernya kini membeku. Ia berusaha mencerna kalimat dari Minhyun.
"Daniel tahu?"
Minhyun menggelengkan kepala nya. Ia yakin bahwa Daniel tak tahu akan kedatangan gadis itu.
"Untuk apa ia datang lagi? Bukankah ia seharusnya puas karena sempat menghancurkan Niel?"
Lagi lagi Minhyun menggelengkan kepala nya sembari mengendikkan bahunya.
"Aku sudah memberi peringatan padanya agar tak mencari Niel, hanya saja aku meragukan nya Seongwu-ya, oleh karena itu aku sharing padamu."
Seongwu menghela nafasnya panjang.
"Besok aku dan Niel akan berangkat ke luar negeri untuk menyelesaikan beberapa masalah yang terjadi setelah merger dengan perusahaan tersebut? Sehingga mungkin aku dan Niel akan berada disana. Seharusnya mereka tak akan bertemu, hanya saja ...—"
Seongwu menggantungkan kalimatnya sembari menatap Minhyun.
"Bisakah kau menjaga istrinya dan juga kekasih ku jika kami tak berada disini? Paling tidak kau memantau nya dari jauh. Tak akan ada yang tahu akan pemikirannya jika ia tahu Niel sudah menikah, walaupun aku juga ragu ia akan menyakiti Jaehwan."
Minhyun menganggukan kepalanya. Ia merasa tak ada yang salah dengan kalimat Seongwu sebelumnya.
Lagi pula sebagai sahabat Daniel tentu saja ia akan membantu sahabat nya itu.
"Jangan beritahu Niel akan hal ini Minhyun-ah. Dia sudah bahagia dengan kehidupan barunya."
"Aku tahu itu."
Setelah berbincang panjang lebar dan memiliki titik kesepakatan, mereka akhirnya menyudahi pembicaraan mereka, lantaran hari pun sudah semakin larut, dan Seongwu butuh tidur!
Ia tak mungkin melewatkan waktu tidur nya begitu saja.
***
"Niel, bisakah kau mengusap perutku? Aku merasa sedari tadi baby menendang perutku terus menerus," ujar Jaehwan setengah berbisik pada sang suami yang memang kini tengah berbaring sembari berpelukan.
"Of course," ujar Daniel dengan tangannya yang mulai mengusapi perut buncit Jaehwan tersebut.
'Nyaman.' Monolog Jaehwan yang kini mulai dapat dengan tenang memejam kan kedua maniknya.
"Semoga Daddy tak akan lama lama meninggalkan kita baby," lirih Jaehwan setengah menyindir Daniel sebelum masuk ke dalam mimpinya yang lebih jauh.
Daniel tersenyum tipis. Ia sadar bahwa istri nya itu semakin manja padanya, hanya saja pekerjaan nya kali ini membuatnya tak dapat beralasan untuk absen tak hadir.
Jika saja ia bisa memilih tentu saja ia akan memilih bersama sang istri di banding kan memilih pekerjaannya itu.
"Aku akan menyelesaikannya dengan cepat, baby ... jangan menyulitkan Mommy mu selama Daddy pergi bekerja," ujar Daniel setengah berbisik dekat perut Jaehwan.
Sungguh dimasa sekarang ini ia dapat merasakan kebahagiaan yang seutuhnya.
Ia sudah memiliki istri, dan sebentar lagi ia juga akan mendapatkan anak dari orang yang ia cintai.
Bukankah hidup nya sudah terasa sempurna bukan?
'Semoga aku dapat terus mendampingimu Jjae. Aku mencintaimu dan juga bayi kita.' Monolog Daniel yang kembali berbaring di belakang Jaehwan dengan tangan yang terulur memeluk dan sesekali mengusap perut buncit Jaehwan.
———
TBC
See you next chapter
Leave a comment, vote
.
.Seya
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby ... Who is Your Daddy ?
Fanfiction'Baby .... bisakah kau katakan pada ku siapa daddy mu ?' -Kim Jaehwan. . . BXB MPREG