Sudah hampir satu jam lebih dari Jaehwan tertidur setelah menangisi calon suaminya dan mengingat kondisi kandungannya itu, perlahan Jaehwan mengerjapkan maniknya pelan mendapati kedua orang tuanya yang berada di sofa sedang berbincang yang dapat di dengar samar oleh Jaehwan.
"Eomma, Appa," ujar Jaehwan perlahan.
Tuan Kim dan Nyonya Kim segera menghampiri putra kesayangannya itu.
Senyuman tulus justru di dapati oleh Jaehwan dari wajah kedua orang tuanya itu.
"Ada kabar bagus untukmu Jjae," ujar sang ayah pertama kali saat telah mendekat pada Jaehwan.
Jaehwan tentu saja sangat antusias mendengar hal tersebut.
"A..-apakah Niel bangun?" tanya Jaehwan dengan tenggorokan nya yang sedikit tercekat.
Jujur saja ia ragu mengatakannya, hanya saja hati kecil nya berharap kabar baik itu mengenai sang kekasih.
Tuan Kim tersenyum mendengar nya. Jujur saja ada rasa senang sekaligus sedih melihat Jaehwan mengatakan demikian.
Bolehkah Jaehwan benar benar berharap bahwa senyuman Tuan Kim tersebut adalah pertanda bahwa pertanyaan benar adanya?
Jaehwan akan senang bukan main jika memang apa yang ia harapkan sesuai dengan keinginannya.
"Sepertinya kau dan Niel memang sudah di takdirkan bersama, kau benar kekasih mu sudah bangun, dan ia mengatakan bahwa kau lah yang membangunkan nya," ujar Tuan Kim tak mampu menahan kabar gembira untuk putra kesayangannya itu.
Ia tak tega melihat putra semata wayang nya itu terpukul lebih parah, terlebih hal tersebut tak baik untuk kandungannya.
"Benarkah? Appa tak hanya sekedar ingin membuat ku senang bukan? Niel benar benar bangun kan Appa?" Tanya Jaehwan memastikan bahwa kalimat yang baru saja di katakan oleh Tuan Kim bukan lah sebuah mimpi belaka.
"Benar nak, Niel-mu sudah bangun, ia sudah menunggumu," ujar Nyonya Kim yang kali ini membantu membenarkan pernyataan Tuan Kim sebelumnya.
Spontan Jaehwan mendudukkan dirinya. Ia sudah tak sabar hendak bertemu dengan kekasih nya. Ia tak dapat menyembunyikan rasa khawatir sekaligus senang karena sang kekasih pada akhirnya dapat melewati kritis nya.
Ia tak habis fikir jika ia kehilangan Daniel, maka apa yang akan terjadi dengan dirinya dan juga calon bayinya.
Ia tak membenci Daniel, apalagi menyalahkan sepenuhnya Daniel, walaupun tak dapat ia pungkiri bahwa Daniel sempat mengecewakannya karena tak berkata jujur padanya, hanya saja ia tak rela jika ia harus kehilangan orang yang ia cintai.
"Hati hati, kau belum benar benar pulih, ku harus sadar bahwa kondisi mu tak fit Jjae," ujar Nyonya Kim yan dengan cepat menahan pergerakan Jaehwan.
"Eomma ... please, aku ingin bertemu dengan ayah dari calon bayiku, aku harus memastikan bahwa ia benar benar bangun dan dapat melihat ku. Aku tak ingin kehilangannya."
Nada bicara Jaehwan terdengar sedikit bergetar. Sangat jelas bagi Nyonya Kim, maupun Tuan Kim bahwa putranya berusaha menahan tangis nya.
Tega?
Tentu saja kedua orang tua Jaehwan tak tega melihatnya.
"Baiklah, kau boleh melihat Daniel mu, hanya saja Appa mu yang mengantar dan kau harus menggunakan kursi roda, karena kau tak boleh terlalu lelah Jjae," ujar Nyonya Kim yang pada akhirnya mengalah.
Anggukan kepala tentu saja langsung Jaehwan berikan. Ia tak masalah harus menggunakan kursi roda ataupun syarat lainnya, asalkan ia dapat bertemu dengan sang kekasih yang sebelumnya ia hanya dapat melihat bahwa Daniel tergeletak tak berdaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby ... Who is Your Daddy ?
Fanfiction'Baby .... bisakah kau katakan pada ku siapa daddy mu ?' -Kim Jaehwan. . . BXB MPREG