Sepanjang perjalanan menuju rumah Daniel, mobil tampak hening, tak ada percakapan antara Jaehwan dan juga Daniel.
"Jjae ... kau baik baik saja? Apa kau menyesal pulang denganku tidak dengan appamu?" tanya Daniel memulai percakapan, setelah melirik kekasihnya itu tampak menekuk wajah nya.
Jaehwan yang tersadar akan lamunan nya langsung menolehkan wajahnya ke arah Daniel.
Pemuda manis berpipi chubby itu tampak memberikan senyuman tipisnya pada Daniel.
"Aku tak menyesal Niel-ah, hanya saja menurutmu, apakah aku terlalu keterlaluan dengan appa?" tanya Jaehwan pada akhirnya pada Daniel.
Daniel menatap sejenak wajah kekasih nya itu, dan tak lama ia menganggukan kepalanya.
"Sedikit," ujar Daniel pada akhirnya.
Sebuah helaan nafas kasar terdengar dari belah bibir Jaehwan.
"Apakah nanti appa akan membenciku Niel?" tanya Jaehwan dengan tangannya yang refleks mengusap perutnya.
"Kurasa appa mu adalah orang yang bijak, jadi menurutku kedua orang tuamu tak akan marah padamu, melainkan menunggu mu hingga kau kembali ke pelukan mereka," ujar Daniel.
Lagi dan lagi Jaehwan menghela nafasnya. Ia sadar dan ingat memang selama ini kedua orang tuanya tak pernah marah sedikit pun padanya.
"Niel besok antarkan aku ke rumah appa ya, aku ingin meminta maaf pada appa dan eomma,"ujar Jaehwan.
Seulas senyum Daniel perlihatkan pada Jaehwan.
"Itu lebih baik," ujar Daniel pada Jaehwan.
"Tapi kau harus menemaniku, dan jangan melepaskan genggaman tanganku saat aku pulang."
Mendengar hal tersebut, tentu saja Daniel terkekeh pelan dan menganggukan kepalanya mengiyakan perkataan kekasihnya itu.
"Thank you Niel," ujar Jaehwan.
'Aku tak pantas menerima ucapan terimakasih darimu, aku lebih pantas mendapatkan kemarahan darimu sayang,'
.
."Tidur lah di kamar, kau masih perlu istirahat yang banyak," ujar Daniel sembari mengecup kening Jaehwan sebelum pemuda itu melangkahkan kaki nya ke kamar.
Mau tak mau Jaehwan hanya menganggukan kepalanya menurut pada perkataan Daniel. Ia tak ingin membantah perkataan Daniel sedikit pun.
"Niel, temani, aku tak mau sendirian di kamar, nanti kalau aku sendirian ke kamar kau bisa menghilang," ujar Jaehwan dengan bergelayut manja pada Daniel.
Daniel menatap ke arah Jaehwan sejenak, dan setelah nya menganggukan kepalanya.
"Kajja," lirih Daniel pelan mengajak Jaehwan agar segera ke kamar.
Dengan langkah riang Jaehwan dengan tangannya yang masih bergelayut manja pada Daniel masuk ke dalam kamarnya.
Sesampai nya di dekat ranjang, Jaehwan lebih dulu melangkah kan kakinya dari Daniel untuk naik ke atas ranjang tersebut.
Setelah di rasa ia nyaman dengan posisi nya, buru buru pemuda manis itu menepuk tempat kosong di sebelahnya pada Daniel agar pemuda itu naik ke atas ranjang dan menemani nya di sebelah dirinya.
"Arraseo Jjaeni-ah," ujar Daniel. "Aku sudah disini, jadi sekarang waktunya tidur," lanjut ucap Daniel pada Jaehwan mengingat kan pemuda manis itu untuk menuruti perkataannya.
Dengan cepat pemuda manis itu menganggukan kepalanya, dan menyamankan posisi nya yang memilih masuk ke dalam pelukan Daniel.
'Hangat.'
Dengan penuh kasih sayang Daniel mengusap rambut Jaehwan pelan membantu membuat Jaehwan nyaman dalam tidurnya.
Jujur saja perasaan bersalah semakin terasa nyeri di dada nya. Ingin rasanya Daniel mengatakan kejujuran pada Jaehwan mengenai hal yang juga baru ia ketahui.
Transparan pada pasangan bukankah lebih baik bukan?
Lalu bagaimana jika Daniel jujur justru menimbulkan masalah baru, dan membuat Jaehwan membencinya, atau yang terburuk dapat membahayakan sang kekasih sekaligus bayinya?
"Jjae ... apakah kau sudah tidur?" tanya Daniel setengah berbisik di telinga Jaehwan.
Tak ada jawaban apapun yang Daniel dapatkan saat bertanya pada pemuda manis yang ada di dalam pelukannya.
"Karena kau sudah tidur, aku akan mencoba berlatih membicarakan hal ini padamu, lebih tepat nya hal yang kupendam beberapa waktu terakhir darimu..-"
Daniel tampak menjeda kalimat nya sesaat.
"Aku bersalah padamu sayang, aku laki-laki brengsek yang mungkin kau takuti atau kau benci Jjae, aku tak tahu jika kehadiran baby di dalam perutmu itu ulahku Jjae, aku mabuk kala itu, dan tak sadar aku menidurimu hingga kau jatuh sakit serta trauma ... aku bersalah Jjae ... maafkan aku, Aku mencintaimu." lirih Daniel dengan suara kecil nya berusaha menahan isak tangis yang terasa sesak di dadanya.
Mungkin memang alangkah baiknya ia tumpahkan kesedihan itu dengan tangisan, hanya saja ia tak mau mengganggu Jaehwan yang masih perlu istirahat terbangun akibat ulahnya.
"Baby, maafkan daddy mu ini heum," lirih Daniel sembari mengusap perut Jaehwan lembut.
Disatu sisi ia merasa tak pantas menjadi orang yang Jaehwan percayai, tetapi di sisi lain ia juga tak mungkin lepas tanggung jawab untuk kedua kalinya terhadap Jaehwan ataupun bayinya.
Ia bukan lah seorang laki laki pengecut yang lepas tangan begitu saja ketika mengetahui kebenarannya. Justru kini Daniel dalam posisi tersudut yang tak tahu apakah tindakannya yang memilih bertanggung jawab sepenuhnya atas Jaehwan adalah pilihan yang tepat jika suatu saat nanti sang kekasih mengetahui hal yang ia tutupi.
Kabur?
Daniel membenci kata itu, hanya saja jika seandainya Jaehwan lah yang meminta nya pergi, maka akan ia lakukan, begitu juga dengan sebaliknya.
Kali ini Daniel telah memutuskan, bahwa keputusan mutlak nanti nya akan berada di tangan Jaehwan, dan apapun keputusan tersebut Daniel akan menerimanya dengan tangan terbuka, tanpa adanya bantahan.
"Terimakasih Jjae sudah hadir di hidupku."
———
Hallo ... apa kabar? Masih ingat cerita ini? Masih adakah peminatnya? ?Komen yaaa ...
Kalau ada, nanti seya lanjut hehe 😊😊😊
Leave a comment, and vote
.
.
Seya
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby ... Who is Your Daddy ?
Fanfiction'Baby .... bisakah kau katakan pada ku siapa daddy mu ?' -Kim Jaehwan. . . BXB MPREG