D e t i k s e p u l u h

428 39 1
                                    

Almira Carissa Rinjani. Nama indah yang diberikan kedua orang tuanya untuk gadis cantik itu tapi tak secantik dengan kehidupannya, ditinggalkan oleh ibunya yang merupakan kehidupannya saat masih kecil sungguh tidak pernah dibayangkan gadis itu.

Tidak dapat dipungkiri jika orang susah seperti dirinya akan sulit menjalani kehidupan bahkan satu kejadian sudah terjadi dimana keluarganya tidak dapat membayar biaya rumah sakit ibunya dan membuat ibunya sekarang sudah pergi dan tidak kembali lagi.

Akan tetapi, Almira tidak ingin menyerah dengan kehidupannya karena dia masih memiliki seorang ayah yang begitu menyayanginya dan melindunginya.

Almira pernah tahu jika sebenarnya ayahnya masih memiliki saudara tetapi saudara ayahnya yang dia ketahui itu hidup dengan baik dan layak dengan kemewahan yang dimilikinya, tetapi mengapa Almira dan ayahnya berbeda?

Pernah Almira bertanya kepada ayahnya dan dengan bijak Arman ayah Almira menjawab jika di dunia ini tidaklah setiap takdir Tuhan itu sama.

Almira bergeming dan mencoba memahami apa yang dikatakan oleh ayahnya itu.

Ternyata semua tidak sesuai yang diharapkan Almira, dia pikir kelak dia bisa menjadi anak yang bisa membanggakan ayahnya dan ibunya dengan dia nanti menjadi anak yang sukses seperti janjinya waktu itu yang setiap harinya melihat ayahnya setiap pulang kerja malam, wajah tuanya yang tampak lelah membuat Almira ingin segera membantu membebaskan beban itu dari ayahnya tetapi apalah daya Almira yang waktu itu masih kecil dan dituntut oleh ayahnya untuk belajar dengan baik di sekolah.

Ayahnya telah pergi juga meninggalkan dirinya karena ada kecelakaan yang menimpa ayahnya saat bekerja. Dunia Almira saat itu runtuh juga bahkan mendengar kabar itu Almira tidak sadarkan diri beberapa kali.

Saat itu rumahnya banyak sekali orang yang melayat, banyak orang yang bersimpati kepada gadis itu karena sekarang dia hanya tinggal sebatang kara, tetangga mereka tidak bisa membantu Almira karena melihat kondisi dari mereka yang tidak jauh dari Almira.

Hingga ada seseorang pria dan wanita yang mendatangi rumahnya dan mengajak dirinya untuk tinggal bersama yang Almira ketahui ternyata itu adalah saudara dari ayahnya, mereka mengajak Almira untuk tinggal bersama di rumah yang besar. Impian keluarga kecil Almira dulu.

Almira yang waktu itu pertama kali melihat rumah yang sangat jauh lebih besar dari rumahnya terngaga masih tidak percaya, benarkah dirinya akan tinggal disini? Tetapi Almira yakini jika dia lebih baik tinggal di rumah yang kecil, tetapi didalamnya ada ayah dan ibunya.

"Almira mulai sekarang kamu akan tinggal bersama dengan Om dan Tante ya, anggap Om dan Tante ini orang tua kamu."

Almira yang mendengar itu hanya menganggukkan kepalanya.

Hingga ada anak perempuan yang seumuran dengan dirinya dan seorang laki-laki yang keluar dari rumah menyambut dirinya.

"Damian, Sastra kenalin ini Almira mulai sekarang anggap Almira sebagai saudara kalian ya dan bersikap baik kepada Almira karena mulai hari ini Almira akan tinggal bersama," ucap Nita tantenya.

Almira melihat anak laki-laki itu yang hanya tersenyum melihat dirinya, tetapi mengapa gadis disampingnya terlihat lesu dan pucat apakah dia sakit?

***

Almira mengenang masa lalu dirinya saat kehidupannya mulai berubah. Dia sangat disayangi dikeluarga itu bahkan beberapa kali dirinya merasa tidak enak hati dengan Sastra saudara perempuannya yang terlihat dibedakan dari dirinya.

Almira mengerti bagaimana perasaan seseorang ketika dia dibanding-bandingkan dengan orang lain, tetapi apa yang dapat dia perbuat? Sudah beberapa kali Almira meminta untuk pergi dari rumah itu dia selalu dicegah oleh om dan tantenya.

Bangkit dari duduknya, Almira akan beranjak untuk kembali ke dalam kelasnya. Sudah cukup lama dia duduk di taman sekolahnya itu.

Saat melewati lapangan basket, Almira melihat seseorang yang dapat membuat degup jantungnya terasa tak beraturan, ya laki-laki itu tidak cukup baik untuk kesehatan jantungnya.

Langkah kakinya terhenti, entah mengapa dia menjadi setia menonton laki-laki itu yang selalu mencetak gol di gawang lawannya itu.

Permainan basket berhenti dan laki-laki itu bersama temannya duduk di pinggiran lapangan dan seorang gadis datang membawakan minuman untuk laki-laki itu.

Almira tersenyum kecut melihatnya. Ya kesalahan  terbesarnya adalah dirinya mencintai seseorang yang sudah memiliki orang lain dalam kehidupannya, Almira melangkahkan kakinya untuk segera pergi meninggalkan lapangan yang begitu menyesakkan hatinya.

***

"Sas kaki lo kenapa? Kok jalan agak kayak susah gitu?" tanya Tamara saat ini keduanya sedang berjalan menuju ke kantin untuk mengisi cacing-cacing di perutnya yang selalu memberontak untuk diisi.

"Kemarin gak sengaja nginjak beling Tam."

"Makanya hati-hati dong," ucap Tamara sembari bergedik ngeri membayangkan kaki Sastra yang terkena beling pasti sakit kan?

"Iya," balas Sastra dengan tersenyum hangat.

"Sas gue mau tanya deh sama lo," ujar Tamara.

"Iya mau tanya apa?"

"Kenapa lo gak berangkat bareng Kak Mian juga tadi."

"Kak Mian berangkat sama Almira," balas Sastra.

"Lah kok gitu? Bener-bener deh tuh Kakak lo emang udah gak ada otak."

Sastra hanya terdiam mendengar ucapan dari Tamara, setelahnya mereka berdua pun sudah sampai di kantin dan mulai memesan makanan.

Mereka melajutkan obrolan mereka hingga makanan mereka sudah habis dan akan kembali ke dalam kelas mereka lagi karena waktu istirahat sudah tinggal beberapa menit lagi.

"Di lapangan lagi ada tanding basket tuh antar anak IPA sama IPS kita nonton yuk," celetuk orang-orang disekitar kantin.

"Apaan tuh rame-rame," gumam Tamara sembari melihat orang yang berramai-ramai keluar dari kantin.

Sastra hanya mengangkat bahunya pertanda tidak mengerti juga.

"Woi Siti lo mau kemana dah?" tanya Tamara kepada temannya yang bernama Siti.

"Itu mau nonton pertandingan basket sekalian cuci mata hehehe."

"Cuci mata... cuci mata, emang siapa yang tanding?" tanya Tamara lagi.

"Loh lo sama Sastra gak tahu beneran?"

"Kalau tahu gue kagak tanya oneng."

"Hehehe... ya maaf Tamara jangan marah dong."

"Sit cepet lah ngomong malah belit-belit gitu," kesal Tamara, memang benar jika dirinya itu harus cukup bersabar saat berbicara dengan Siti.

"Itu pacarnya Sastra," setelah mengatakan itu Siti langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

"Lah pacar lo Sas? Gama dong?"

"Ya pacar aku kan cuma Gama Tam."

"Yaudah yuk kita kesana nonton juga siapa tahu seru, gue juga mau cuci mata nih," ajak Tamara dan Sastra hanya menganggukkan kepala.

"Bentar Tam aku beliin minum dulu buat Gama ya."

***

TBC🙌

Detik Sastra (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang