D e t i k t i g a p u l u h d e l a p a n

308 22 0
                                    

"Kamu apakan anak Papa Sastra!"

Bentakan itu sungguh membuat Sastra kaget dan dia melihat ke arah belakang ada Revan dan Nita menatap dirinya marah. Di tangan Sastra sendiri pun dia masih memegang beling yang tadi akan dia  buang.

"Kamu menyakiti Almira. Sastra!" teriak Nita dan wanita paruh baya itu langsung menghampiri Almira dan memegang tangan Almira yang mengeluarkan darah.

"Ma tangan aku sakit," ucap Almira sembari menangis.

"Tenang kamu akan baik-baik saja sayang. Kita ke rumah sakit sekarang," ucap Revan dan segera berjalan melalui Sastra. Bahkan Revan tanpa sengaja menubruk Sastra hingga gadis itu terjatuh dan tanpa sengaja tangannya yang tadi memegang beling menusuk tangannya sendiri.

Sastra meringis sakit, akibat dari tangannya yang tertusuk beling. Tapi, tak seberapa saat Revan dan Nita membawa Almira berlalu dari hadapannya.

"Sastra ada apa?" tanya Damian saat sudah sampai di dapur. Tadi laki-laki itu mendengar suara teriakan dari Revan dan langsung turun.

"Astaga tangan kamu berdarah. Sini cepat biar Kakak obatin."

Dengan cekatan Damian membantu Sastra untuk berdiri dan membawa Sastra di tempat duduk yang berada di dapur. Damian langsung pergi berlalu dan mengambil beberapa alat P3K.

"Coba ceritakan sama Kakak apa yang terjadi?" tanya Damian saat sudah selesai membalut luka Sastra.

"Kak aku tadi gak lukain Almira. Almira tadi... Tadi Almira," ucap Sastra takut dan panik saat melihat Revan dan Nita yang tadi begitu marah dengan dirinya.

"Tenang dulu. Okee... Tenang jelasin pelan-pelan," balas Damian sembari memegang bahu Sastra dan mengelusnya.

"Tadi Almira panggil aku, dia mau minum tapi gelasnya pecah dan aku mau ambilin dia minum tapi sebelum itu aku singkirkan belingnya dulu biar gak lukain siapapun. Aku gak tahu Kak, tiba-tiba tangan Almira terluka karena beling dan Papa sama Mama tadi mereka mengira jika aku yang telah melukai Almira. Kakak Percaya sama aku kan?" tanya Sastra penuh harap. Sungguh, Sastra takut sekarang apabila Kakaknya sudah tidak percaya dengan dirinya lagi dan memilih untuk pergi. Karena hanya Damian lah yang sekarang dia punya dan tidak meninggalkannya.

"Tenang... Kakak percaya kok. Kamu istirahat aja sana ya?"

***

"Apa sudah membaik sayang?" tanya Revan yang berada di belakang dengan mendorong kursi roda dari Almira.

Mereka bertiga akhirnya sudah pulang dari rumah sakit setelah menjahit luka dari tangan Almira.

"Gakpapa kok Pa, Ma kalian tenang aja. Ini udah gak sakit."

Revan dan Nita akhirnya lega mendengar itu. Mereka merasa sangat khawatir saat melihat banyak darah yang keluar dari tangan Almira tadi.

"Ini semua pasti ulah Sastra kan? Papa akan beri hukuman sama gadis itu," ucap Revan sembari membawa Almira ke ruang tengah dan mereka bertiga duduk di sofa.

"Enggak Pa. Jangan salahin Sastra ini bukan salah Sastra kok."

"Halah.... Kamu ini jangan baik-baik Almira, kalau seperti ini terus Sastra akan selalu semena-mena sama kamu."

"Waw... Almira actingmu sangat bagus sekali. Menyakiti diri sendiri dan melempar kesalahan kepada orang lain," sindir Damian yang baru saja sampai di ruang tengah. Damian tidak dapat menahan rasa marahnya saat melihat Almira yang seolah menjadi korban yang tersakiti. Bahkan Damian tidak mengira jika Almira dapat berbuat rendahan seperti ini. Dia pikir Almira akan bisa menjadi keluarga yang baik dengan dirinya dan Sastra juga. Tetapi, dalam diri Almira sepertinya gadis itu ingin membuat hidup dari Sastra sengsara.

"Apa maksud kamu Damian. Kamu tidak lihat bagaimana luka di tangan adikmu ini," tegur Revan tidak senang dengan Damian.

"Aku lihat... Dan itu bukan kesalahan dari Sastra. Bagaimana mungkin Sastra tadi yang sedang membersihkan lantai gak ada angin gak ada hujan tangan dari Almira berdarah kalau bukan dilukain sendiri."

"Damian mana mungkin Almira menggores tangannya sendiri. Itu tidak mungkin," sahut Nita tak terima anaknya dituduh.

"Terserah kalian mau apa. Tapi kalau sampai Papa dan Mama sakiti Sastra lagi aku gak bakal diam. Tolong kasihani Sastra dia sekarang hidup sendiri."

"Kakak kenapa sekarang jadi benci aku sih? Apa salah aku sebenarnya?" tanya Almira dengan penuh derai air mata.

"Itu semua karena tingkah lo yang banyak!"

Setelah mengatakan itu Damian langsung memilih pergi dari sana. Untung saja Sastra sedang tidur sehingga dia tidak tahu apa yang sedang terjadi sekarang.

"Pa, Ma kalian lihat kan bagaimana Kak Damian begitu membenci aku. Sebenarnya apa salah aku? Atau gara - gara aku sebagai adik kandungnya dan bukan Sastra?" ujar Almira sembari menatap Revan dan Nita.

"Enggak sayang. Kamu tenang aja Mama yang akan ngomong sama Damian untuk berlaku baik kepadamu. Kamu jangan nangis lagi ya? Sekarang kamu mending istirahat aja yuk Mama anterin ke kamar," ajak Nita dan langsung diangguki oleh Almira mereka berdua akhirnya meninggalkan Revan sendirian di ruang tengah.

Sedangkan Revan dia merasa sangat kesal dengan Sastra. Sepertinya jika Sastra masih hidup di dunia ini dia tidak akan bisa membuat Almira menjadi bahagia. Revan harus segera melakukan sesuatu. Jika tidak kebahagiaan Almira pasti tidak akan bisa diberikannya. Karena Revan sudah berjanji bahwa dia akan membahagiakan  Almira bagaimanapun caranya.

***

"Brengsek kenapa semua jadi begini sih. Padahal aku udah ambil Gama dari hidupnya, Papa dan Mama tapi kenapa Kak Damian harus memihak sama Sastra. Aku beneran gak mau. Sastra tidak boleh bahagia. Bagaimana bisa dia bahagia diatas penderitaanku. Aku lumpuh bahkan beberapa anak di sekolahanku pun ada yang membully diriku. Gama? Ck... Bahkan dia seakan ogah-ogahan dekat denganku. Kenapa semua harus Sastra dan Sastra! Aku benar-benar membencimu Sastra."

Almira menghempaskan barang yang berada di mejanya. Dia sangat marah. Semuanya telah direnggut Sastra. Masa kecilnya, keluarganya, rasa cintanya, semua dimiliki Sastra. Lalu apakah Almira sendiri tidak boleh mendapatkan rasa itu semua?

Gadis itu masih menangis tersedu dalam kamarnya dan memukul kakinya yang tidak berguna itu. Andai saja dulu dia tidak baik dengan pergi dari rumah ini pasti sekarang dia masih bisa berjalan. Dan tidak menyusahkan seperti ini.

***

Detik Sastra (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang