Sastra masuk ke dalam kamarnya dengan segera dia menutup pintunya dan tidak lupa menguncinya.
"Sastra dengerin aku dulu jangan marah sama Gama karena itu semua juga salah aku, aku mohon sama kamu dengerin aku kali ini Sas," teriak Almira dari luar kamar Sastra diikuti dengan ketukan pintu.
Sastra tidak mengindahkan itu sama sekali dia hanya terdiam duduk di atas ranjangnya hingga mungkin Almira sudah lelah dan pergi dari kamarnya.
Setelah ucapan Almira tadi yang meminta maaf karena Gama sedang membantu dirinya dan sampai melupakan dirinya membuat hati Sastra sungguh hancur lebur mendengarnya. Lagi-lagi dia harus mengalah.
Bahkan Gama tadi juga mencoba menjelaskan, tetapi Sastra tidak ingin mendengarkan ucapan dari Gama dan menyuruh laki-laki itu untuk segera pulang.
Tidak ingin membuat Sastra tambah merasa kesal, akhirnya Gama memilih pergi diikuti dengan Noah juga, Gama akan mengajak bicara Sastra saat kondisi dari gadis itu sudah baik.
"Kenapa kamu lakuin ini sama aku Gam, apa sebenarnya salah aku?" gumam Sastra dengan terisak. Rasanya hatinya sudah benar-benar hancur.
Sikap kesar dari Gama membuat Sastra seharusnya berfikir bahwa laki-laki itu sekarang sudah tidak mencintai dirinya lagi,t api mengapa hanya memikirkan itu membuat hati Sastra menjadi sangat sakit?
Tiba-tiba saja denyut jantung Sastra terasa lemah, gadis itu merasa sangat kesusahan bernafas, Sastra mencoba menghirup udara dengan keras tetapi masih sulit, hingga beberapa waktu setelahnya Sastra dapat menghirupnya meskipun masih terasa berat.
"Jangan lagi aku mohon."
***
Hari ini hari minggu, Sastra bisa menggunakan waktu ini dengan beristirahat dan bersantai dengan kegiatannya.
Saat Sastra turun dari kamarnya dia melihat papa dan mamanya dengan pakaian rapinya. Sastra mendekati keduanya.
"Papa sama Mama mau kemana?" tanya Sastra.
"Sastra hari ini Papa sama Mama mau pergi dulu sama Almira, Papa mau antar Almira ke makam Ayahnya," ucap Revan menatap putrinya.
"Tapi sepagi ini Pa? Ini masih jam tujuh," balas Sastra heran.
"Iya soalnya nanti Papa sama Mama juga sekalian mengantar Almira untuk membeli perlengkapan olimpiadenya, kamu tahu kan sebentar lagi saudara kamu itu mau lomba?"
Mendengar hal itu Sastra langsung tersenyum jika papa dan mamanya akan mengantar Almira dia bisa ikut juga menemani mereka dan Sastra bisa menggunakan waktunya itu untuk mendekati kedua orang tuanya karena hubungan mereka yang sekarang masih renggang.
"Sastra boleh ikut ya Pa," ucap Sastra menatap papa dan mamanya dengan senyuman di wajahnya.
"Loh gak usah lah, kamu di rumah aja jaga rumah. Nanti Damian Kakak kamu itu juga mau keluar di rumah gak ada siapa-siapa jadi kamu di rumah aja ya?" ucap Nita.
"Tapi Ma aku gak mau sendirian di rumah---"
"Kamu gak sendiri kan ada Bibi nanti yang nemenin kamu," balas Revan.
"Sastra juga mau ikut jalan-jalan sama Papa dan Mama," ucap Sastra lagi dengan mencoba meyakinkan papa dan mamanya.
"Haduh Sastra kita ini gak mau jalan-jalan tapi mau pergi ke makam sama beli perlengkapan olimpiade, kamu ini aneh-aneh aja," tolak Revan.
"Om, Tante, Almira udah siap," ucap Almira yang baru saja datang.
Sastra menatap Almira dengan marah, lagi-lagi dia harus dianak tirikan oleh orang luar, Sastra sangat membenci ini.
"Sastra pokoknya mau ikut," ucap Sastra lagi.
"Sastra kamu itu bisa sadar diri gak sih? Gak usah repotin Papa sama Mama nanti, kamu juga kan masih sakit belum sembuh total udah di rumah aja!" bentak Revan.
"Tapi Sastra pingin ikut kalian," balas Sastra yang sekarang sudah mengeluarkan air matanya, entah mengapa Sastra menjadi sensitif seperti sekarang.
"Om dan Tante biar Sastra ikut kita aja, hitung-hitung Sastra bisa jalan-jalan juga," ucap Almira tidak tega melihat Sastra yang sekarang menangis memohon untuk ikut.
"Tidak usah Almira ayo kita berangkat sekarang," ucap Revan dan keluar dari rumah diikuti dengan Nita dan Almira.
Tinggalah Sastra sekarang sendirian di ruangan ini, tidak Sastra tidak boleh selalu mengalah seperti ini, dengan cepat Sastra keluar mencoba mengejar papa dan mamanya tetapi mobilnyasudah melaju meninggalkan perkarangan rumah.
Dengan cepat Sastra berlari mengikuti mobil itu yang belum hilang dari halaman rumah Sastra yang luas.
Hingga tanpa sengaja kaki gadis itu tersandung batu dan terjatuh. Sastra menangis sesenggukan meratapi nasibnya yang tidak pernah memihak kepadanya.
"Papa, Mama... Sastra pingin ikut kalian."
***
Gama di hari minggu ini sudah siap dengan pakaiannya yang rapi, hari ini dia akan ke rumah Sastra untuk menjelaskan perihal kemarin.
Semalaman Gama mencoba menghubungi gadis itu, tetapi tidak ada balasan sama sekali dari Sastra, mungkin gadis itu beneran marah dengan dirinya.
Bahkan semalaman Gama juga berpikiran bagaimana nanti jika Sastra malah lebih memilih laki-laki yang selalu bersama dengannya itu, Gama tidak ingin jika Sastra merasa nyaman dengan laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali itu.
"Cowok itu kurang ajar banget, berani deketin Sastra terus udah tahu Sastra udah punya pacar masih aja didempetin," gumam Gama sembari melihat cermin yang sekarang dirinya sedang menata rambutnya yang klimis. Sudah siap dengan semuanya, Gama mengambil kunci motor dan segera keluar dari dalam rumah.
"Gama mau kemana kamu?" tanya Elvan, papa Gama.
"Mau keluar bentar Pa," balas Gama menatap papanya.
"Kamu jangan sering keluar, buang-buang waktu lebih baik kamu gunakan waktu longgar ini untuk belajar saja," titah Elvan.
"Gama bisa belajar nanti Pa, Gama berangkat dulu," tanpa mendengarkan jawaban dari papanya Gama segera berlalu dari dalam rumah meninggalkan Elvan yang menatap kepergian Gama.
"Hari ini gue harus buat Sastra senang karena gue gak ingin kalau sampai Sastra gak cinta sama gue lagi. Pokoknya Sastra harus cinta sama gue sampai mati dan gak ada yang boleh milikin Sastra kecuali gue," gumam Gama setelah itu dia menstater motornya dan meninggalkan garasi rumahnya.
Dia akan membuat hari ini sebagai hari yang spesial untuk Sastra. Sudah lama sekali dia tidak mengajak Sastra untuk jalan-jalan di hari libur seperti ini.
Sebelum ke rumah Sastra, Gama mampir membeli bunga mawar putih kesukaan gadisnya itu. Gama tersenyum melihat bunga mawar putih yang cantik itu tapi lebih cantik Sastra bagi Gama.
"Tunggu gue Sastra sebentar lagi gue datang."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Sastra (completed)
General FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA VOTE DAN KOMEN SETELAHNYA Sastra Arumi tidak mengetahui mengapa kedua orang tuanya yang dulu begitu menyanyangi dan mencintainya tiba-tiba saja berubah saat seseorang datang di tengah-tengah kehidupan mereka. Tidak cukup kasi...