D e t i k t i g a p u l u h e m p a t

293 22 0
                                    

Gama menghela nafasnya lelah. Selama seminggu ini dia bersembunyi dan tidak mendatangi Sastra sama sekali di ruang inapnya. Selama seminggu ini Gama juga hanya mendatangi Almira saja. Gama juga mengetahui jika Almira sekarang sedang tidak bisa berjalan.

Setiap selesai menjenguk Almira hanya untuk formalitas, maka Gama akan melewati ruangan inap Sastra dan berharap dari kejauhan dapat melihat gadis itu. Gama hanya berharap semoga keadaan gadis itu membaik.

Selama seminggu ini memang Gama sendiri yang memutuskan untuk tidak mendatangi Sastra. Gama membiarkan Sastra untuk berpikir buruk tentangnya. Sehingga, saat Gama akan mengakhiri hubungannya nanti Sastra tidak akan sangat terluka.

Bahkan, Gama hampir saja tidak ingin melanjutkan rencanannya dan ingin mendatangi gadis itu dan memeluknya erat, setiap Sastra selalu mengiriminya pesan yang setiap hari di dapat dari ponselnya itu. Tetapi, Gama selalu menguatkan hatinya untuk bisa melalui semua ini.

Hari ini juga Gama sudah mengetahui jika Sastra dan juga Almira sudah kembali pulang. Gama bersyukur keadaan Sastra yang sudah membaik. Dan semoga untuk kedepannya Gama bisa selalu menjaga rencananya untuk berjalan dengan lancar. Gama merasakan tidak siap untuk menjalani hari esok.

Hari ini pun dia lebih memilih membolos dari sekolahan dan mendatangi bundanya. Gama hanya ingin mencari penguat diantara hal-hal yang telah terjadi dengannya selama ini.

"Gama ayo makan dulu Nak. Bunda udah buat sarapan kesukaanmu."

Suara dari Melati menyadarkan Gama dari lamunannya dan laki-laki itu langsung meninggalkan kamarnya dan turun untuk menemui bundanya. Ya setidaknya Gama dapat melihat senyuman dari bundanya setiap pagi ini.

***

Sastra langsung mengangkat kepalanya saat mendengarkan suara dari papanya tadi. Dia tidak salah dengarkan? Rasanya Sastra seperti bermimpi.

"Bagaimana keadaanmu Nak? Baik-baik aja kan?" sekarang Nita sendiri yang bertanya dengan Sastra dan Sastra juga langsung menatap Nita dengan senyuman yang merekah di wajahnya.

"Baik Pa, Ma... Aku sudah baik-baik aja. Gakpapa kok kemarin Papa dan Mama gak datang. Sastra juga tahu kalau Almira sedang sakit juga. Dan Almira aku turut berduka atas kejadian yang menimpamu... Aku juga minta maaf jika itu semua tanpa sengaja terjadi karena diriku," lirih Sastra menatap Almira yang duduk di kursi rodanya. Sedangkan, Damian langsung merengkuh bahu Sastra dan mengelusnya.

"Enggak papa kok Sastra. Dan makasih ya sudah donorkan darah untukku kalau tidak mungkin aku sudah tiada hari ini," sahut Almira dengan tersenyum manis kepada Sastra, tetapi tidak dengan tangannya yang sekarang mengepal di samping kursi roda.

Sastra hanya menganggukkan kepalanya dan Revan langsung mengajak mereka semua masuk terlebih dahulu.

Almira merasa kesal sekarang dengan kedekatan antara Damian dan Sastra. Jika kemarin dirinya ingin melihat Damian untuk mau memperlakukan Sastra dengan baik lain dengan sekarang. Almira sangat ingin jika Damian tidak memperlakukan Sastra semanis ini, seperti sekarang saat ini mereka semua berada di meja makan. Dan lihatlah, Damian begitu cekatan mengurus Sastra dan mengambil beberapa sayur dan dituangkan di piring gadis itu.

Seharusnya, Damian yang melakukan itu untuknya. Bukankah Damian juga tahu kalau dirinya lah yang adik sebenarnya dan bukan Sastra, tapi kenapa malah Sastra yang mendapatkan semua itu. Ini semua tidak adil. Sudah membuat Almira menjadi lumpuh dan sekarang Sastra juga merebut perhatian dari kakaknya sendiri. Dasar wanita licik.

"Kak Damian kok gak ke sekolah hari ini?" ucap Almira untuk mengalihkan perhatian Damian yang sekarang tertawa dengan Sastra.

"Oh... Enggak gue izin gak masuk. Dan tadi gue juga jemput Sastra di rumah sakit," balas Damian. Almira merasakan perbedaan itu, Damian terlihat dingin dengannya sekarang. Tidak seperti dulu yang penuh lembut kasih sayang.

"Ah... Tapi, Kak Damian dari seminggu ini aku gak pernah lihat Kakak. Kakak dimana?"

"Gue di ruangan Sastra. Lagi pula gue gak perlu ke ruanganmunkan? Papa sama Mama sudah menjaga lo. Dan Sastra gak ada jadi ya gue lebih milih ke ruangan Sastra aja."

"Begitu ya? Tapi, kan setidaknya Kak Damian datang ke ruangan aku. Kakak sudah tahu kan kalau aku... Kalau aku adik kandung Kakak," ucap Almira sembari menekankan kata adik kandung. Dan dapat dilihat raut wajah Sastra juga berubah sendu saat dirinya mengatakan itu.

"Hm... Gue tahu. Almira bisa kita makan dulu? Papa pasti gak suka kan kalau makan sambil bicara."

"Damian kamu ini. Ditanya sama Almira tuh ya dijawab dengan baik dong," sahut Nita kesal saat melihat putranya yang terlihat ogah-ogahan menjawab pertanyaan dari Almira.

"Ma... Damian lagi makan, bukannya Mama dan Papa selalu bilang kalau makan itu jangan sambil bicara kan?"

"Tapi kan---"

"Udah Ma... Kak Damian benar. Aku yang salah, mari kita makan dulu," ucap Almira untuk menengahi antara keduanya.

Damian yang mendengar itu hanya diam saja. Sedangkan, Sastra kembali memakan masakan Mirna yang sudah sangat membuatnya rindu itu.

Setelah selesai makan. Revan meminta semuanya untuk tetap berada di tempatnya.

"Hm... Jadi Papa mau bicara sebentar sama kalian. Papa akan jelaskan semua yang baru saja terjadi akhir-akhir ini," ucap Revan menatap semua orang satu persatu diantara mereka.

Damian menatap Sastra yang menunduk dan dia langsung menggenggam tangan Sastra seolah menguatkan gadis itu dan menyatakan bahwa semuanya pasti akan baik-baik saja.

"Jadi, Almira adalah anak kandung Papa dan Mama yang sebenarnya. Sastra kamu adalah anak dari saudara Papa. Yang tidak lain adalah Ayah dan Ibu dari Almira waktu kecil. Kalian tertukar saat masih kecil. Papa harap kalian bisa menjadi keluarga yang akur. Dan kita lupakan kejadian yang akhir-akhir ini menimpa keluarga kita."

"Sastra kamu boleh tinggal disini, lagi pula kamu juga masih menjadi bagian dari keluarga ini. Setidaknya, biar aku merawatmu sebagai seorang Paman. Kamu adalah anak dari saudara Papa."

Sastra yang mendengar itu langsung tercekat. Jadi, apakah dirinya sekarang harus memanggil Revan dengan sebutan Paman?

"Kamu masih boleh panggil Papa dan Mama Sastra. Kamu tenang aja," ucap Almira saat menyadari raut wajah Sastra yang berubah.

"Ah... Apakah boleh?"

"Bagaimana Pa, Ma kalian mau kan kalau Sastra masih panggil kalian dengan sebutan Papa dan Mama. Almira mohon ya? Ini permintaan Almira," ucap Almira menatap kedua orang tuanya penuh harap.

"Baiklah sayang... Apapun keinginan kamu akan Papa dan Mama berikan dan usahakan," balas Revan sembari mengelus rambut Almira halus, sedangkan Nita juga langsung memperhatikan Almira dan memberikan sayur-sayuran diatas piring gadis itu.

Sastra yang melihat itu hanya mampu terdiam. Semua itu... Semua itu dulu adalah milik Sastra. Namun, sekarang itu hanyalah bualan mimpi belaka dalam kepalanya. Almira, dia adalah gadis yang beruntung. Dia juga baik dengan masih memperbolehkan Sastra memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan papa dan mama. Sastra merasa sangat bersalah saat kemarin dia menjadi orang yang sangat membenci Almira.

Disisi lain Damian merasa kesal dengan Almira. Dia seolah tahu Almira melakukan itu agar membuat Sastra merasa tidak enak. Damian tidak menyangka jika Almira dapat berbuat seperti ini.

***

Detik Sastra (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang