Revan dan Nita merasakan cemas yang luar biasa karena sudah satu jam lebih Almira berada di ruangan IGD tersebut. Akan tetapi, dokter yang menangani gadis itu belum keluar juga.
"Pa anak kita Pa. Almira akan baik-baik aja kan?" ucap Nita menatap Revan dengan air matanya yang mengalir deras.
"Mama tenang aja pasti anak kita akan selamat," ucap Revan sembari memeluk Nita untuk menenangkan dirinya.
Pintu ruangan IGD terbuka dan seorang suster keluar dari sana dan mendatangi Revan dan Nita.
"Bagaimana keadaan anak saya Sus?" tanya Revan cepat.
"Begini Pak keadaan anak Bapak sekarang sedang kritis dan anak Bapak memerlukan darah yang cukup banyak, apakah diantara Bapak dan Ibu ini ada golongan darahnya O? karena stok darah di rumah sakit ini sedang kosong semua," tanya suster itu.
"Saya sendiri O Sus. Anda bisa mengambil darah saya," ucap Revan.
"Baik Pak, tapi kita memerlukan donor darah dari dua orang."
"Bagaimana ini Pa. Golongan darah aku dan Damian AB," ucap Nita cemas.
"Baik Bapak dan Ibu jika sudah ada donor darah silakan Bapak dan Ibu menuju ke ruangan pengambilan darah ya, saya akan menunggu disana. Permisi."
"Kamu tenang aja Ma, kita akan cari donor lain."
"Tapi siapa Pa?"
"Bukankah golongan darah Sastra juga O," ucap Damian.
"Kamu benar Damian. Papa akan minta Sastra untuk mendonorkan darahnya," ucap Revan menatap Damian.
"Apa Papa gila? Sastra lagi sakit sekarang biar Damian aja yang cari donor darah lain di rumah sakit yang lain dan Damian bisa meminta bantuan teman Damian," ucap Damian cepat. Damian merutuki dirinya sendiri saat mengatakan jika golongan darah dari Sastra juga O karena dia tadi tidak tega dengan mamanya yang menangis sejak tadi malam.
"Gak bisa! Pasti itu akan membutuhkan waktu yang lama ini keadaan dari Almira sangat kristis dan sekarang harus benar-benar cepat membutuhkan darah dan sekarang sudah ada Papa dan Sastra juga berada di rumah sakit ini. Papa akan ke ruangannya sekarang juga."
"Mama ikut Pa," setelah mengatakan itu Damian ditinggal sendirian disana. Damian mengumpat dalam hati ternyata Sastra di rawat di rumah sakit ini juga? Jika dia tahu laki-laki itu tadi bisa melihat keadaan Sastra meskipun dari jauh.
"Argh... Brengsek!"
***
Sastra masih terdiam menatap papa dan mamanya yang sekarang menatap dirinya dengan tatapan yang cemas dan khawatir.
Ternyata mereka khawatir dan cemas bukan karena keadaannya, melainkan keadaan dari Almira yang sekarang ini sedang kritis.
"Revan kamu ini Papa macam apa ha? Kamu juga Nita. Kamu ini seorang Ibu mana bisa kamu berfikiran seperti itu!" ucap Tari yang sekarang mendekati keduanya.
"Ini sangat penting Sastra, golongan darah O di rumah sakit ini sedang kosong dan Almira sekarang sedang benar-benar membutuhkan donor darah secepatnya Papa mohon untuk kamu mau ikut Papa."
"Sastra sayang kamu jangan dengerin Papa kamu. Mimom bisa carikan golongan darah dari rumah sakit lain ya Nak," ucap Tari menatap Sastra dengan lekat.
"Tolong jangan ikut campur dengan keluarga kami Tari!" balas Nita saat melihat Tari mempengaruhi Sastra.
"Sastra ayo kamu ikut Papa!" bentak Revan dan membuat Sastra juga terkejut. Sastra menatap keduanya mereka sangat khawatir dan cemas tapi sangat disayangkan karena hal itu bukan untuk dirinya melainkan orang lain. Sastra tertawa miris.
"Ayo jangan diam aja kamu Sastra," ucap Nita.
"Sastra ingin bicara sebelumnya tapi Papa sama Mama jawab jujur ya?" gumam Sastra pelan.
"Mau tanya apa lagi sih, ha?! Kamu bisa tanyakan itu setelah nanti semuanya sudah beres ayo!" sahut Revan kesal.
"Papa sama Mama sangat khawatir dengan Almira dan Papa kemarin bilang kalau... Kalau," Sastra tidak mampu mengatakan ucapannya.
"Kalau aku bukan anak Papa dan Almira adalah putri Papa, apa... Apa itu benar?" tanya Sastra lirih.
"Sastra kamu jangan..." ucap Tari sembari menangis melihat Sastra.
"Kamu cuma mau tanya hal ini? Kamu membuang-buang waktu Sastra. Oke... Jika kamu ingin tahu segalanya Papa akan bilang kalau ---"
"Revan aku mohon tutup mulut kamu itu! Jangan hancurin anak kamu lagi Revan aku mohon," ucap Tari memotong perkataan dari Revan dengan kedua matanya yang sekarang sudah mengeluarkan air matanya deras.
"Memang benar kalau kamu ini bukan anak Papa Sastra. Kamu ini anak orang yang gak tahu diri dan gak bertanggung jawab. Jadi, sekarang ayo ikut Papa anggap saja ini sebagai tanda terima kasih kamu selama ini karena Papa sama Mama juga sudah membesarkan kamu. Jika kamu tidak dirawat Papa sama Mama kamu akan mati Sastra."
***
Hidup ini pilihan, kalian bisa memilih untuk hidup dengan bahagia atau tersiksa. Dari kecil Sastra merasa bahagia karena lahir dari keluarga yang utuh. Memiliki seorang papa, mama, dan seorang kakak yang menyayangi dirinya.
Sastra merasa sedih dan senang disaat bersamaan. Sedih karena dia yang memiliki jantung yang lemah dan tidak dapat membuat dirinya bisa bebas seperti teman-temannya yang lain dan senang dia bisa mendapati kedua orang tuanya yang selalu menyemangati untuk selalu bertahan hidup demi mereka.
Dari kecil Sastra selalu dilarang untuk melakukan kegiatan diluaran. Orang tuanya begitu khawatir kepada dirinya. Sastra selalu berada di rumah yang sangat besar itu tapi kecil dan kosong saat dia tempati karena tak memiliki teman sama sekali.
"Papa sama Mama kenapa gak bolehin Sastra main di luar bersama teman-teman," ucap Sastra kecil sembari menatap jendela dimana ada banyak anak kecil seumurannya yang sedang bermain bersama.
"Sayang diluar itu panas loh," ucap Nita sembari tersenyum menatap Sastra.
"Tapi Sastra pingin main sama mereka. Mereka juga gak kepanasan Ma," balas Sastra polos.
"Anak Papa mau main ternyata, ayo sini main sama Papa," sahut Revan yang baru saja datang dan duduk di samping Sastra.
"Tapi Papa sudah besar gak bisa main-main lagi."
Mendengar ucapan dari Sastra membuat Revan dan Nita tertawa.
"Bisa dong sayang malah Papa lebih asik kalau diajak main sama Sastra. Ini lihat Papa bisa jadi kuda-kudaan buat Sastra ayo naik," ucap Revan sembari menjongkokkan tubuhnya.
Sastra yang melihat itu matanya langsung berbinar dan segera menaiki tubuh papanya dibantu oleh mamanya.
"Ayo jalan," ucap Sastra dengan semangat.
"Ini kalau teman Sastra pasti gak kuat gendong Sastra kayak gini iya kan?" ucap Revan sembari melangkahkan tangan dan kakinya hati-hati sedangkan Sastra hanya tertawa saat berada di atas tubuh papanya.
Keduanya langsung berguling di atas kasur.
"Aku sayang Papa sama Mama," ucap Sastra sembari memeluk papa dan mamanya.
"Kita jauh lebih besar sayang sama putri cantik kita ini."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Sastra (completed)
Aktuelle LiteraturFOLLOW SEBELUM MEMBACA VOTE DAN KOMEN SETELAHNYA Sastra Arumi tidak mengetahui mengapa kedua orang tuanya yang dulu begitu menyanyangi dan mencintainya tiba-tiba saja berubah saat seseorang datang di tengah-tengah kehidupan mereka. Tidak cukup kasi...