Gama memikirkan motor besarnya di garasi. Setelah beberapa jam tadi menghabiskan waktu bersama dengan bundanya membuat Gama merasa sudah sangat lega dan tenang. Dan sekarang Gama akan pergi ke rumah sakit untuk menemui Sastra. Semoga gadis itu baik-baik saja disana. Gama sangat mengharapkan hal itu.
Laki-laki itu masuk ke dalam rumah yang besar. Sebenarnya Gama sungguh tidak ingin kembali ke rumah ini. Namun, karena Papanya sangat mengetahui kelemahannya yang membuat Gama mau tidak mau harus selalu mendatangi rumah ini.
Gama sendiri lebih memilih untuk tinggal bersama dengan bundanya daripada papanya. Setelah perceraian kedua orang tuanya dulu Gama sebenarnya lebih memilih tinggal bersama dengan bundanya, tetapi papanya selalu mengancam jika dirinya tidak ikut dengan papanya maka bundanya akan dibawa ke rumah sakit jiwa. Mengingat hak itu Gama hanya dapat mengepalkan tangannya marah.
Melati, bundanya Gama menjadi terkena gangguan jiwa karena sikap dari papanya sendiri. Laki-laki paruh baya itu ternyata berselingkuh dengan sekretarisnya sendiri yang umur keduanya terpaut 10 tahun. Mengetahui hal itu Melati sangat marah hingga ingin hampir bunuh diri. Dan keputusan untuk berpisah sangat Gama dukung agar bundanya itu tidak sakit hati lagi dengan kelakuan papanya terus menerus.
"Gama kamu sudah pulang?" tanya seorang paruh baya yang sekarang sedang duduk di ruang tamu dengan iPad yang berada di tangannya. Laki-laki paruh baya itu tidak pernah berubah hanya uang dan uang yang berada di kepalanya.
"Hm," jawab Gama pendek.
"Tadi Revan menelpon Papa dan mengatakan bahwa Almira sudah melewati masa kritisnya dan Papa ingin kamu besok menjenguk gadis itu dan membawa beberapa buah tangan."
Gama hanya dapat mendengus kesal. Lagi dan lagi dirinya bak boneka yang hanya dapat dimanfaatkan oleh papanya ini.
"Kenapa harus Gama Pa? Besok Gama mau ketemu sama Sastra dia juga lagi sakit sekarang."
"Gadis itu lagi! Berapa kali Papa bilang untuk kamu jauhi gadis itu! Kalau sampai Revan tahu pasti dia bakal membatalkan rencana kerja sama dengan perusahaan Papa dan Papa tidak akan membiarkan itu sampai terjadi," ucap Sandi dengan tajam.
"Memang Om Revan sudah tahu kalau aku sudah mempacari anaknya yaitu Sastra dan bukan Almira. Om Revan juga tahu kalau aku menginginkan Sastra dan bukan Almira. Jadi, Papa gak usah takut, toh... Sampai sekarang Om Revan masih mau menjadi rekan kerja Papakan? Dan Om Revan tidak---"
Plakkk
"Sialan kamu! Jadi, kamu yang buat Revan beberapa bulan kemarin selalu menolak untuk menyetujui apa yang sudah aku rencanakan untuk proyek yang sudah aku inginkan sejak dulu?!'
Gama masih memegang pipinya yang memerah akibat dari tamparan papanya yang keras tadi.
"Pa udah cukup! Gama gak mau Papa jadikan alat lagi untuk rencana proyek sialan itu!"
"Oh kamu kurang ajar ya! Kamu bilang proyek sialan? Proyek itu yang akan membuat perusahaan kita menjadi besar dan berarti akan menjadi perusahaanmu kelak!"
"Gama gak pingin hal itu! Dan Gama bisa mencari kerja sendiri yang lebih memanusiakan manusia!"
"Papa gak mau tahu kalau sampai kamu melanggar ucapan Papa. Kamu tahu sendiri akibatnya, Bunda kamu bakal Papa kirim ke rumah sakit jiwa dan... Oh ya kamu gak tahu ya? Kalau sebenarnya Sastra, gadis yang kamu cintai itu bukanlah anak kandung dari Revan."
Gama mendesis kesal dengan tingkah papanya. Dan tunggu, Sastra bukan anak dari Revan? Berarti Sastra selama ini bukan anak kandung dari Revan. Dan apakah hal itu yang membuat Sastra harus menerima setiap perbedaan dari orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Sastra (completed)
General FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA VOTE DAN KOMEN SETELAHNYA Sastra Arumi tidak mengetahui mengapa kedua orang tuanya yang dulu begitu menyanyangi dan mencintainya tiba-tiba saja berubah saat seseorang datang di tengah-tengah kehidupan mereka. Tidak cukup kasi...